Mohon tunggu...
lusyifa rahma
lusyifa rahma Mohon Tunggu... Mahasiswa

Mahasiswa

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Permasalahan Gender di Indonesia

1 Juni 2025   10:20 Diperbarui: 1 Juni 2025   10:23 71
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Abstrak 

Di Indonesia, isu kesetaraan gender akhir-akhir ini menjadi isu yang tidak ada habisnya dan masih berusaha terus diperjuangkan baik di tingkat eksekutif maupun legislatif. Permasalahan tentang kesetaraan gender ini mencakup substantif pemahaman tentang kebijakan perspektif gender itu sendiri. Oleh karenanya, gerakan gender kemudian menjadi arus utama di negara-negara berkembang termasuk di Indonesia. Dalam proses demokratisasi, persoalan partisipasi politik perempuan yang lebih besar, representasi dan persoalan akuntabilitas menjadi persyaratan mutlak bagi terwujudnya demokrasi yang lebih bermakna di Indonesia. Demokrasi yang bermakna adalah demokrasi yang memperhatikan dan memperjuangkan kepentingan mayoritas penduduk Indonesia yang terdiri dari perempuan. Ide bahwa politik bukan wilayah bagi perempuan adalah ide yang selalu didengungkan selama berabad-abad, dan ternyata memang sangat efektif untuk membatasi perempuan untuk tidak memasuki wilayah ini. Terminologi publik dan privat yang erat kaitannya dengan konsep gender, peran gender, dan stereotype, telah menciptakan ketidaksetaraan dan ketidakadilan di antara perempuan dan laki-laki. Akibat yang paling jelas dari situasi ini adalah marjinalisasi dan pengucilan perempuan dari kehidupan. Untuk itu, diperlukan berbagai upaya untuk memperjuangkan kesetaraan gender dalam kehidupan, yang nantinya diharapkan akan memberikan perubahan pandangan tentang budaya patriarki bagi masyarakat, Sehingga kesetaraan gender dalam dunia akan semakin maju. Kata Kunci: Gender, Kesetaraan Gender Abstract In Indonesia, the issue of gender equality has recently become an endless issue and is still being fought for at both the executive and legislative levels. The issue of gender equality includes a substantive understanding of gender perspective policies themselves. Therefore, the gender movement has become mainstream in developing countries including Indonesia. In the process of democratization, the issue of greater political participation of women, representation and accountability issues are absolute requirements for the realization of a more meaningful democracy in Indonesia. Meaningful democracy is a democracy that pays attention to and fights for the interests of the majority of the Indonesian population, which consists of women. The idea that politics is not a territory for women is an idea that has been echoed for centuries, and it turns out to be very effective in limiting women from entering this area. The terminology of public and private, which is closely related to the concept of gender, gender roles, and stereotypes, has created inequality and injustice between women and men. The most obvious consequence of this situation is the marginalization and exclusion of women from life.  For that, various efforts are needed to fight for gender equality in life, which is expected to provide a change in views on patriarchal culture for society, so that gender equality in the world will be more advanced. 

Keyword: Gender, Kesetaraan Gender

PENDAHULUAN 

Pendidikan seksualitas merupakan dasar penting bagi seorang individu dalam kehidupan sosialnya. Pada faktanya pendidikan seksualitas di indonesia masih sangat minim, berdasarkan Catatan Tahunan Komnas Perempuan Tahun 2023 Kekerasan terhadap Perempuan di Ranah Publik dan Negara, ditemukan sejumlah kasus pengaduan dengan total laporan yang cukup tinggi yaitu sebanyak 339.782 kasus. Dari jumlah total tersebut, kasus kekerasan berbasis gender (KBG) adalah yang paling banyak ditemukan. Disamping itu kasus kekerasan yang terdapat pada ranah personal juga menjadi pelaporan kasus KBG yang sangat mendominasi, dengan persentase 99% atau sekitar 336.804 kasus. Sejumlah laporan terkait kasus dalam ranah personal mencapai 61% atau sekitar 2.098 kasus. Sementara kasus di ranah publik berjumlah 2.978 kasus (KOMNAS PEREMPUAN, 2023). Berdasarkan data tersebut dapat diindikasikan bahwa kesadaran gender di Indonesia masih sangat rendah. Hal ini terlihat dari banyaknya kasus kekerasan berbasis gender yang banyak ditemukan terutama dalam ranah personal. Ini berarti kekerasan terjadi pada individu dalam lingkup yang lebih kecil, seperti dalam lingkungan terdekat mulai dari keluarga hingga hubungan personal lainnya. Kondisi ini juga menjadi pertanda bahwa perlu adanya upaya yang lebih besar untuk meningkatkan pemahaman serta kesadaran terkait kesetaraan gender, terutama dalam lingkup keluarga dan ranah personal. Jika menelisik lebih lanjut, berdasarkan data dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Anak per 1 Januari 2024 hingga saat ini 26 maret 2024 tercatat sejumlah kasus kekerasan yang telah terjadi, dimana kasus kekerasan seksual adalah kasus dengan jumlah paling tinggi, dengan total kasus sebanyak 2.304 kasus. Adapun persentase korban berdasarkan jenis kelamin yaitu 80,3% untuk korban perempuan dan 19,7% korban laki-laki. Sedangkan untuk pelaku kekerasan berdasarkan jenis kelamin didominasi oleh pelaku laki laki dengan total persentase 88,4% dan untuk pelaku perempuan 11,6% (SIMFONI-PPA, 2024). Data-data diatas semakin mendorong pada kesimpulan bahwa budaya yang menempatkan laki-laki pada posisi dominan dan perempuan pada posisi subordinasi masih sangat melekat di Indonesia, sehingga memicu terjadinya berbagai bentuk kekerasan dan diskriminasi berbasis gender. Gender dan Jenis Kelamin Pengertian gender dibedakan dengan pengertian seks (Jenis Kelamin). 

Pengertian jenis kelamin merupakan penafsiran atau pembagian dua jenis kelamin manusia yang ditentukan secara biologis yang melekat pada jenis kelamin tertentu, dengan (alat) tanda-tanda tertentu pula. Alat-alat tersebut selalu melekat pada manusia selamanya, tidak dapat dipertukarkan, bersifat permanen, dan dapat dikenali semenjak manusia lahir. Itulah yang disebut dengan ketentuan Tuhan atau kodrat. Dari sini melahirkan istilah identitas jenis kelamin. Gender melekat pada kaum laki-laki maupun perempuan, dikonstruksi secara sosial maupun kultural. Misalnya perempuan itu dikenal lemah lembut, cantik, emosional dan keibuan. Sementara laki-laki dianggap kuat, rasional, jantan perkasa. Ciri dari sifat itu merupakan sifat-sifat yang dimiliki oleh kedua belah pihak. Artinya ada laki-laki yang emosional, lemah lembut, dan keibuan. Sementara itu juga, ada perempuan yang kuat, rasional dan perkasa. Perubahan ciri dari sifat-sifat itu dapat terjadi dari waktu ke waktu dan dari tempat ke tempat yang lain. Dari sini melahirkan istilah identitas gender. Perbedaan gender (gender differences) antara manusia laki-laki dan perempuan terjadi melalui proses yang panjang. Pembentukan gender ditentukan oleh sejumlah faktor yang ikut membentuk, kemudian disosialisasikan, diperkuat, bahkan di konstruk melalui sosial atau kultural, dilanggengkan oleh interpretasi agama dan mitos-mitos, seolah-olah telah menjadi keyakinan. Proses selanjutnya perbedaan gender dianggap suatu ketentuan Tuhan yang tidak dapat diubah sehingga perbedaan tersebut dianggap kodrat (Mufidah, 2004). Ketimpangan Gender dan Konstruksi Budaya Perbedaan gender melahirkan peran gender yang sesungguhnya tidak menjadikan masalah jika seandainya tidak terjadi ketimpangan yang berakhir pada ketidakadilan gender. Peran gender (gender role) tersebut kemudian diterima sebagai ketentuan sosial, bahkan oleh masyarakat diyakini sebagai kodrat. Ketimpangan sosial yang bersumber dari perbedaan gender itu sangat merugikan posisi perempuan dalam berbagai komunitas sosialnya. Akibatnya ketidakadilan gender tersebut antara lain :

1) Marginalisasi perempuan

Proses marginalisasi terhadap perempuan dapat terjadi karena program industrialisasi. Program tersebut menyebabkan terpinggirkannya peran perempuan. Semula, mereka menjadi salah satu sumber daya manusia, akibat diterapkannya teknologi canggih, misalnya mengganti tenaga bagian linting rokok, pengepakan dan proses produksi dalam suatu perusahaan dengan mesin-mesin yang lebih praktis dan ekonomis, kemudian alat-alat produksi tersebut hanya diperankan oleh laki-laki. Selain itu, mesin-mesin potong padi menggantikan pekerjaan ani-ani yang semula diperankan oleh perempuan, kemudian diganti dengan sabit karena jenis padi yang ditanam harus menggunakan sabit, di mana sabit menjadi alat kerja laki laki, maka mengetam padi berubah menjadi peran laki-laki sehingga perempuan kehilangan pekerjaan. Marginalisasi itu merupakan proses pemiskinan perempuan terutama pada masyarakat lapis bawah. Demikian pula marginalisasi dalam lingkungan keluarga biasa terjadi di tengah masyarakat. Misalnya, anak laki-laki memperoleh fasilitas, kesempatan dan hak-hak yang lebih dari pada anak perempuan.

2) Penempatan perempuan pada subordinat

Sebuah pandangan yang tidak adil terhadap perempuan dengan anggapan dasar bahwa perempuan itu irasional, emosional, lemah, dan lain-lainnya, menyebabkan penempatan perempuan dalam peran-peran yang dianggap kurang penting. Potensi perempuan sering dinilai tidak fair oleh sebagian besar masyarakat akibat sulitnya mereka menembus posisi-posisi strategis dalam komunitasnya, terutama yang berhubungan dengan peran pengambilan keputusan.

3) Stereotype perempuan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun