Mohon tunggu...
Mahir Martin
Mahir Martin Mohon Tunggu... Guru - Guru, Aktivis dan Pemerhati Pendidikan

Penulis: Satu Tahun Pembelajaran Daring, Dirayakan atau Disesali? (Penerbit Deepublish, 2021); Hikmah Pandemi Covid-19 Relevan Sepanjang Masa (Guepedia, 2021); Catatan dari Balik Gerbang Sekolah untuk Para Guru (Guepedia, 2022); Motto: Reflection Notes: Ambil hikmahnya...

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Kematian Bukan untuk Ditakuti, tetapi Diingat

2 Agustus 2020   17:06 Diperbarui: 4 Agustus 2020   03:00 559
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Warga menggunakan masker saat melintas di depan mural tentang pandemi virus corona atau COVID-19 di Jalan Raya Jakarta-Bogor, Depok, Jawa Barat, Selasa (7/4/2020). Mural tersebut ditujukan sebagai bentuk dukungan kepada tenaga medis yang menjadi garda terdepan dalam menghadapi COVID-19 di Indonesia. (Sumber: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG)

Seseorang yang beragama memang seharusnya memiliki kekhawatiran akan nasibnya kelak di akhirat. Sehingga dia akan menjalani hidupnya dengan penuh kesadaran dan kehati-hatian. 

Begitu juga pada konteks pandemi ini, memang yang perlu kita khawatirkan bukan angka kematiannya, tetapi apa akibat yang bisa terjadi jika kita mengabaikannya.

Tubuh kita bisa saja kuat melawan virus, tetapi orang-orang yang ada di sekitar kita belum tentu memiliki imunitas yang sama dengan kita. Tidak elok jika kita tidak memikirkan hal ini. Jangan sampai kita menjadi virus carrier. Akibat inilah yang perlu kita khawatirkan.

Mengingat Kematian

Jika kita cermati, data statistik kematian itu memang tidak bisa kita abaikan. Walaupun angka kematian covid-19 itu rendah secara persentase, tetapi seharusnya itu tetap dijadikan sebagai pengingat buat kita.

Tangkapan layar grafik kasus corona di Indonesia dari halaman gugus tugas (screenshoot) via kompas.com
Tangkapan layar grafik kasus corona di Indonesia dari halaman gugus tugas (screenshoot) via kompas.com
Pengingat yang bisa memberikan nasihat setiap saat. Di mana pun dan dalam kondisi apapun. Ada sebuah ungkapan hikmah, "Jika engkau membutuhkan juru nasihat, cukuplah kematian bagimu", ungkapan ini terasa sesuai dengan apa yang sedang kita bicarakan.

Pengingat yang akan membuat diri kita sadar bahwa virus ini nyata dan tidak bisa diremehkan. Apalagi diabaikan atau dilupakan, nyawa taruhannya. Terlalu murah nyawa kita jika harus melayang hanya karena gara-gara ketidak hati-hatian kita dalam menghadapi virus ini.

Selain dimensi fisiknya, mengingat kematian juga memiliki dimensi yang lain. Ustad Badiuzzaman Said Nursi menjadikan mengingat kematian sebagai salah satu sarana mencapai keikhlasan. Ikhlas adalah dimensi rohani, yang letaknya di hati. Tingkat keikhlasan seseorang tidak akan ada yang pernah tahu. Bahkan dirinya pun tak tahu, hanya Tuhan yang tahu.

Lebih jauh lagi Ustad Said Nursi menjelaskan bahwa secara hakikat, manusia akan menyaksikan sebuah kematian zaman. Kematian dan kehancuran dunia. Kesadaran akan hal inilah yang akan membuka jalan baginya kepada keikhlasan yang sempurna.

Ya, kematian zaman itulah yang lebih berbahaya. Kematian zaman yang akan membawa runtuhnya kemanusiaan. Runtuhnya kemanusiaan inilah bencana yang sangat besar bagi dunia. Inilah virus yang lebih membahayakan dari virus korona.

Alhasil, takut akan kematian harus benar-benar kita pahami di masa pandemi ini. Tentunya rasa takut yang proporsional dan rasional. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun