Mohon tunggu...
Old Imp
Old Imp Mohon Tunggu... Administrasi - Penyeimbang

Urlicht

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Apakah Hewan Juga Rasis?

31 Maret 2016   13:13 Diperbarui: 31 Maret 2016   13:26 336
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 [caption caption="sains.kompas.com"][/caption]Neha Mahajan, seorang mahasiswa Yale mengepalai sebuah team riset yang terdiri dari psikolog. Ekspedisi yang dilakukan di Pulau Cayo Santiago, Puerto Rico bertujuan mempelajari perilaku prasangka rasis pada Monyet Rhesus yang hidup berkelompok dan memiliki ikatan sosial yang kuat. Kemiripan ini diharapkan dapat menjawab pertanyaan apakah manusia mewarisi purba sangka dari nenek moyangnya.

Dua gambar monyet diperlihatkan pada obyek yang diteliti. Satu dari kelompok yang sama dengan sang monyet, satu lagi dari kelompok lain. Monyet menatap lebih lama pada gambar monyet dari kelompok lain. Ini mengisyaratkan kewaspadaan sang monyet pada anggota asing. Untuk membuktikan bahwa ini bukan sekedar keingin tahuan monyet kepada monyet lain diluar kelompoknya, kali ini yang ditunjukkan adalah gambar monyet yang baru meninggalkan kelompoknya dan monyet yang baru bergabung dengan kelompoknya. Hasilnya monyet tetap menatap lebih lama gambar monyet yang baru meninggalkan kelompok walaupun sudah dikenal sebelumnya. Garis pemisah sudah jelas, kelompok saya dan bukan kelompok saya.

Lebih jauh lagi ternyata monyet mengasosiasikan anggota kelompok sendiri dengan hal yang baik dan bukan anggota kelompok dengan hal buruk. Misalkan hal baik dilambangkan dengan gambar buah dan hal buruk dengan gambar laba-laba. Sang monyet akan menatap lebih lama gambar anggota sekelompok yang dipadukan dengan laba-laba dan bukan anggota sekelompok yang dipadukan dengan buah ketimbang sebaliknya.

Mari kita simak cerita kedua, kali ini tentang seekor simpanse bernama Washoe, yang berasal dari Washoe County, Nevada, tempat ia dibesarkan. Washoe adalah spesies non-manusia pertama yang berhasil mempelajari sekitar 350 kosa kata bahasa isyarat American Sign Language (ASL). ASL adalah bahasa isyarat yang diajarkan pada para penderita tunarungu-tunawicara. 

Namun jangan berpikir Washoe mampu "berbicara" layaknya manusia. Yang dilakukan Washoe adalah memaknai isyarat Anjing untuk segala jenis Anjing dan Bunga untuk segala jenis kembang. Kalau ketemu kata thermos maka menurut Washoe itu adalah "cangkir-metal-minum". Demikianlah Washoe berkomunikasi dengan manusia pelatihnya.

Ada satu kejadian menarik saat Washoe yang berumur sekitar 5 tahun harus dipindahkan ke sebuah fasilitas penelitian di Oklahoma. Dalam fasilitas itu terdapat 25 simpanse lain yang tidak pernah dilihat Washoe. Mereka tentu juga tidak pernah mempelajari bahasa isyarat. Ketika Washoe mulai siuman dari obat bius yang diberikan selama perjalanan naik pesawat, simpanse lainnya mulai berteriak dan memukul-mukul kandang mereka. Setelah sepenuhnya siuman Washoe ditanya peneliti apa yang ia pikirkan tentang simpanse lain itu. Washoe menjawab dengan menamakan mereka "kucing hitam" dan "kutu hitum". Kucing dan Kutu adalah binatang yang tidak disukai oleh Washoe. Apakah Washoe sudah berprasangka buruk pada kaumnya sendiri?

Saya bukan ilmuwan dan tidak bermaksud berdebat tentang teori evolusi. Jika prasangka rasis merupakan warisan nenek moyang lewat evolusi apakah kita bisa melepaskan tanggung jawab kita sebagai manusia dan menyalahkan gen dan seleksi alam? Tentu saja tidak saudaraku. Tuhan sudah mengkarunianan akal budi untuk melawan segala nafsu hewani kita. Tapi betapa ironisnya kepercayan kepada Tuhan malah menambah pelik masalah prasangka dengan menambahkan agama ke dalam SARA.

Manusia sepenuhnya diberi kehendak bebas apakah mau dipakai akal budinya atau mau dicampakkan kelaut. Jika ada artis senjakala yang mau membuang akal budinya dan kembali ke cara hidup monyet saya masih bisa memaklumi. Bukankah artis itu ada untuk mengibur penonton? Bukankah kita terhibur dengan aksi topeng monyet dan membayar tiket masuk ke kebun binatang untuk melihat simpanse bercengkrama? Tapi bagaimana kalau pejabat pemerintah mencampakkan akal budi dan memilih jalan primitif rasisme? Sejarah sudah menjawabnya dengan perang salib, holocaust, rohingya. Oh itu di luar sana. Baiklah lalu bagaimana dengan pembantaian paska G30S dan kerusuhan Mei 98? 

Semoga ini semua hanya mimpi buruk dan ternyata sisa primitifisme dalan akun Pak Dubes benar-benar karena dibajak hacker. Karena jika tidak mohon Bu Retno dapat memutasikan Pak Dubes ke Pulau Cayo Santiago untuk jadi duta besar manusia bagi Monyet Rhesus. Dan oh ya jangan bilang-bilang sama orang Jepang ya. Malu saya.

Sumber gambar: www.sains.kompas.com

Sumber cerita: 

Www.scientific.american.com

Wikipedia

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun