Seusai salat malam, saya memejamkan mata dengan posisi bersandar ke bantal di belakang yang mepet ke ranjang tua. Saat itu, saya merasa antara sadar dan tidak, datang bapak kolot ke mimpi saya. Di mimpi itu, saya dengan warga lain tengah makan bareng seusai membaca yasin tiga kali, tradisi Nisfu Sya'ban.
Lantas, ada yang bilang, "besok, antar bapak kolot ke elor (kampung halamannya), ya?" katanya meminta.
Seorang jamaah menegur saya, "Yu, tuh bapak kolot pengen diantar ziarah," langsung saya terdiam dan melihat, memang bapak kolot di sana bersama kami.
Kata saya di hati, memang sih bapak kolot kalau seusai nisfu sya'ban  saya antarkan ziarah ke kampung halamannya, tapi masalahnya, kan beliau sudah meninggal, kok bisa bicara. Aneh juga, tapi masih ada. Tak lama, azan di Masjid berkumandang. Mimpi masih lekat di ingat.Â
Nisfu Sya'ban memang malam di mana beliau wafat. Artinya, tadi malam itu sedang haul beliau. Hal yang saya bingungkan, apa arti mimpi tersebut. Mumpung anak-anaknya pada kumpul, saya sampaikan mimpi itu, beliau ingin ziarah ke kampung halamannya. Memang harusnya dengan saya, cuma saya ada jadwal belanja jadi meminta diwakili. Syukurnya, Om dan adik saya mau.Â
Selesai urusannya. Tidak dengan pikiran saya, entah kenapa mimpi itu seperti sinyal atau isyarat atas beberapa hal yang saya alami. Jadi, beberapa hari lalu, ada sesepuh ke rumah meminta saya untuk menjadi imam tarawih di Masjid menggantikannya. Biasanya, ada tiga imam beliau di antaranya.
Namun beliau tak mau, karena usianya makin sepuh maka mencari penggantinya, dan saya ditunjuk. Dengan halus saya menolak, karena saya masih muda dan belum punya isteri pula, lagian gak secepat ini pula menjadi imam. Biarkan yang lain, sementara ini jadi makmum saja. Beliau tetap maksa, pokoknya harus!
Tidak ada yang salah dengan keinginan sepuh ini, apalagi bisa dikatakan kampung seperti kehilangan alumni santri yang mau memakmurkan masjid. Tiap salat, jamaah sering menunggu imam, terkadang karena tidak ada saya terpaksa di daulat jadi imam. Hal itu sering  jadi keluhan jamaah, kok kampung kita darurat imam, ya.
Namun dengan ditunjukkan saya itu, kadang saya merasa tidak nyaman dengan tatapan imam senior lain, yang tentu saja dari segi ilmu dan pengalaman lebih dari saya. Pernah terjadi, ketika iqomah isya berkumdang sepuh itu menunjuk saya untuk imam karena beliau tidak melihat tidak jauh darinya ada imam senior itu.
Kata adik saya yang berada di tempat kejadian, ia tampak kaget, kok saya disuruh jadi imam. Kagak bilang begitu sih hanya terbengog. Tentu saja saya menolak dan bilang ke Abah Sepuh itu ada beliau yang biasa jadi imam, beliau pun langsung ke depan.