Mohon tunggu...
MAHMUD AHMADI NEZAD HRP
MAHMUD AHMADI NEZAD HRP Mohon Tunggu... Mahasiswa

membaca

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Pemerataan Akses AI dan Infrastruktur Digital di Daerah Terluar : Tantangan dan Peluang Indonesia Menuju Transformasi Inklusif.

7 Oktober 2025   12:15 Diperbarui: 7 Oktober 2025   12:12 11
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Di tengah pesatnya kemajuan kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI) dan transformasi digital global, Indonesia menghadapi tantangan mendasar: kesenjangan akses teknologi antarwilayah. Ketika kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, dan Bandung mulai memanfaatkan AI dalam industri dan layanan publik, daerah-daerah terluar masih berjuang dengan infrastruktur digital yang terbatas. Ketimpangan ini bukan sekadar persoalan teknologi, tetapi juga menyangkut keadilan sosial dan masa depan ekonomi nasional. Pemerataan akses AI dan infrastruktur digital menjadi keharusan agar Indonesia tidak terjebak dalam "ekonomi dua kecepatan" --- antara pusat yang maju dan pinggiran yang tertinggal.

AI berpotensi besar memperkuat ekonomi lokal, meningkatkan produktivitas, dan memperluas lapangan kerja baru di sektor kreatif, pertanian, maupun pelayanan publik. Namun potensi ini hanya bisa tercapai bila akses teknologi dan literasi digital merata. Fakta menunjukkan bahwa lebih dari 12.000 desa di Indonesia masih belum memiliki koneksi internet memadai. Ketimpangan infrastruktur ini membuat masyarakat daerah tertinggal sulit menikmati manfaat transformasi digital, sementara pusat-pusat urban terus melaju dengan inovasi baru.

Pemerintah sebenarnya telah mengambil langkah strategis melalui pembangunan data center nasional, program Desa Digital, serta inisiatif pendirian pusat AI di Papua oleh sektor swasta. Namun langkah-langkah ini masih bersifat fragmentaris dan belum terintegrasi dalam satu kebijakan nasional yang menekankan pemerataan. Jika tidak diiringi peningkatan literasi digital dan pelatihan sumber daya manusia, proyek fisik semata akan sulit menghasilkan dampak nyata.

Sebagian pihak berpendapat bahwa pemerataan teknologi sebaiknya dilakukan secara bertahap, menyesuaikan dengan kesiapan daerah. Pendekatan ini tampak rasional secara efisiensi biaya, tetapi mengandung risiko struktural: semakin lama kesenjangan dibiarkan, semakin sulit menutupnya di masa depan. Selain itu, teknologi seperti AI bersifat cumulative advantage --- wilayah yang lebih cepat mengadopsi akan terus memperluas keunggulannya. Dengan kata lain, keterlambatan bukan sekadar soal waktu, tetapi juga kehilangan peluang kompetitif nasional.

Namun, perlu diakui bahwa pembangunan infrastruktur digital di daerah terluar memang menghadapi hambatan logistik, biaya tinggi, dan rendahnya permintaan awal. Karena itu, pemerintah perlu berkolaborasi dengan sektor swasta, perguruan tinggi, dan komunitas lokal untuk menciptakan ekosistem digital yang berkelanjutan --- bukan sekadar proyek jangka pendek.

Untuk mewujudkan transformasi digital yang inklusif, ada beberapa langkah strategis yang perlu diprioritaskan:

  1. Pemetaan kebutuhan berbasis data lokal, agar pembangunan infrastruktur digital menyesuaikan kondisi geografis dan sosial tiap daerah.
  2. Program literasi digital dan pelatihan AI di sekolah menengah dan lembaga     masyarakat, agar teknologi tidak hanya hadir tetapi juga dipahami.
  3. Kemitraan publik-swasta (PPP) yang memungkinkan perusahaan teknologi berinvestasi di daerah tertinggal dengan insentif fiskal.
  4. Pembangunan pusat inovasi daerah, yang dapat menjadi inkubator bagi start-up lokal memanfaatkan AI untuk kebutuhan lokal (pertanian, kesehatan, pendidikan).

Transformasi digital seharusnya menjadi proyek peradaban, bukan sekadar modernisasi ekonomi. AI dan teknologi tinggi hanya akan bermakna bila membawa manfaat bagi seluruh lapisan masyarakat, termasuk mereka yang berada di wilayah paling terpencil. Pemerataan akses AI dan infrastruktur digital bukan pilihan tambahan, melainkan prasyarat mutlak agar Indonesia benar-benar menjadi bangsa digital yang adil, cerdas, dan berdaya saing.

 

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun