Mohon tunggu...
Mahaji Noesa
Mahaji Noesa Mohon Tunggu... Administrasi - Pernah tergabung dalam news room sejumlah penerbitan media di kota Makassar

DEMOs. Rakyat yang bebas dan merdeka

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Rumah Adat Toraja Rusak Berantakan di Kawasan Somba Opu

19 Juni 2012   03:14 Diperbarui: 25 Juni 2015   03:48 1374
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dua dari tiga Tongkonan atau Rumah Adat Toraja yang dibangun di dalam Kawasan Benteng Somba Opu, Kelurahan Benteng Somba Opu di Kecamatan Palangga Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan, atapnya yang terbuat dari belahan-belahan bambu sudah lapuk. Sebagian tampak sudah rusak berantakan. Demikian dengan kondisi kisi-kisi atap sebagian besar rusak dimakan rayap.

[caption id="attachment_183476" align="aligncenter" width="614" caption="Tampak salah satu lumbung padi rumah adat Toraja yang rusak berantakan di Kawasan Benteng Somba Opu/Ft: Mahaji Noesa"][/caption]

Bahkan, salah satu dari tiga lumbung padi yang dibangun di halaman depan ketiga Tongkonan tersebut, atapnya sudah hancur. Sebagian dari dindingnya yang berukiran adat Toraja juga sudah rusak, lusuh tak terurus.

‘’Sudah beberapa bulan lamanya bangunan rumah adat Toraja itu terlihat rusak begitu, tidak pernah ada orang yang memperbaikinya,’’ jelas seorang warga yang bermukim sekitar Kawasan Benteng Somba Opu, Selasa siang (19 Juni 2012).

Rumah Adat Toraja tersebut dibangun bersamaan dengan pembangunan sejumlah rumah adat dari etnis Bugis, Makassar, dan Mandar sebagai bagian dari rencana besar pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan untuk menjadikan Kawasan Benteng Somba Opu sebagai Taman Miniatur Sulawesi (TMS) dalam kepemimpinan Prof.Dr.H.A.Amiruddin Pabittei sebagai Gubenur Sulawesi Selatan (1983 – 1993).

Rumah-rumah adat lainnya yang dibangun di dalam areal Kawasan Benteng Somba Opu, yaitu rumah adat Soppeng, Sidrap, Luwu (etnis Bugis), Makassar, Gowa, Bulukumba, dan Selayar (etnis Makassar). Kala itu, Sulawesi Barat masih merupakan bagian dari Provinsi Sulawesi Selatan sehingga di kawasan ini juga dibangun rumah adat Mamuju, Majene dan Mamasa (etnis Mandar).

Ruah-rumah adat empat etnis yang dibangun tersebut justru awalnya menjadi kebanggaan, lantaran rumah-rumah adat serupa tidak ditemukan lagi di daerah asalnya, dilihat dari segi ukuran besarannya maupun konstruksi kayu-kayu yang digunakan.

Seperti rumah adat daerah Sidenreng Rappang (Sidrap) yang berhadapan dengan Rumah Adat ‘Tongkonan’ Toraja. Di Sidrap sendiri sudah tak ada rumah adat dalam ukuran sebesar yang dibangun di Kawasan Benteng Somba Opu tersebut. Demikian pula rumah adat Mandar (Sapo Mamunyu) yang berukuran cukup besar menggunakan tiang-tiang kayu-kayu ulin berdiameter 70 – 80 cm didatangkan dari Pulau Kalimantan. Termasuk rumah adat Makassar yang dijadikan sebagai tempat pertemuan ‘Baruga Somba Opu’ dengan konstruksi lebih dari 200 tiang, merupakan satu-satunya yang hanya bisa dilihat di Kawasan Benteng Somba Opu.

[caption id="attachment_183482" align="aligncenter" width="576" caption="Tampak situs sisa dinding Benteng Somba Opu sangat berimpit dengan pagar batas Taman Burung/Ft: Mahaji Noesa"]

13400749271101868497
13400749271101868497
[/caption]

Sayangnya, selepas kepemimpinan Gubernur Sulawesi Selatan, Prof Dr.H.A.Amirudddin Pabittei, pengembangan Kawasan Somba Opu ini kurang mendapat perhatian dijadikan sebagai obyek wisata sejarah dan purbakala. Padahal kala itu juga sudah ada wacana untuk menghidupkan kawasan sebagaimana kondisinya pada saat menjadi pusat pemerintahan Kerajaan Gowa sekaligus sebagai bandar teramai di Asia Tenggara pada abad XVI – XVII.

Untuk itu, di antaranya juga diwacanakan akan dibangun rumah-rumah adat kerjasama sejumlah Negara yang pernah mendirikan kantor perwakilan dagang di sekeliling Benteng Somba Opu dalam masa keemasan Kerajaan Gowa. Seperti Inggris, Portugis, Belanda, Cina, Arab, Melayu dan India. Namun itu semua kini tinggal wacana dalam kenangan.

Selain Tongkonan Toraja, atap Rumah Adat Gowa di Kawasan Benteng Somba Opu sekarang ini juga sudah terancam rusak. Penghuni yang sekaligus sebagai penjaga rumah adat tersebut harus melapisi sebagian atapnya dengan terpal plastik agar tak dirembesi air di kala hujan.

[caption id="attachment_183484" align="aligncenter" width="576" caption="Inilah site plan treetop out-bond yang berlokasi dalam kawasan Benteng Somba Opu/Ft: Mahaji Noesater"]

1340075127682969550
1340075127682969550
[/caption]

Rumah adat Sidrap tampak berantakan dijadikan sebagai tempat hunian para pekerja Gowa Discovery Park (GDP) yang membangun wahana rekreasi Water Boom, Taman Burung dan Taman Gajah di arah timur Kawasan Benteng Somba Opu. Hal sama terlihat kumuhnya di rumah adat Mamasa yang merupakan rumah adat pertama dijumpai dari gerbang pintu masuk Kawasan Benteng Somba Opu.

Kesan kawasan ini tidak terpelihara juga dapat dilihat dari sejumlah pagar kayu di depan rumah-rumah adat banyak yang sudah rusak berantakan dibiarkan tak diperbaiki. Demikian halnya dengan lingkungan kawasan yang di sana-sini jorok ditumbuhi belukar. Sejumlah papan petunjuk kawasan terlihat rusak tak terurus. Bahkan atap bangunan bastion di pojok barat dinding Benteng Somba Opu yang tersisa, sudah tahunan bolong-bolong tidak pernah diperbaiki.

[caption id="attachment_183485" align="alignleft" width="432" caption="Tampak atap bangunan bastion Benteng Somba Opu bolong-bolong tak diperbaiki/Ft: Mahaji Noesa"]

1340075300182214582
1340075300182214582
[/caption]

Kondisi Kawasan Benteng Somba Opu seperti ini mengecewakan banyak orang setelah berkunjung dari lokasi tersebut. Bahkan ada di antaranya yang mempertanyakan gerakan penantangan yang pernah dilakukan tahun lalu oleh kalangan yang mangatasnamakan sebagai seniman, budayawan, pemerhati sejarah dan arkeolog ketika akan dibangun Proyek GDP di Kawasan Benteng Somba Opu.

‘’Kita tidak tahu apa arah mereka memprotes saat itu. Lihat saja, setelah menghabiskan energi ribut-ribut, protes sana-sini karena dinilai merusak situs, proyek GDP toh akhirnya tetap dibangun, dan Kawasan Benteng Somba Opu tetap dibiarkan terbengkalai tak terurus,’’ komentar Herman, seorang mahasiswa pemerhati sejarah dan purbakala di Kota Makassar.

Padahal menurut dia, ada atau tidak ada proyek dibangun sekitar situs, kawasan bersejarah situs Benteng Somba Opu dan sekitarnya harus tetap dapat dipelihara dengan baik. Justru pelaksanaan pembangunan proyek GDP di dekat situs.pun harus selalu perlu dikawal atau diawasi keberadaannya yang komersial dan akan melibatkan kegiatan massa yang besar. Dia menyebut, perlu dikritisi pembangunan Taman Burung yang tembok batas pagarnya dibangun hanya berjarak kurang dari 20 meter dengan bekas dinding Benteng Somba Opu.

[caption id="attachment_183486" align="alignright" width="432" caption="Salah satu papan bicara di kawasan Benteng Somba Opu yang kurang terurus/Ft: Mahaji Noesa"]

13400754901280808116
13400754901280808116
[/caption]

Demikian pula dengan arena treetop out bond yang juga merupakan bagian dari Proyek GDP mengambil lokasi dalam Kawasan Benteng Somba Opu. Memanfaatkan pohon-pohon tua yang ada dalam kawasan sekitar kaki benteng. ‘’Keberadaan treetop yang dipastikan akan melibatkan kegiatan banyak orang di dalam kawasan ini ke depannya jelas akan mengancam terjadinya kerusakan situs Benteng Somba Opu, apabila tak diiringi pengawasan yang ketat. Kawasan Benteng Somba Opu adalah suatu situs jejak sejarah yang telah bersusah payah dieskavasi menggunakan biaya yang tak sedikit, setelah sebelumnya tertimbun tanah lebih dari 300 tahun lamanya,’’ katanya.

Proyek GDP dilakukan oleh investor PT Mirah Mega Wisata kerjasama Pemprov Sulawesi Selatan, memanfaatkan areal seluas 17 ha di luar situs inti Kawasan Benteng Somba Opu. Namun seperti rencana site plan awalnya, treetop out-bond saat ini, memang, terlihat tetap dibuat di dalam kawasan situs Benteng Somba Opu.

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun