Mohon tunggu...
luthfi mutaali
luthfi mutaali Mohon Tunggu... pembelajar/dosen/peneliti/konsultan

saya meminati bidang pembangunan wilayah, tata ruang, ekonomi regional dan perencanaan lingkungan hidup

Selanjutnya

Tutup

Analisis

DIASPORA DAN PEMBANGUNAN DI INDONESIA, Peran, Peluang dan Tantangan

19 Februari 2025   05:25 Diperbarui: 19 Februari 2025   05:25 1132
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber, SINDOGRAFIS, https://images.app.goo.gl/xj1isK1s8AR4hTdh7

Prihatin atas komentar Wakil Menteri Ketenagakerjaan Immanuel atau Noel Ebenezer soal tagar Kabur Aja Dulu. Menurut Noel, Warga Negara Indonesia (WNI) dipersilakan pergi dari Indonesia. Namun, dia mengimbau agar WNI yang telah pergi untuk tidak kembali lagi ke Indonesia. "Mau kabur, kabur aja lah. Kalau perlu jangan balik lagi,". Menyedihkan, komentar pejabat publik yang tidak dilandasi oleh pengetahuan yang cukup. Pengalaman negara negara lain membuktikan peran warga negara yang bekerja di luar negeri sangat strategis. Mereka disebut dengan diaspora.

Fenomena diaspora di Indonesia kian menjadi perhatian, terutama dalam konteks pembangunan nasional. Diaspora, yang mencakup individu Indonesia yang tinggal, bekerja, atau menetap di luar negeri, seperti tenaga kerja profesional, pelajar internasional, hingga pengusaha sukses, sebenarnya merupakan salah satu kekuatan tersembunyi yang dapat diberdayakan secara strategis. Berdasarkan data Kementerian Luar Negeri RI (2021), terdapat sekitar 9 juta diaspora Indonesia yang tersebar di berbagai belahan dunia. Angka ini merupakan sebuah potensi besar, khususnya dalam menghadapi tantangan globalisasi dan kompetisi ekonomi internasional.

Salah satu kontribusi nyata diaspora terhadap tanah air hadir melalui remitan. Bank Dunia (2020) mencatat bahwa remitan dari diaspora Indonesia mencapai lebih dari USD 9 miliar setiap tahun. Uang ini digunakan untuk mendukung konsumsi keluarga, membiayai pendidikan, bahkan investasi di sektor infrastruktur lokal. Selain dampak ekonomi langsung, diaspora juga memainkan peran vital sebagai agen transfer pengetahuan dan teknologi. Contohnya, diaspora Tiongkok telah berhasil dimobilisasi melalui kebijakan "Thousand Talents Plan" untuk meningkatkan inovasi domestik melalui transfer teknologi dan kolaborasi global (Cai, 2013). Indonesia dapat belajar dari pola ini untuk memaksimalkan potensi diasporanya.

Namun, kontribusi diaspora Indonesia belum sepenuhnya optimal, salah satunya karena berbagai kendala struktural. Hingga kini, kebijakan lintas sektoral yang mendukung diaspora cenderung parsial dan tidak terintegrasi. Kurangnya basis data komprehensif mengenai diaspora Indonesia menjadi salah satu hambatan utama. Selain itu, banyak individu diaspora merasa "terpinggirkan" akibat minimnya program yang memperkuat konektivitas mereka dengan tanah air. Lebih jauh lagi, isu birokrasi seperti pengakuan terhadap kredensial internasional atau kemudahan mendirikan usaha di Indonesia menjadi tantangan yang memperlemah potensi kontribusi mereka.

Dari sisi ekonomi, diaspora sering menemui berbagai hambatan dalam menjalin relasi bisnis dengan pihak domestik. Para diaspora kerap menghadapi peraturan yang tidak ramah, birokrasi yang lambat, hingga lingkungan investasi yang kurang kompetitif. Hal ini menjadi penghalang besar bagi diaspora yang memiliki keinginan untuk berkontribusi langsung melalui investasi atau transfer pengetahuan. Jika dibandingkan, India memanfaatkan diaspora mereka melalui Pravasi Bharatiya Divas (Hari Diaspora India), sebuah acara tahunan yang mempertemukan diaspora dengan pengusaha lokal maupun pemerintah untuk membahas potensi kerja sama. Strategi ini sukses menciptakan kolaborasi yang berkelanjutan dan menarik investasi dari diaspora India ke tanah air mereka (Kapur, 2010).

Sebagai duta budaya dan pariwisata, diaspora Indonesia juga memiliki peluang besar dalam mempromosikan citra Indonesia di kancah global. Mereka dapat menjadi agen informal yang mengenalkan budaya dan potensi wisata Indonesia, sekaligus mendukung diplomasi budaya. Peran ini seharusnya tidak dianggap ringan, terutama ketika negara-negara semakin memanfaatkan "soft power" budaya sebagai instrumen diplomasi dan perdagangan internasional.

Untuk memaksimalkan potensi diaspora dalam pembangunan nasional, pemerintah Indonesia perlu melakukan beberapa langkah strategis. Pertama, pembentukan database nasional yang menampung informasi komprehensif mengenai diaspora menjadi keharusan. Hal ini tidak hanya membantu pemetaan potensi diaspora, tetapi juga mendukung program-program terarah untuk memberdayakan mereka secara optimal. Kedua, pemerintah harus memberikan insentif yang jelas bagi diaspora untuk berinvestasi di Indonesia, termasuk penyederhanaan regulasi, insentif pajak, dan fasilitas investasi yang ramah. Ketiga, pendidikan dan riset harus diarahkan pada peningkatan hubungan bilateral antara perguruan tinggi di Indonesia dengan diaspora akademik untuk menciptakan kolaborasi inovatif.

Langkah lain yang tidak kalah penting adalah mendorong program "reverse brain drain," di mana talenta diaspora yang telah bekerja dan tinggal di luar negeri didorong untuk kembali. Program serupa yang dilakukan oleh negara-negara seperti Tiongkok dan Korea Selatan telah menunjukkan hasil yang signifikan. Misalnya, "Thousand Talents Plan" yang diluncurkan Tiongkok telah membawa kembali jutaan profesional dan ilmuwan untuk mempercepat inovasi domestik (Sharma, 2019).

Dalam konteks sosial, diaspora harus diberi peran sebagai "jembatan" antara Indonesia dan komunitas internasional. Program semacam "Indonesian Diaspora Network" dapat diperkaya dengan kegiatan yang lebih terfokus, seperti lokakarya bisnis, kampanye budaya, atau forum inovasi teknologi. Dengan langkah ini, diaspora tidak hanya berkontribusi dalam bentuk finansial, tetapi juga memperkuat posisi Indonesia di pentas global.

Kesimpulannya, diaspora Indonesia adalah aset strategis yang harus dikelola secara serius. Kebijakan yang inklusif, inovatif, dan terintegrasi sangat dibutuhkan untuk memaksimalkan peran mereka dalam pembangunan nasional. Pemerintah, sektor swasta, dan diaspora itu sendiri harus bekerja sama membangun ekosistem yang mendukung kolaborasi lintas batas. Di era globalisasi, peran diaspora tidak hanya penting untuk konteks ekonomi, tetapi juga sebagai jembatan dalam memperkuat hubungan diplomasi dan meningkatkan daya saing Indonesia di mata dunia.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun