A. Pengertian Perennialisme
Berasal dari kata Perennial yang berati  abadi atau kekal, dan dapat diartikan pula tiada akhir. Aliran ini berpendapat jika adat budaya harus selalu ada dimana adat tersebut bersifat abadi. Sehingga dalam aliran ini beranggapan bahwa pendidikan harus didasari oleh nilai-nilai kultural masa lampau, yang menimbulkan anggapan lain jika kehidupan pada masa modern ini, banyak menimbulkan krisis dalam banyak bidang. Aliran ini juga mengambil jalan regresif karena mempunyai pandangan, bahwa tidak ada jalan lain kecuali kembali pada prinsip-prinsip umum yang telah menjadi dasar tingkah laku dan perbuatan pada zama Yunani Kuno, dan pada abad pertengahan. Yang dimaksud dengan ini adalah kepercayaan-kepercayaan mengenai pengetahuan realitas dan nilai dari zaman tersebut. Dalam aliran ini kembali pada masa lampau  bukan berarti dalam atian nostalgia atau mengenang, akan tetapi dalam rangka untuk membina dan memupuk kembali apa yang diyakini dan dipegang teguh nilai-nilai asasi masa silam yang dipergunakan untuk kehidupan abadi.
Dalam dunia pendidikan, aliran ini beranggapan jika tujuan pendidikan adalah nilai kebenaran bersifat universal dan abadi. Sebab tujuan pendidikannya adalah membantu peserta didik menginternalisasikan nilai kebenaran agar mencapai kebaikan dalam hidup.
B. Tokoh-Tokoh Aliran Parennialisme dan pemikirannya
- Robbert Mainar Hajins (1963), ia mengembangkan kurikulum berdasarkan penelitian terhadap "Great Book" atau buku besar bersejarah dan pembahasan buku-buku klasik.
- Ortimer J.Adler, ia mengatakan jika manusia adalah makhluk rasional yang merupakan hakikat, yang seperti itu sepanjang sejarahnya maka tentulah manusia memiliki gambaran yang tetap pula dalam hal program pendidikan, dengan tidak mengikut sertakan peradaban masa tertentu. Karakteristik-karakteristik manusia tidak lain adalah  rasionalitas. Rasionalitas ini merupakan sifat manusia yang bersifat hakiki. dengan dasar ini pula maka aliran ini berpendapat pula, jika  sesungguhnya pendidikan atau ilmu pengetahuan adalah sebagai produk dan presentasi manusia dimanapun dan kapanpun akan selalu sama, karena memang bersumber dari hakikat yang sama. Manusia adalah makhluk yang rasioanal, yang memiliki kemampuan intelektual yang tampak dalam kapasitasnya sebagai subjek yang aktif dan dapat melakukan tindakan-tindakan seni, membaca dan mendengar, menulis dan berbicara serta berpikir. Namun, mengingat manusia adalah makhluk sosial, maka kehidupan intelektual juga hidup di tengah-tengah  komunitas yang akan menjadi eksis melalui komunikasi.