Pemberitaan seperti yang dikutip dari Kompas.com tentang adanya sel penjara di dalam sekolah mengagetkan semua publik dan seakan membuka mata akan adanya fakta betapa rawannya menyerahkan pendidikan anak ke sekolah tanpa pengawasan dan komunikasi dari para orang tua.Â
Memasukkan anak bersekolah di tempat yang toleran dengan kekerasan dan mengizinkan kekerasan fisik dan mental dijadikan sebagai sanksi kesalahan apalagi sampai dipenjarakan di sekolah, itu sama artinya dengan mengizinkan sekolah menjadikan anak diperlakukan sebagai seorang "Napi."
Peristiwa yang terungkap dari temuan KPAI di sebuah SMK swasta semi-militer di Batam ini telah kembali mencoreng dunia pendidikan di tanah air. Materi pengajaran di sekolah tersebut dinilai tidak wajar karena mengajarkan juga teknik menembak dengan senapan angin dan mengemudi mobil Dalmas milik sekolah.
Yang paling parah, sekolah yang diduga dimiliki oleh seorang anggota kepolisian ini kerap kali melakukan kekerasan fisik. Mulai dari pemborgolan, pemukulan sampai dengan menginapkan siswa-siswa yang dianggap bersalah di dalam ruangan penjara buatan yang diberi nama "Ruangan Konseling".
Ini mungkin hanyalah satu contoh yang muncul ke permukaan di mana kekerasan baik fisik maupun mental kerap terjadi di dunia pendidikan kita. Banyak contoh lain sebelumnya. Hal ini dikarenakan masih banyak sekolah yang beranggapan bahwa kekerasan adalah cara yang paling efektif sebagai sanksi agar siswa tidak mengulangi lagi perbuatannya.
Kekerasan Fisik dan Hukuman Fisik
Pakar pendidikan Arief Rachman pernah mengungkapkan tanggapannya mengenai kekerasan fisik di dunia pendidikan dalam kasus kekerasan yang terjadi beberapa tahun yang lalu.
"Kekerasan di seluruh dunia tidak boleh. Definisi kekerasan dalam pendidikan adalah hukuman (yang) terasa keras bagi anak sehingga anak merasa sakit. Hukuman dalam pendidikan harusnya memberikan kesadaran untuk tidak mengulangi kesalahan lagi."
"Kekerasan ini berbeda konteks dengan hukuman fisik. Hukuman fisik (bisa berarti push up, lari keliling lapangan, membersihkan atau menyapu perpustakaan) diperbolehkan dalam konteks pendidikan dan sebaiknya disepakati bersama oleh guru dan murid dan diinformasikan juga pada orang tua."
(Sumber bbc.com tanggal 12 Agustus 2016 )
Di sini jelas bahwa sekolah tidak berhak melakukan kekerasan fisik dan mental terhadap siswa apapun alasannya. Dan sanksi hukuman pun harus ada kesepakatan terlebih dahulu di awal.Â