Mohon tunggu...
Mahowa Fathor
Mahowa Fathor Mohon Tunggu... Aktor - jalani nikmati sesali

alhamdulilah

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Sahabat Sejati

9 Oktober 2019   19:25 Diperbarui: 9 Oktober 2019   19:30 37
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Terdengar jeritan seorang anak dari dalam rumah nan mewah itu. Sang ibu segera berlari panik ke arah kamar anaknya, membuka pintu, dan melihat sang anak sedang terbaring lemas di kasurnya. 

Matanya bengkak, keringat mengalir dari wajahnya yang pucat, dan tubunya gemetaran hebat. Sepertinya mengalami mimpi buruk. Akhir-akhir ini mimpi itu selalu datang, dan mengganggu tidurnya. Mimpi yang sama, dan terjadi hampir setiap malam.

Si anak terlihat seperti orang yang sedang kehilangan akal, dia menggosok kedua tangannya, seolah ada noda yang lengket di sana, dan tidak mau hilang. Dia terus menggosoknya hingga tangannya memerah.

"Sudah hentikan," si ibu terlihat panik, dan air matanya bercucuran, "Sudah tidak ada lagi sayang." Si ibu menarik tangan anaknya itu.

"Tidak ... masih ada, aku masih bisa melihatnya," anaknya berkata dengan mata yang merah, dan air mata yang terus keluar, "Aku masih bisa melihatnya bu." Dia terus menggosok tangannya seperti seorang yang sedang kesurupan.

Si ibu berlari ke arah lemari, membuka lacinya, dan mengambil sepasang sarung tangan panjang. Seperti orang yang sudah terlatih, si ibu kemudian memasangkan kedua sarung tangan itu ke tangan anaknya. Agaknya sarung tangan itu memiliki kekuatan, anaknya langsung berhenti menggaruk, dan mulai terlihat tenang. Air mata masih megalir dari pelupuk matanya. 

Dia memejamkan mata sejenak, lalu membukanya. Bibirnya masih gemetar. Sesekali dia melirik ke arah foto yang berada di atas meja belajarnya, lalu memalingkan wajah lagi. 

Setelah melihat anaknya tenang, si ibu memutuskan keluar dari kamar, dan membiarkan si anak istirahat. Ia menagis sesenggukan di belakang pintu, ia mendekap mulutnya dengan kedua tangannya, agar anaknya yang berada di kamar tidak mendengat suara tangisannya.

Anak itu masih terbaring di atas ranjangnya, melihat ke langit-lagit kamar untuk mencari ketenangan, tapi tidak berhasil. Ia menahan diri untuk tidak melihat foto yang berada di atas lemari belajarnya. Semakin dia mencoba mengalihkan pikiran, semakin matanya terus mengarah ke foto itu. 

Dua orang remaja pria mengenakan seragam sekolah, terlihat saling merangkul, dan tersenyum mengarah ke kamera. Foto itu diambil ketika keduanya masih duduk di bangku sekolah. Rupanya saat itu temanya lupa mengerjakan tugas Bahasa Inggris, dan untuk menghindari hukuman, keduanya memutuskan untuk tidak masuk kelas.

"Doni, seharusnya kau tidak ikut bolos denganku. Bukankah kau sudah mengerjakan tugasmu?" tanya temannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun