Tahun ini menjadi tahun yang sangat menentukan bagi nasib kepemimpinan Negara dan Bangsa Indonesia. Lima tahun ke depan akan ada seorang pemimpin yang diharapkan mampu menggerakkan perjalanan Bangsa dan negara menuju cita-cita luhurnya yaitu kemakmuran, kesejahteraan dan  keadilan sosial bagai seluruh rakyat Indonesia.
Ini bukan tulisan bernuansa manajemen, ini bukan tulisan berwarna politik dan ini bukan tulisan bertujuan provokatif atau hate speech seperti yang sudah mewabah di negeri ini. Ini adalah tulisan reflektif pribadi tentang bagaimana sih seharusnya menjadi pemimpin menurut inspirasi ketuhanan yang saya kerjakan.
Sebuah Surat Pembuka
Bagi siapa saja yang beragama Islam, tentu tidak asing lagi dengan istilah "surat pembuka" yang saya maksudkan di atas. Ya ia adalah Surat Alfatihah yang  menjadi pendahuluan dan pembuka dalam Alquran. Makanya ia dinamakan sebagai surat Alfatihah yang berarti "pembuka". Karena posisinya sebagai surat pertama dalam rangkaian surat yang menjadi Kitab Sucinya umat Islam.
Lalu apa kaitannya antara kepemimpinan yang sukses terpuji dengan surat pembuka ini? Kepemimpinan sukses tentu saja akan menuai pujian bagi pelakunya. Dia bisa saja seorang presiden, gubernur, bupati, wali kota, camat, lurah, RW dan RT sekalipun.
Atau pemimpin yang tidak memiliki kekuasaan teritorial seperti pemimpin rumah tangga atau pemimpin grup pramuka atau pemimpin pemuka agama. Karena setiap kita semua adalah pemimpin dalam kapasitas dan skalanya masing-masing. Tidak ada yang tidak jadi pemimpin minimal memimpin dirinya sendiri.
Intinya adalah kesuksesan dalam kepemimpinan akan menghasilkan pujian dan kekaguman. Nah kekaguman ini yang akan dicoba diukur dengan menggunakan parameter dari surat pembuka tersebut. Sudah benarkan dan layakkah seorang pemimpin mendapat pujian dan diagung-agungkan melebihi yang lainnya?
Mampu Mengelola (rabb)
Di dalam surat pembuka tersebut, Tuhan dipuji atau segala puji menjadi milik-Nya karena Dia Maha Memelihara dan Mengurusi alam semesta. Inti dari parameter pertama ini adalah pengelolaan dan pemeliharaan terhadap segala sesuatu di bawah kepemimpinannya; bukan masalah luas atau besar tidaknya kapasitas dan jangkauan kepemimpinannya.
Mengelola berarti memiliki kepedulian terhadap setiap individu yang menjadi anggota kelompok dalam kepemimpinannya. Tuhan dalam Islam bukanlah Tuhan seperti dalam filsafat Deisme; di mana Tuhan tidak ikut campur dalam pengelolaan kehidupan di alam semesta. Tuhan Deisme adalah Tuhan yang membiarkan alam semesta ciptaan-Nya bekerja sesuai hukumnya sendiri.