Mohon tunggu...
Mahar Prastowo
Mahar Prastowo Mohon Tunggu... Ghostwriter | PR | Paralegal

Praktisi Media dan co-PR -- Pewarta di berbagai medan sejak junior sekira 31 tahun lalu. Terlatih menulis secepat orang bicara. Sekarang AI ambil alih. Tak apa, bukankah teknologi memang untuk mempermudah? Quotes: "Mengubah Problem Menjadi Profit" https://muckrack.com/mahar-prastowo/articles

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Harmoni di Balai Agung

25 September 2025   17:10 Diperbarui: 25 September 2025   17:10 72
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pelantikan FKUB Kota Administrasi Jakarta Timur 2025-2030 (Foto:Ist)


Catatan dari Pelantikan FKUB Kota Administrasi Jakarta Timur 2025-2030

Oleh: Mahar Prastowo

Balai Agung di Balai Kota DKI Jakarta, Kamis sore (25/9/2025), terasa berbeda. Tidak ada hiruk pikuk politik atau perdebatan soal anggaran. Yang ada justru lantunan doa dari berbagai agama. Hindu, Islam, Kristen, Katolik, dan Buddha duduk berdampingan. Di sana, perbedaan tidak menjadi jarak.

Hari itu, pengurus Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) periode 2025--2030 resmi dilantik. Dari provinsi sampai kota administrasi. Tetapi sorotan mata saya tertuju ke satu titik: kepengurusan FKUB Jakarta Timur.

Jakarta Timur adalah miniatur kecil dari Jakarta. Kawasan paling padat, paling beragam, dan sekaligus paling rentan. Di sana, pertemuan rumah ibadah bisa hanya terpaut satu gang. Di sana pula, gesekan sosial bisa mudah meletup jika tidak ada ruang dialog.

Karena itu, ketika H. Ahmad Ridwan ditetapkan sebagai Ketua FKUB Jakarta Timur, beban di pundaknya jelas tidak ringan. Namun ia menyambutnya dengan tenang. "Kami siap mengedepankan dialog dan kolaborasi. FKUB bukan sekadar papan nama, tapi wadah nyata untuk memperkuat persaudaraan," katanya seusai pelantikan.

Representasi yang Nyata

Saya meneliti daftar pengurus baru itu. Menarik. Ada kiai, pendeta, rohaniwan Hindu, juga akademisi. Bahkan bendahara pun seorang tokoh umat Hindu, I Nyoman Kamajaya. Susunan ini bukan sekadar formalitas. Ia adalah simbol. Bahwa kerukunan memang harus dihidupi bersama.

Ada pula Pdt. Hosea Sudarna sebagai wakil sekretaris. "Ini bukan hanya soal kerja administrasi, tapi kerja hati," ujarnya, tersenyum.

Mereka mewakili wajah pluralitas Jakarta Timur. Dari masjid di Cakung, gereja di Matraman, pura kecil di Rawamangun, hingga vihara di Jatinegara.

Ucapan Gubernur

Gubernur DKI Jakarta, Pramono Anung, berdiri di podium dengan nada khasnya yang sederhana. "Jakarta adalah kota global. Multi-etnis, multi-agama. Kerukunan ini harus terus kita syukuri dan jaga," katanya.

Saya membayangkan: jika tidak ada FKUB, mungkin banyak masalah yang akan membesar tanpa mediator. Sengketa lahan rumah ibadah, isu intoleransi, bahkan sekadar salah paham antarwarga. FKUB-lah yang sering datang lebih dulu, sebelum aparat atau pejabat hadir.

Rencana yang Menyentuh Akar Rumput

Program FKUB Jakarta Timur untuk lima tahun ke depan bukan muluk-muluk. Justru sederhana, tetapi strategis.
Pertama, memperbanyak dialog lintas iman di tingkat komunitas.
Kedua, mengajarkan literasi moderasi beragama di sekolah dan kampus.
Ketiga, membangun jejaring dengan ormas dan aparat.
Keempat, fokus pada generasi muda.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun