Mohon tunggu...
M.Taufik Budi Wijaya
M.Taufik Budi Wijaya Mohon Tunggu... profesional -

"Satu langkah kecil seorang manusia, satu langkah besar bagi kemanusiaan"-Neil Armstrong. \r\n

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Dimitri Kuzmadjaja: Membebaskan Petani dari Kemiskinan

15 Februari 2010   08:21 Diperbarui: 26 Juni 2015   17:55 504
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

[caption id="attachment_74871" align="alignright" width="243" caption="Ilustrasi/Admin (Shutterstock)"][/caption]

Prihatin dengan kondisi petani di tanah air yang dinilai belum berdaya secara ekonomi, hati Dimitri Kuzmadjaja tergerak. Tanah miliknya seluas 5 hektar di Babakan Jolok, Kecamatan Cikajang, Giriawas, Garut, Jawa Barat, dikembangkan sebagai areal pertanian. Lahan tersebut, dibeli dari hasil jerih payahnya saat masih bekerja di perusahaan otomotif asing, Daimler Chrysler Indonesia. Dimitri yang telah pensiun dari pekerjaannya, kemudian mengajak warga sekitar yang berprofesi sebagai buruh tani untuk menggarap lahannya.

Mereka kemudian menghimpun diri dalam Paguyuban Tani Merdeka "Kalau berdiri resminya Paguyuban Tani Merdeka sejak Januari 2007. Tapi sebelum itu sekitar 10 tahunan, saya berusaha mengumpulkan petani dengan konsep penjualan atau bagaimana melempar ke pasar (produk pertanian) dengan konsep penjualan yang berbeda dari biasanya. Saya melakukan ini hanya karena masalah bahwa petani ini miskin. Apalagi saya dengar dari petani kalau bilang sama anaknya, kamu jangan jadi petani, karena petani itu miskin. Saya prihatin sekali mendengarnya. Oleh karena itu saya mikir bagimana caranya, seorang petani itu merasa bangga dengan profesinya sebagai petani,"jelas Dimitri. Bersama 7 anggota paguyuban, Dimitri menanam 20 jenis sayuran. Seperti buncis, brokoli, cabai, kembang kol, kacang merah, sampai singkong

Ciptakan Pasar Sendiri

Paguyuban Tani Merdeka berupaya menciptakan pasar sendiri. Sehingga harga jual sayur, tidak terikat dengan harga pasar. Artinya petani bisa menentukan harga sendiri. Menurut Dimitri harga sayuran yang mereka jual masih pantas. "Artinya, karena saya melihat harga sayur itu kan fluktuatif sekali. Misalnya harga sawi putih itu ditingkat petani cuma Rp 200,- per kilo. Lah, Ini kan sudah dibawah sekali production cost-nya. Sedangkan kita berupaya menjual sesuatu itu kita hitung berapa production cost-nya dan berapa profit yang akan kita peroleh. Dari hitung-hitungan itu, kita akan menemukan satu harga. Nah harga ini kami jaga ke konsumen kita. Selama harga itu masuk tidak akan kita ubah. Sekalipun harga di pasaran naik atau turun. Katakanlah misalnya harganya Rp 200,-. Orang beli Rp 500,- tapi konsumen kita harus tetap beli Rp 2000,-," jelasnya. Bahkan kata Dimitri, pelanggannya ada yang membeli sayur hasil keringat Paguyuban Tani Merdeka dengan harga yang cukup tinggi.

Sayur-sayuran yang dihasilkan Paguyuban Tani Merdeka, kata Dimitri antara lain dipasarkan ke sejumlah restoran sampai perusahaan katering makanan di Jakarta dan Serpong, Tangerang, Banten. Agar pemasarannya efektif, teknologi internet pun dimanfaatkan. Dimitri menguraikan, "tim marketing kita ada di Jakarta, yang bertugas meng-collect order. Kebetulan kita pasok sayur baru sepekan dua kali. Itu dihari Rabu dan Sabtu. Nah meng-collect order dari Jakarta dan kemudian mengirimkan pemesanan melalui internet (email). Dari konsumen ke marketing saya, dikirimkan ke Cikajang. Kemudian kita unduh orderannya. Kenapa saya pakai sistem ini? Supaya tak ada lagi pekerjaan yang manual di Garut. (Langkah ini -red) untuk memperkecil human error. Dan order saya adalah fix order. Artinya tidak kita jual secara eceran."

Kiat Pemasaran

Menurut Pria kelahiran Garut, Jawa Barat 59 tahun silam, konsep pemasaran Paguyuban Tani Merdeka meniru cara koperasi dan konglomerat. "Dalam konsep saya yang namanya petani itu harus tahu menjualnya ke mana. Memang petani boleh saja jago bertani tapi kalau tidak bisa menjual dengan harga yang benar. Sama saja bohong. Bisa dibilang saya mengambil idenya dari konglomerat. Konglomerat itu kan kalau punya perusahaan dari hulu ke hilir. Tapi kalau konglomerat yang punya 1 atau 2 orang. Tapi kita konsepnya, sebetulnya gak jauh seperti koperasi sih. Jadi artinya si petani mengerjakan pertanian. Kemudian kita jual. Nah karena kita tidak menjualnya ke pasar-pasar seperti Pasar Kramajati Jakarta. Kita punya 2 konsep penjualan. Salah satunya sistem bungkus. Artinya produk sayuran untuk konsumen sudah dikemas rapi. Jadi pesannya itu tidak bisa lain kalau dia beli tomat tidak bisa setengah kilo, tapi satu kilo seperti saat kita beli di supermarket," kata Dimitri berbagi kiat.

Uniknya, paguyuban yang dipimpinnya tak alergi berhubungan dengan para tengkulak dalam proses pemasaran hasil panen. Dimitri menjelaskan, "Hubungan kami dengan tengkulak itu baik saja. Bahkan kami saling membantu. Karena kebetulan yang saya pasarkan itu hampir 30 jenis sayur. Yang kadang-kadang dari hasil pertanian kami tidak dapat dipenuhi. Nah tapi kan, yang namanya konsumen tidak mau tau, tetap saja akan pesan barang yang kebetulan kami tak punya barangnya. Dengan demikian kami ambil dari teman tengkulak. Begitu juga tengkulak, kalau kami over produksi, ini diambil para tengkulak. Jadi ada kerja sama."

Dimitri Kuzmadjaja mengakui tak mudah meyakinkan anggota paguyuban dengan model pemasaran yang ia tawarkan. Meski belum banyak petani Cikajang yang mau bergabung dalam Paguyuban Tani Merdeka, tidak membuat semangatnya surut. " Terus terang saya tetap yakin meski susah, pelan-pelan tentu akan ada yang percaya. Ini kan persoalan trust. Artinya dia percaya gak bahwa konsep yang saya jalankan itu benar. Kita tahu kebanyakan petani tidak mempunyai pendidikan yang cukup tinggi. Nah ini perlu pendampingan yang terus menerus. Dan yang paling penting kalau kita berhubungan dengan petani juga mesti jujur. Apa yang kita omongkan (harus) sesuai . Misalnya soal cara jual. Mereka saya ajak dan libatkan. Dia menghitung sendiri harga jualnya. Dan juga saya suruh datang langsung ke konsumen. "

Bersama anggota Paguyuban Tani Merdeka lainnya, Dimitri Kuzmadjaja berupaya mandiri. Tidak terlalu berharap bantuan pemerintah. "Udahlah kita berupaya sendiri. Cari bantuan modal bisa lewat teman-teman misalnya. Saya dalam paguyuban, tidak minta bantuan pemerintah. Karena pemerintah sedang repot. Namanya juga merdeka. Cari market sendiri, cari permodalan sendiri. "

*Tulisan ini disarikan dari hasil wawancara penulis dengan Dimitri Kuzmadjaja, Jumat 11 Juli 2008.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun