Mohon tunggu...
Magdalen Wulan
Magdalen Wulan Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Partikelir

Hidup senang, hidup sulit

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Mencari Cara Mempercepat Penyediaan Sarana dan Prasarana Kesehatan di Sumbar

23 Oktober 2020   14:30 Diperbarui: 23 Oktober 2020   14:44 60
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Di tengah kondisi pandemi Covid-19 ini kesehatan masyarakat berada di atas segalanya. Sementara itu, terciptanya masyarakat yang sehat juga dipengaruhi oleh sarana dan prasarana kesehatan yang memadai. Untuk itu kita harus mengevaluasi dan mempertanyakan ulang hal tersebut. Seberapa baik perlengkapan pengobatan di rumah sakit yang kita punya? Seberapa efektifkah sistem kerja institusi kesehatan kita? Dan bagaimanakah cara memacu pembangunan rumah sakit yang sesuai dengan standar?
Pandemi Covid-19 telah menghantam institusi kesehatan di seluruh dunia. Tidak sedikit bidang kesehatan di negara-negara maju yang kewalahan menangani virus yang cepat menyebar ini. Dari banyaknya korban jiwa, kita seolah-olah sedang berada di zona pertempuran. Nahasnya, sekarang kita sedang berperang dengan sesuatu yang tidak mampu dilihat oleh mata telanjang.
Di Sumatra Barat (Sumbar) kasus positif Covid-19 hingga 22 Oktober mencapai 11.652 kasus. Untuk menanggulangi lonjakan kasus positif Covid-19, pemerintah provinsi mempersiapkan 19 rumah sakit. Namun, ketersediaan tempat tidur di rumah sakit penanganan Covid-19 yang ada di Sumbar hingga saat ini masih 60 persen. Masih banyak yang mesti dikembangkan oleh pemerintah agar sarana dan prasarana kesehatan kita berada dalam kondisi yang maksimal.
Pemerintah Provinsi Sumbar memiliki lima rumah sakit daerah, yaitu RSUD Dr. Achmad Mochtar Bukittinggi, RSJ HB. Saanin, RSUD Mohammad Natsir, RSUD Muhammad Natsir Solok, dan RSUD Pariaman. Paling tinggi, keempat rumah sakit itu masih berada di kelas B. Tentu sebagai masyarakat Sumbar kita menginginkan rumah sakit daerah umum yang berstandar kelas A seperti yang tertulis di dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2019 Pasal 19, Rumah sakit umum kelas A sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) huruf a merupakan rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit empat spesialis dasar, lima penunjang medik spesialis, 12 spesialis lain selain spesialis dasar, dan 13  subspesialis.
Namun, untuk mencapai hal tersebut tentu dibutuhkan waktu bertahun-tahun, kadang-kadang bisa mencapai sepuluh tahun. Padahal, percepatan pembangunan rumah sakit adalah sesuatu yang penting saat ini. Untuk menyiasati hal itu, kita bisa berkaca dari apa yang telah dilakukan Nasrul Abit ketika menjabat sebagai Bupati di Pesisir Selatan dan merencanakan pembangunan RSUD M. Zein Painan.
Dalam beberapa wawancara dengan media, beliau mengatakan bahwa APBD Pesisir Selatan hanya bisa menganggarkan Rp10miliar per tahun untuk pembangunan rumah sakit yang semestinya membutuhkan dana Rp100 miliar. Artinya, butuh sepuluh tahun hingga RSUD itu selesai dibangun. Untuk menggenjot pembangunan rumah sakit tersebut, beliau memakai alternatif lain, yaitu meminjam dana Pusat Investasi Pemerintah (PIP) yang saat ini berubah menjadi Sarana Multi Infrastruktur (SMI) sebanyak Rp96 miliar dalam jangka waktu lima tahun.
Peminjaman itu tidak menganggu APBD murni Pesisir Selatan karena dana pengembalian per tahun, sekitar Rp23 miliar untuk peminjaman itu,  diambil dari dana insentif daerah sebesar Rp35miliar, yang didapatkan jika laporan keuangan mendapat opini wajar tanpa pengecualian (WTP). Jadi, APBD murni Pesisir Selatan, menurut Nasrul Abit, bisa dikatakan tidak terganggu karena peminjaman itu.
Apa yang dilakukan Nasrul Abit itu merupakan hal yang sepatutnya dilakukan oleh seorang pemimpin daerah, yakni mencari celah dan mendekatkan diri ke pusat untuk menarik anggaran demi kemajuan daerah yang dipimpinnya. Hal itu bagus karena jika pemimpin daerah hanya memikirkan dari APBD saja, pembangunan akan mandek, apalagi pemimpin daerah hanya bisa mengerjakan programnya selama lima tahun.
Pengalaman selama menjadi seorang birokrat, sifat cepat tanggap, dan cepat mencari jalan keluar yang dimiliki oleh seorang Narul Abit merupakan salah satu standar penting untuk kita jika ingin memilih dan menilai calon pemimpin kelak. Masyarakat sudah terlalu kenyang dengan janji-janji yang hanya tinggal janji. Masyarakat membutuhkan pemimpin yang jelas bekerja secara nyata dan menghasilkan sesuatu yang bisa dinikmati langsung oleh masyarakat.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun