Tidak tahu kenapa, saya selalu menelisik tentang apa yang dilakukan terkait dengan tulis menulis. Ibaratnya saya adalah seorang tukang bangunan yang tidak sekadar membuat bangunan tetapi membahas tentang cara membuat bangunan.
Ini dilakukan sekadar refleksi saja. Semua itu tidak ada niat untuk menggurui siapapun. Kebetulan saja kita tuliskan di Kompasiana karena ia saya anggap sebagai tempat penyimpanan ide-ide dalam data digital yang dapat dipercaya.
Permainan abstraksi di sini dimaksudkan sebagai cara menuangkan gagasan dan ide tulisan terkait objek yang sama. Satu objek memiliki dimensi beragam yang bisa menghasilkan paragfaf yang berbeda sesuai isi dan sudut pandangnya.
Demikian itu yang saya maksudkan sebagai tingkatan abstraksi. Karena menurut kata dasarnya, abstraksi berarti mengangkat dan memisahkan (pemahaman) dari sebuah objek tertentu ke tingkatan pemahaman yang lebih tinggi (abstrak).
Level I: Kesadaran DeskriptifÂ
Mari kita ambil contoh mengenai sawah di belakang rumah saya. Sawah tersebut bisa diuraikan di level pertama abstraksi dengan cara mendeskripsikannya dan menarasikannya sebagai sebuah fakta empiris.
Tepat di belakang rumah yang hampir berdempetan dengan halaman dapur saya adalah hamparan sawah hijau. Hijau karena kebetulan sedang masa tanam padi. Padinya tumbuh subur dengan tangkai dan batangnya yang kuat dan besar.
Sawah tersebut bukanlah sawah milik saya sendiri. Sawah itu milik tetangga yang tinggalnya di depan rumah saya. Orangnya sangat baik sekali sehingga setiap dia panen, pasti menyisihkan hasil panennya untuk saya.
Bahkan jika musim kemarau, hasil panen singkong dan ubi jalarnya dari sawah itu selalu disisihkan untuk keluarga saya. Bagi saya, itu lumayan untuk menghemat dana belanja jika ingin menyantap ubi. Jadi tidak perlu beli.
Level kedua adalah membuat eksplanasi terhadap sawah di belakang rumah. Eksplanasi lebih bersifat kompleks daripada narasi dan deskripsi di level pertama. Karena harus mencakup beberapa penjelasan mendasar mengenainya.