Mohon tunggu...
Maharani Kusumaningrum
Maharani Kusumaningrum Mohon Tunggu... Psikolog - Psikolog Klinis Dewasa yang Hobby Menulis dan Mengajar

Akrab disapa Kak Rani, Seorang psikolog dan hipnoterapis yang berjiwa muda,hobby berpetualang,senang menulis dan mengajar,serta belajar hal-hal baru. Pengajar fakultas psikologi di Univ AKI Semarang dan trainer Public Speaking di berbagai media. Blogger dan youtuber bertajuk #tanyakakrani yang berbicara mengenai kesehatan mental generasi muda. Aktif menjadi narasumber pengembangan diri kelas online bagi kaum millenials dan mahasiswa. Mendirikan lembaga psikologi berbasic humanistik sejak tahun 2014-saat ini bernama Spirit Psychology Center yang memiliki spesialisasi di bidang psikologi klinis : konseling dan psikoterapi. Kini mengembangkan sayap di bidang pelatihan,seminar dan workshop serta industri bersama tim psikolog di lembaganya. Di waktu luangnya,sering menulis artikel dan blog di berbagai media cetak maupun online,serta menjadi pengasuh rubrik psikologi di TV lokal,radio dan beberapa platform digital. Sudah mengeluarkan 2 buku antologi bersama para psikolog berjudul "Seni Melewati Masalah" dan "Sukses Menjadi Orangtua" di tahun 2019. Terus maju,berkembang,dan menginspirasi adalah motto hidupnya. Serta tak lupa menaruh harapan,impian,cinta dan keyakinan di dalamnya. Totalitas dalam bekerja dan berkarya adalah salah satu gaya hidup yang dipegang Kak Rani hingga saat ini.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Meditasi Mindfulness untuk Atasi "Academic Burnout"

30 November 2022   14:23 Diperbarui: 30 November 2022   14:34 428
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Kejenuhan akan rutinitas menjadi salah satu potret fenomena yang sering kita temui akhir-akhir ini terutama pada pelajar/siswa. Situasi-situasi seperti merasa bosan, hilang motivasi, kelelahan psikis maupun fisik, mogok sekolah menjadi sebuah fenomena umum di kalangan pelajar. Bahkan fenomena depresi pada siswa, dan munculnya anxiety (kecemasan) juga nampaknya menjadi hal umum yang perlu disoroti Bersama. Meskipun orangtua dan guru seringkali sulit memahami alasan di balik fenomena tersebut dan mengambil langkah yang salah dalam penanganannya.

Fenomena kelelahan mental ini atau disebut dengan 'burnout' menurut para ahli adalah rutinitas yang melelahkan yang bisa membuat seseorang mengalami suatu kejenuhan. Sedangkan istilah 'Student burnout' merupakan kondisi kelelahan emosional, kecenderungan untuk bersikap sinis dan merasa pencapaian pribadi rendah dikarenakan tekanan belajar, beban belajar atau faktor psikologis lainnya yang dialami oleh siswa dalam proses pembelajaran.

Istilah burnout pertama kali dikemukakan oleh psikolog Herbert Freudenberger pada tahun 1974. Sindrom ini ia temukan sebagai hasil dari pengamatannya terhadap beberapa pekerja di sektor pelayanan tatap muka. Kebanyakan dari mereka mengalami stres akibat konflik dan tekanan di kantor. Beberapa tahun kemudian, konsep burnout juga diteliti di sekolah. Hasilnya menunjukkan bahwa siswa juga dapat merasakan stres seperti pekerja. Sedangkan 'Academic burnout' atau kelelahan akademik merupakan reaksi emosional, fisik, dan mental yang negatif terhadap studi yang berkepanjangan.

Academic burnout berbeda dengan stres pada umumnya. Bukan pula kelelahan yang terjadi akibat belajar semalaman. Academic burnout merupakan puncak dari segala rasa capek yang terlalu lama mengendap di tubuh dan pikiran. Sebagai orang tua atau Guru kita perlu mengetahui ciri-ciri umum anak sudah difase burnout :

1) Tidak peduli atau apatis terhadap tugas dan tanggung jawab dalam pembelajarannya, 2) Suka Menunda pekerjaan yang kaitanya dengan pembelajaran dengan berbagai alasan, 3) Mudah Emosi berlebihan jika menyangkut dengan tugas dan belajarnya, 4) Sulit konsentrasi karena sudah ada rasa bosan berlebih terhadap mata pelajaran.

Banyak cara yang dapat dilakukan untuk mengatasi kelelahan akademis atau academic burnout syndrome ini, diantaranya dengan berkonsultasi dengan psikolog/guru BK, mengubah situasi belajar siswa dengan lebih menyenangkan, mengurangi tekanan belajar, serta melakukan break sejenak pada proses pembelajaran. Namun ada satu cara yang cukup ampuh untuk mengatasi situasi burnout ini yaitu dengan meditasi. Meditasi adalah cara yang terbukti ampuh untuk mengurangi gejala pada sejumlah gangguan kesehatan fisik dan mental, termasuk kecemasan dan juga burnout syndrome. 

Melalui meditasi, otak dilatih untuk beristirahat sejenak dan diajak untuk lebih menyatu pada kesadaran fisik dan kondisi bathin. Melalui latihan meditasi rutin, maka perlahan-lahan pengolahan emosi seorang siswa pun akan meningkat. Sehingga cara mereka dalam melihat dan mengatasi suatu permasalahan pun akan meningkat menjadi lebih baik. Penelitian pada Medical College of Georgia yang dipimpin oleh Professor Dillan McDermott menemukan bahwa di Amerika Serikat maupun di negara-negara Eropa, meditasi begitu diminati. Alasan mereka, meditasi membuat tubuh seperti di re-charge kembali dengan cara mengistirahatkan semua aspek tubuh, pikiran dan jiwa. Untuk mereka yang tinggal di kota-kota besar, meditasi diyakini dapat meredam stres di kala menghadapi kerasnya kehidupan.

Dalam menyoroti manfaat meditasi untuk anak, sekolah kedokteran ini juga meneliti manfaat meditasi untuk anak. Mereka melakukan tes terhadap 34 murid SD di Georgia. Setelah bermeditasi selama 10 menit setiap hari dalam jangka waktu tiga bulan, ternyata prestasi belajar anak-anak ini meningkat secara signifikan. Kebanyakan dari mereka mengaku, setelah meditasi, mereka menjadi lebih rileks sehingga lebih mudah menyerap di kelas."Meditasi juga melatih anak berkonsentrasi karena meditasi menuntut pemusatan pikiran pada satu titik, yaitu pikiran ke dalam diri sendiri. Dengan meditasi pun, kelak resiko kematian akibat penyakit fisik setelah dewasa dapat diturunkan", kata McDermott. Sebagai catatan, para pakar meditasi percaya bahwa 70 persen penyakit fisik berasal dari pikiran. Sehingga ketika pikiran diolah menjadi lebih rileks dengan meditasi, maka berbagai gangguan mental dan fisik akan bisa diminimalisir.

Sedangkan 'Mindfulness' adalah praktik untuk membawa kesadaran penuh tentang masa kini daripada memikirkan masa lalu atau masa depan. Ini membuat seorang anak hidup di saat ini tanpa memikirkan tuntutan, kritik, dihakimi, dan lain-lain. Beberapa orang melakukan meditasi mindfulness selama beberapa menit sehari, sementara yang lain mempraktikkannya sebagai gaya hidup. Misalnya, seorang anak bisa berlatih makan dengan penuh perhatian, memerhatikan apa yang ada di piringnya, merasakan rasa syukur, menikmati setiap gigitan, sambil juga memerhatikan bagaimana tubuh bereaksi terhadap makanan di piring. Itulah makna dan aplikasi dari meditasi mindfulness itu sendiri. Yaitu meletakkan kondisi kesadaran pada momen "here and now".

 Meditasi mindfulness ini menghilangkan beban kesadaran sambil membantu anak untuk fokus pada apa yang penting. Sebagai seorang siswa, ada banyak keuntungan yang bisa didapat ketika melakukan meditasi mindfulness secara teratur. Sebagai contoh, setiap minggunya, para siswa di Tonbridge School, Inggris mendapat 40 menit kelas meditasi dan penghilang stres. Mata pelajaran meditasi itu dirancang khusus oleh para psikolog dan menjadi mata pelajaran pertama penghilang stres yang masuk dalam kurikulum sekolah.

Para psikolog dari Universities of Oxford and Cambridge tahun lalu pernah melakukan studi mengenai efek meditasi terhadap efektivitas belajar siswa di sekolah khusus pria tersebut. Karena keberhasilannya dalam meningkatkan kemampuan belajar para siswa, maka pihak sekolah memutuskan untuk menjadikannya sebagai mata pelajaran dalam kurikulum sekolah. "Mata pelajaran ini dirancang untuk mengembangkan kemampuan berkonsentrasi dan menghilangkan perasaan gelisah. Kelas meditasi ini juga menunjukkan pada para siswa akan pentingnya ketenangan. Meditasi juga bisa membantu mereka membangun pola pikir sehat yang nantinya akan berdampak bagi kesehatan mental seperti mengurangi depresi, kecanduan atau masalah makan yang banyak dialami remaja," jelas seorang peneliti seperti dikutip dari Timesonline.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun