Mohon tunggu...
Mutia Ramadhani
Mutia Ramadhani Mohon Tunggu... Mutia Ramadhani

Certified author, eks-jurnalis ekonomi dan lingkungan, kini berperan sebagai full-time mom sekaligus novelis, blogger, dan content writer. Founder Rimbawan Menulis (Rimbalis) yang aktif mengeksplorasi dunia literasi dan isu lingkungan.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Pura-pura Tidur di Kursi Prioritas, Pelanggaran Etika di Transportasi Umum yang Sering Jadi Kebiasaan

14 Agustus 2025   10:18 Diperbarui: 14 Agustus 2025   16:49 206
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Etika kursi prioritas di transportasi umum (Foto: Freepik)

Suatu hari pada Minggu pagi, sekitar pukul 09.00 WIB, matahari Bekasi sudah seperti lampu sorot konser rock. Terang, panas, dan bikin silau. Saya melangkah cepat menuju Stasiun Bekasi Timur, sambil menyeberang seperti atlet lompat galah untuk menghindari motor yang nekad lawan arah. Tujuan saya hari itu ke Mangga Dua. Misi belanja pesanan orang tua, sekaligus menguji kesabaran batin di jam sibuk KRL.

Begitu masuk stasiun, antrean di mesin tap kartu sudah mirip antre beli tiket konser BLACKPINK. Padat dan penuh orang yang menatap layar HP tanpa sadar sudah disorong ke depan. Mesin sempat ngadat, bikin satu-dua orang di belakang saya mulai memainkan napas seperti naga "Game of Thrones."

Begitu berhasil tap-in, saya langsung lari kecil menuju peron. KRL jurusan Jakarta Kota sebentar lagi masuk. Di peron, sudah ada rombongan manusia dengan tatapan siap menyerbu. Di sebelah kanan saya, ada ibu-ibu yang sudah siap dengan posisi siku “pembuka jalan” dan saya tahu ini bukan lawan yang mudah.

Kereta datang. Pintu terbuka. Battle royale dimulai.

Seperti biasa, di jam segini jangan harap dapat kursi. Saya memilih strategi “dekat pintu, tapi gak menghalangi orang keluar." Strategi ini menurut saya cukup bijak, meskipun kadang ada risiko disikut saat stasiun transit.

Di tengah kerumunan, mata saya terpaku ke deretan kursi prioritas di ujung gerbong. Dari delapan kursi, empat di antaranya ditempati penumpang yang memang layak, kalau tidak salah ibu hamil, dua orang bapak tua dan satunya sudah pakai tongkat bantu, dan ibu muda gendong balita. Sisa empatnya… inilah sumber cerita kita.

Fenomena "Pura-Pura Tidur" di Kursi Prioritas

Di kursi kelima, ada anak muda, usia mungkin awal 20-an, hoodie tertutup rapat, mata merem, tangan lipat di pangkuan. Kalau dilihat sekilas, dia mirip patung lilin Madame Tussauds. Kalau diperhatikan lebih lama, sebenarnya matanya gak merem total. Ya mirip sleeping beauty mode, setengah sadar tapi pura-pura hilang kontak sama dunia.

Di sebelahnya, ada cewek dengan headphone besar model noise cancelling, main HP, pura-pura gak lihat seorang ibu paruh baya yang berdiri persis di depannya. Sumpah, kalau ini lomba “bisa berapa lama gak kontak mata dengan orang yang butuh kursi," dia mungkin sudah juara bertahan lima tahun.

Kursi ketujuh, cowok rapi bersepatu pantofel. Dia duduk dengan kaki menutup setengah lorong. Dia sesekali melirik ibu paruh baya itu dari sudut mata, tapi langsung pura-pura sibuk mengatur playlist. Kursi kedelapan diisi anak SMA yang sibuk nonton di HP (mungkin drama korea) karena ekspresi bapernya berlebihan. Saking fokusnya, kalau ada kebakaran pun mungkin dia masih sempat nonton satu episode lagi.

Kenapa Banyak yang Pura-Pura Tidur di KRL?

Fenomena ini seperti sambal di warung Padang, ada di mana-mana, bahkan kalau gak nyari pun pasti ketemu. Kalau kamu pengguna setia KRL, kemungkinan besar pernah melihat orang duduk di kursi prioritas lalu “tiba-tiba” tertidur pulas saat ibu hamil atau lansia masuk gerbong.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun