Mohon tunggu...
Luthfiyanisa
Luthfiyanisa Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Seorang mahasiswa S1 Kesehatan Lingkungan yang tertarik dengan interaksi antara manusia dan lingkungan hidup

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Kondisi Iklim Berubah, Adakah Pengaruh terhadap Penyakit Malaria?

29 November 2022   15:35 Diperbarui: 29 November 2022   15:46 218
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Alam dan Teknologi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Anthony

Oleh: Adinda Putriansyah dan Luthfiyanisa

Berubahnya kondisi iklim dapat menimbulkan berbagai dampak terhadap kesehatan manusia. Salah satunya dapat memengaruhi penyebaran penyakit menular, seperti pada penyakit malaria. Malaria merupakan penyakit yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Anopheles betina yang terinfeksi parasit Plasmodium sp.. Di dunia, malaria masih menjadi wabah dengan 241 juta kasus selama tahun 2020 (World Health Organization, 2022). Di Indonesia, malaria juga masih menjadi masalah kesehatan di beberapa wilayah Indonesia dengan jumlah kasus sebanyak 235.700 kasus terkonfirmasi malaria pada tahun yang sama (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2021).

Orang yang menderita malaria biasanya mengalami gejala, seperti demam dan flu, termasuk sakit kepala, menggigil, kelelahan, mual, muntah, diare, dan nyeri otot. Malaria juga dapat menyebabkan anemia dan penyakit kuning karena kekurangan sel darah merah dalam tubuhnya. Semua orang dapat terkena malaria, kebanyakan kasus terjadi pada orang yang tinggal dalam wilayah dengan penularan malaria. Adapun kondisi yang memengaruhi terjadi malaria seperti kerentanan (anak, ibu hamil, imigran dari daerah tanpa malaria), aktivitas migrasi, curah hujan, dan kelembaban. Curah hujan dan kelembaban ini merupakan faktor dari perubahan iklim.

Berdasarkan Centers for Disease Control and Prevention (2022), penyebaran malaria tidak dapat menular secara langsung dari orang ke orang, umumnya melalui gigitan nyamuk Anopheles betina yang terinfeksi parasit Plasmodium sp.. Nyamuk Anopheles sebelumnya menghisap darah orang yang terinfeksi parasit malaria, lalu bersama air liur nyamuk dengan parasit ini ditularkan ke orang berikutnya yang digigit oleh nyamuk tersebut. Selain itu, perilaku, siklus hidup, dan durasi aktivitas nyamuk juga dapat berubah akibat perubahan iklim.

Menurut United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) climate change atau perubahan iklim disebabkan oleh aktivitas manusia yang dapat merubah komposisi atmosfer--peningkatan gas Karbon Dioksida (CO2), Metana (CH4), Nitrous Oksida (N2O) dan lainnya--dan pola iklim pada periode waktu tertentu. Komposisi atmosfer tersebut berperan untuk menyebabkan efek rumah kaca, yaitu sebagai penahan panas matahari sehingga tidak dapat dipantulkan keluar atmosfer. Hal ini menyebabkan panas matahari tertahan di atmosfer yang membuat suhu bumi meningkat.

Perubahan iklim dapat menyebabkan berbagai dampak, seperti pelelehan es di kutub, peningkatan volume air laut, suhu udara, curah hujan  dan banjir. Peningkatan suhu dan curah hujan inilah dapat menjadi poin penting yang berkaitan dengan penyakit malaria, yaitu terhadap perkembang biakan nyamuk dan perubahan perilaku nyamuk yang menjadi hewan pembawa parasit penyakit malaria.

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Babaie, J., et al  (2018), menyimpulkan bahwa penularan malaria erat kaitannya dengan kondisi lingkungan, khususnya suhu udara karena nyamuk pembawa parasit penyakit malaria merasa "nyaman" saat suhu lingkungan di atas 16oC. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa saat suhu meningkat sebesar 1oC, infeksi malaria ikut meningkat sebesar 337%. Perubahan iklim akan merubah perilaku menggigit nyamuk, angka gigitan rata-rata (biting rate), perkembang biakan nyamuk karena nyamuk akan semakin cepat bertelur dan kematangan parasit yang dibawa nyamuk akan semakin cepat pula. Selain itu, curah hujan dan kelembaban juga berpengaruh terhadap kejadian malaria. hal ini karena saat musim hujan menimbulkan banyak genangan yang kemudian dijadikan tempat perindukan nyamuk. Maka dari itu, perlu dilakukan pencegahan untuk menurunkan angka kejadian dan penularan malaria.

Pencegahan yang dapat dilakukan ialah dengan menghilangkan tempat perindukan nyamuk, seperti PSN 3M Plus (Pemberantasan Sarang Nyamuk 3M Plus) termasuk membuang genangan air yang ada di rumah. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa penyakit malaria berhubungan dengan perubahan iklim, maka kita harus mengendalikan dampak perubahan iklim dengan melakukan upaya mitigasi untuk mencegah perubahan iklim terjadi, seperti menerapkan kebiasan ramah lingkungan agar tidak menambahkan efek gas rumah kaca sebagai penyebab perubahan iklim.

Referensi:
Babaie, J., et al  (2018). A systematic evidence review of the effect of climate change on malaria in Iran. Journal of Parasitic Diseases, 42(3), 331--340. https://doi.org/10.1007/s12639-018-1017-8
Centers for Disease Control and Prevention. (2022). Malaria. Available at: [Accessed 26 October 2022]
Intergovernmental Panel on Climate Change Change. (2014). IPCC fifth assessment report (AR5) "Climate Change 2014."
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. (2021). Kasus Malaria di Indonesia Menurun, NTT Jadi Provinsi Pertama di Kawasan Timur Berhasil Eliminasi Malaria -- P2P Kemenkes RI. http://p2p.kemkes.go.id/kasus-malaria-di-indonesia-menurun-ntt-jadi-provinsi-pertama-di-kawasan-timur-berhasil-eliminasi-malaria/
World Health Organization. (2022, July 26). Malaria. World Health Organization: WHO. https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/malaria

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun