Tersebutlah tujuh perempuan bersaudara. Mereka yatim piatu yang harus menghidupi diri sendiri. Bekerja apa saja. Buruh mencuci, membantu menanam dan menumbuk padi, mencari kayu bakar, bahkan mengisi air untuk kendi-kendi tetangga.
Ketika si adik bungsu mulai tumbuh besar. Keenam kakaknya mulai keterlaluan dan kasar. Hampir seluruh pekerjaan akan dibebankan kepada sang adik yang bernama Nyi Bungsu Rarang. Tak peduli adiknya kelelahan banting tulang. Omelan, cubitan, hingga pukulan bakal diterima Nyi Bungsu Rarang bila pekerjaannya dianggap lama. Apalagi tak menghasilkan upah cukup untuk makan mereka.
Nyi Bungsu Rarang yang seringkali harus menyendiri karena tak 'dianggap' oleh kakak-kakaknya, kerap tertidur di sebuah batu di pinggir sungai. Hingga suatu ketika seekor ikan mas menghampiri dirinya yang tampak kelelahan. Sang ikan menyapa Nyi Bungsu Rarang. Mengajak berbincang. Ia mengenalkan dirinya Leungli.
Leungli menjadi teman penghibur Nyi Bungsu Rarang di setiap sore. Berbincang. Bermain. Melupakan kepedihan dan kesendirian.
Keakraban Nyi Bungsu Rarang dan Leungli si ikan mas akhirnya diketahui oleh keenam kakaknya akibat gelagat sang adik bungsu yang jauh berbeda. Lebih ceria dan tak lagi takut pada mereka. Si Leungli, diam-diam mereka tangkap dan dimasak sebagai lauk santap malam.
Nyi Bungsu Rarang yang mengetahui teman penghiburnya tinggal seonggok belulang di tempat sampah, sedih tak terkira. Dengan penuh rasa kehilangan potongan tulang si Leungli dia kubur di samping rumah. Air mata tumpah membasahi pusara sang teman. Penghibur hatinya di kala kesepian.
Dari balik tanah pusara yang kerap basah oleh air mata Nyi Bungsu Rarang itu muncul kecambah yang terus tumbuh dari hari ke hari. Membesar dan membesar menjadi pohon berdaun emas.
Waktu sehelai daunnya jatuh, tiupan angin membuatnya terbang melayang-layang. Melayang semakin jauh dan jauh sampai ke halaman sebuah istana.
Seorang pangeran yang mendapati daun aneh itu segera mencari tahu pemilik pohon berdaun emas. Tak lama akhirnya Nyi Bungsu Rarang dipersunting sang pangeran yang jatuh hati melihat keanggunan pemilik pohon berdaun emas itu.
             ***