Mohon tunggu...
Nisa Lutfiana
Nisa Lutfiana Mohon Tunggu... Tutor - Okee saya seorang perantau yang tengah mencari penghidupan di perbatasan negeri ini :)

I know I'm not the only one. Belajar tak akan pernah mengenal waktu. Inilah sepenggal cipta dari rasa yang terjaga.

Selanjutnya

Tutup

Politik

HMI Versi Saya

1 Desember 2015   20:56 Diperbarui: 2 Desember 2015   00:09 123
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Pondok Berhimpun"][/caption]

Perkenalkan, saya kader yang baru satu tahun LK I. Dulu saya sedang berjalan-jalan mencari tahu apa saja dan tidak sengaja masuk dalam suatu LK I di Komisariat Fisipol Unsoed. Tapi ternyata ketagihan mengikuti proses, bukan karena alumni ataupun uang 3 milyar. Proses yang begitu awesome, hingga enggan beranjak tanpa menyelesaikannya.

“Sedang membaca buku apa?” selalu menjadi pertanyaan wajib untuk kader. Setelah 2 atau 3 minggu jika buku tidak berubah, cadaan yang menghujat menjadi ganjaran menyebalkan dari mas-mas (eh, kanda). Menyebalkan, tapi ini menjadi pemantik untuk terus membaca. Apalagi saya berasal dari kampus hijau yang basiknya saintek. Membaca humaniora menjadi kesenangan sendiri untuk saya. Tak jarang mas-mas dan mba-mba ini memberikan rekomendasi buku untuk saya yang masih terbata-bata.

Tenang, setelah membaca mas dan mba ini siap menjadi tempat diskusi untuk yang masih sulit dicerna. Mau apa, feminis, ekopol, agraria, gerakan, sejarah, islam? Ada. Jangan khawatir tiketnya murah, hanya secangkir kopi mereka rela menjelaskan panjang lebar sesuka hati pendengar. Selain itu, ada Rabu Berburu Ilmu (RBI) yang mendiskusikan 1 bahasan. Berkeinginan untuk mengisi? Boleh.

Menulis adalah bekerja untuk keabadian, begitu kata Pramoedya. Tepat, setiap kader akan diminta menulis. Setidaknya realis setelah aksi, RBI atau diskusi lain. Berita aksi dan opini juga tak ketinggalan. Tengok saja, websitenya www.pondokberhimpun.com, ada juga www.perempuanberceloteh.com. Ah, hampir setiap minggu tulisan selalu diminta, sampai lelah telinga ini. Terkadang juga diikuti candaan, hujantan yang tetap menyebalkan. Itu semua akan berhenti ketika tulisan sudah dikirim.

Bukan hanya teori, kami diajarkan untuk bergerak, melakukan gerakan. Berbagai solidaritas dan aksi turun ke jalan sudah tak terhitung. Konflik agraria di Urut Sewu, Rembang, dan yang lainnya, solidaritas untuk buruh dan kemanusiaan, masalah domestik Banyumas seperti pungutan pendidikan dan, ah, haruskah saya sebutkan satu persatu?

[caption caption="Aksi solidaritas untuk buruh yang sedang mogok nasional 24-27 di Alun-alun Purwokerto bersama dengan organ lain (29/10)."]

[/caption]

Harapannya seluruh pemaksaan ini akan berakhir pada kebiasaan. Kebiasaan berteori dan berjuang untuk kemanusiaan.

Pada awal masuk, kami diajarkan untuk mandiri. Siapa yang tidak tahu bahwa kami punya begitu banyak KAHMI “Korps Alumini HMI” yang siap mendonorkan rupiahnya untuk kami. Tapi tidak, kami harus putar otak untuk membayar rumah kontrakan dan kegiatan-kegiatan yang kami lakukan. Jangan tanya apa yang sudah dikorbankan. “Belajarlah untuk tak tau terimakasih” begitu kata salah satu mas (kanda) pada saya. Maksudnya jika kami sudah masuk dalam dunia nyata yang keras dan akan ada gesekan ideologi jangan mau memberi balasan pada budi yang telah diberikan. Jangan mau dibayar dengan harga yang murah, sebab kita lebih berharga ketimbang uang bukan?

HMI adalah himpunan. Terserah apapun ideologi dan pemikirannya yang jelas kami berhimpun. Jadi jangan salah, ada begitu banyak orang dengan pemikirannya masing-masing di sini. Ada yang menginginkan Indonesia menjadi negara kekhalifahan, yang mencari kekuasaan bahkan mencari makan juga ada. Akan tetapi  perlu kalian ingat, ada kami yang berhimpun di Pondok Berhimpun dan mungkin di tempat lain di seluruh Indonesia. Jangan lupa, HMI adalah organisasi mahasiswa ekstra kampus terbesar di Indonesia. Maka keheterogenan HMI ini tidak selayaknya disama-ratakan.

Jadi, mestikah saya peduli dengan pemberitaan yang menggelitik di telinga saya? (NisaL).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun