Mohon tunggu...
Mahardhika Andiansyah
Mahardhika Andiansyah Mohon Tunggu... Dosen - Instruktur

sangat tertarik dengan dunia pendidikan

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Pelaut Indonesia Terampil Berbahasa Inggris? Harus!

2 September 2022   10:54 Diperbarui: 2 September 2022   11:50 1249
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Kementerian Perhubungan melalui Badan Pengembangan SDM Perhubungan memiliki beberapa Unit Pelaksana Teknis Pendidikan dan Pelatihan Kepelautan dengan salah satu program diklatnya yakni diklat peningkatan. Diklat peningkatan terdiri dari 5 tingkatan diklat, berurut dari yang terendah adalah Diklat Pelaut Tingkat V, lalu  Tingkat IV (Supporting Level), kemudian berurut ke atas yakni Tingkat III (Operasional Level), dan tingkat  II, dan I (Management Level). Diklat Pelaut Tingkat I merupakan tingkatan tertinggi dari diklat peningkatan dengan input dan atau output mereka yang sudah menjadi seorang Nakhoda atau Kepala Kamar Mesin di atas kapal.


Peserta diklat peningkatan adalah para pelaut yang telah memiliki pengalaman bekerja di atas kapal baik yang berlayar di area dekat pantai (near-coastal voyage) maupun area tak terbatas (unlimited) berdasarkan tingkat sertifikat yang dimiliki. Hal tersebut menjadikan peserta diklat memiliki latar belakang yang berbeda-beda, mulai dari perbedaan usia, latar belakang budaya, tingkat ekonomi, dan status sosial. Latar belakang yang berbeda ini menciptakan heterogenitas yang tinggi yang tentu saja sangat berpengaruh terhadap proses pembelajaran di dalam kelas. Dalam pembelajaran bahasa Inggris khususnya, heterogenitas ini berdampak pada kemampuan mereka dalam memahami materi bahasa Inggris yang diberikan oleh pengajar. Jika melihat realita tingkat pemahaman berbahasa Inggris disandingkan dengan pengalaman bekerja mereka, kelompok mayoritas adalah mereka yang memiliki latar belakang pengalaman berlayar pada pelayaran lokal dan memiliki penguasaan bahasa inggris di tingkat beginner, lalu di kelompok kedua mereka yang memilki latar belakang pelayaran tak terbatas dan memiliki penguasaan bahasa pada tingkat beginner to pre-intermediate, hanya sebagian kecil dari mereka baik dari latar belakang pelayaran tak terbatas maupun lokal yang memiliki pemahaman bahasa inggris pada tingkat intermediate to advanced.


Bagaimana dengan tingkat kelulusan mereka?
Ujian Keahlian Pelaut (UKP) adalah ujian negara yang harus dilalui oleh peserta diklat untuk dinyatakan lulus dan kompeten dibuktikan dengan ijazah pelaut yang ditandatangani oleh Direktur Jenderal Perhubungan Laut sebagai Administration yang ditunjuk oleh International Maritime Organization (IMO), badan khusus PBB yang bertanggungjawab untuk keselamatan dan keamanan aktivitas pelayaran dan pencegahan polusi di laut oleh kapal. Jika dilihat dari data tingkat kelulusan UKP untuk pelajaran bahasa Inggris pada salah satu UPT Diklat Kepelautan. Data menunjukkan bahwa pada pelaksanaan UKP Tahun 2018 dan 2019, dari 362 peserta ujian untuk pelajaran bahasa Inggris, 61% dari jumlah tersebut lulus dalam ujian tahap pertama, lalu dari 39% yang tidak lulus, dilakukan ujian pengulangan I dan masih terdapat 12% yang masih harus mengikuti ujian pengulangan II. Angka ini, sedikit banyak, merepresentasikan kemampuan berbahasa Inggris peserta diklat pelaut.


Penguasaan bahasa Inggris pelaut telah diatur oleh IMO dengan mengeluarkan IMO Model Course (IMC) 3.17 tentang Maritime English. Dalam IMC 3.17 diuraikan kemampuan bahasa Inggris yang harus dikuasai oleh pelaut pada supporting level dan operational level. Sedangkan untuk management level, mereka yang berada pada tingkat ini dianggap sudah memiliki kemampuan bahasa Inggris yang mumpuni dan mampu menunjukkan tingkatan bahasa yang memadai baik lisan maupun tulisan pada saat berkomunikasi di atas kapal. Namun faktanya, tuntutan penguasaan bahasa Inggris seringkali tidak dibarengi dengan kemampuan peserta diklat pada tingkat seharusnya. Misalnya, peserta diklat tingkat III (operasional level) memiliki kemampuan bahasa Inggris pada supporting level, bahkan terkadang hal ini juga terjadi pada peserta diklat di management level, yang seharusnya sudah menguasai bahasa Inggris sebagai bahasa utama dalam komunikasi di atas kapal.


Belum lagi, kendala berbahasa Inggris pada saat mereka telah kembali bekerja. Jika kita membaca berita terkait pelaut Indonesia, rasa-rasanya  tidak ada yang tidak setuju jika pelaut Indonesia disebut pelaut yang kompeten dan berdaya saing. Indonesia telah mencetak 6000 -- 7000 perwira lulusan dari sekolah tinggi, akademi, politeknik dan lembaga diklat kepelautan lainnya yang menjadikan Indonesia sebagai negara terbesar ketiga pemasok SDM pelaut dunia setelah Cina dan Filipina. Namun sayangnya, kenyataan ini tidak dibarengi dengan keunggulan dalam kemampuan berbahasa Inggris. Dibandingkan dengan Filipina, Indonesia masih kalah dalam penguasaan bahasa Inggris sebagai bahasa utama dalam berkomunikasi. Salah satu alasannya barangkali karena di Filipina, bahasa Inggris menjadi bahasa kedua sedangkan di Indonesia, bahasa Inggris masih dianggap sebagai bahasa asing yang jarang digunakan dalam komunikasi sehari-hari. Bahkan terdapat statement yang menyatakan jika pelaut Filipina ditanya dalam bahasa Inggris, secara substansial, jawaban mereka tidak terlalu bagus, tetapi mereka mampu menyampaikan dalam bahasa Inggris yang baik. Sebaliknya, pelaut Indonesia menjawab substansi dengan lebih baik, namun tidak mampu menyampaikan dengan bahasa Inggris yang lebih baik.


Lantas, bagaimana peran pemerintah dalam mengatasi masalah kemampuan bahasa Inggris pelaut Indonesia?
Pemerintah telah memberikan dukungan dalam rangka pengembangan kemampuan bahasa Inggris pelaut dengan menyediakan fasilitas pembelajaran berupa kelas, laboratorium, dan simulator yang berbasis teknologi melalui kerjasama baik dalam negeri dan luar negeri. Menerapkan kurikulum dan silabus yang mengacu pada peraturan internasional dan nasional juga menjadi wujud dukungan pemerintah. Workshop terkait pengembangan kurikulum dan silabus bahasa Inggris juga rutin diselenggarakan sebagai respon atas perubahan terkait dengan Standards of Training, Certification, and Watchkeeping for Seafarers (STCW) 1978 dan amandemennya. Hal ini menunjukkan bahwa pemerintah selalu mengikuti perubahan aturan internasional. Sedangkan untuk menyalurkan minat dan bakat dalam bahasa Inggris, Kementerian Perhubungan dalam hal ini Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM) Perhubungan menyediakan event kejuaraan seperti Indonesian Transportation English Olympics (ITEO), olimpiade tahunan sebagai ajang untuk menunjukkan kemampuan bahasa Inggris para taruna.  


Dukungan ini tentu harus sejalan dengan implementasi pengajar sebagai eksekutor di kelas. Semua dukungan pemerintah akan menjadi maksimal apabila dieksekusi dengan baik. Pengajar menjadi salah satu faktor penentu utama dalam keberhasilan pembelajaran. Pengajar diharapkan mampu menggunakan strategi pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan para peserta diklat dan mampu melihat faktor afektif lain yang sangat mempengaruhi proses pembelajaran. Penelitian eksperimen pernah dilakukan dengan menggunakan teknik pembelajaran bahasa yang berbeda dan menjadikan kepercayaan diri sebagai variabel yang lain untuk diteliti. Penelitian tersebut bertujuan untuk melihat pengaruh keduanya terhadap keterampilan berbicara bahasa Inggris para peserta diklat di supporting level. Hasilnya menunjukkan adanya pengaruh yang signifikan dari dua variabel tersebut terhadap keterampilan speaking.

Hasil tersebut lagi-lagi menempatkan seorang pengajar sebagai faktor krusial dalam keberhasilan pembelajaran. Pengajar dituntut mampu membaca segala kebutuhan peserta diklat dan membawa suasana pembelajaran yang menyenangkan di dalam kelas, serta di sisi lain, mereka juga dituntut untuk mempelajari aspek lain di luar akademis yang mampu meningkatkan performa peserta didik pada saat di dalam kelas. Sebagai konsekuensi, cukup beralasan ketika pengajar lalu diberikan kesempatan untuk mengembangkan diri melalui penelitian yang berkelanjutan, pelatihan terhadap strategi pembelajaran yang sesuai dengan perkembangan jaman, dan menimba ilmu pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi.


Kebaruan ilmu seorang pengajar akan sangat mendukung tercapainya tujuan dalam menjalankan peran sebagai fasilitator pembelajaran. Penelitian dapat diambil sebagai langkah awal untuk mengetahui kebutuhan peserta diklat khususnya dalam pembelajaran bahasa Inggris. Pada keterampilan apa saja yang masih perlu dilakukan penguatan, dan faktor afektif apa saja yang harus menjadi perhatian. Kemudian setelahnya, akan didapat strategi pembelajaran yang dirasa paling sesuai dengan kebutuhan mereka untuk tiap skill dalam penguasaan bahasa Inggris.
Pengembangan untuk bahan ajar bahasa Inggris pun diperlukan. Sebagai lembaga pendidikan dan pelatihan vokasi yang menekankan pencapaian pembelajaran berbasis kompetensi, buku ajar untuk peserta diklat menjadi faktor yang juga mempengaruhi keberhasilan pembelajaran. Buku ajar digunakan peserta diklat dan pengajar sebagai pedoman belajar yang seharusnya memuat kebutuhan teori dan praktek bagi tiap-tiap tingkatan diklat.


Hal yang tidak kalah penting dalam berkontribusi untuk pendidikan adalah pengabdian masyarakat. Beberapa pengabdian masyarakat khususnya masyarakat maritim masih perlu dilakukan. Pelatihan bahasa Inggris dasar bagi para nelayan dan pelaut yang ada di daerah akan memberikan bekal kepada mereka dalam menghadapi tuntutan jaman. Familiarisasi dan sosialisasi aturan-aturan berbahasa Inggris bagi pelaut di atas kapal juga masih perlu ditingkatkan. Langkah ini juga akan berkontribusi dalam peningkatan kualitas sumber daya pelaut indonesia.


Ke depannya, pelaut Indonesia akan mampu membawa dirinya kembali berjaya di laut. Mereka tidak perlu lagi kuatir dengan kendala komunikasi lantaran kemampuan bahasa Inggris mereka yang dianggap tidak sesuai harapan. Pelaut Indonesia akan semakin termotivasi untuk bekerja pada pelayaran tak terbatas dan mampu menaikkan level mereka sebagai pelaut bertaraf internasional. Hal ini pun sejalan dengan visi pembangunan Presiden Jokowi untuk membuat Indonesia lebih produktif, memiliki daya saing, dan fleksibilitas tinggi dalam menghadapi perubahan di dunia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun