Tahun ini kebakaran hutan kembali terjadi. Pulau Sumatera dan Kalimantan menjadi sumber asap karhutla. Bahkan asap karhutla tahun ini sudah diekspor ke negara tetangga, Malaysia juga Thailand ikut sesak karenanya. Korban jiwa dan  ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut) berjatuhan. Penderita ISPA sampai September kemarin mencapai 919.516 orang. Penderita ISPA tersebar di enam provinsi yang terdampak karhutla yakni di Riau, Sumatera Selatan, Jambi, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Selatan(kompas.com).
Salah satu penyumbang terjadinya kebakaran hutan adalah pembukaan lahan yang dilakukan oleh perusahaan sawit. Dilansir dari CNN Indonesia, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) telah menyegel 52 area konsesi perusahaan yang diduga menyebabkan Kebakaran Hutan dan Lahan (karhutla) dan sebanyak 14 perusahaan diketahui kepemilikan asing.
Kebakaran hutan yang hampir tiap tahun terulang sudah seharusnya menjadi perhatian serius pemerintah. Bukan hanya pemerintah daerah tapi juga pusat. Karena dampak buruknya luar biasa merugikan banyak orang, bahkan sampai merenggut nyawa. Sebagai pemangku kebijakan, pemerintah harus mengambil tindakan tegas terhadap perusahaan-perusahaan yang melanggar aturan. Tak pandang bulu apakah dalang pembakaran adalah perusahaan asing atau swasta atau bahkan ada campur tangan oknum pegawai pemerintah. Semua deretan pemerintah harus sadar posisi hutan Indonesia sebagai paru-paru dunia, harus dijaga eksistensinya, diperhatikan betul regulasi pengaturan hutan.
Islam sebagai agama juga sistem kehidupan, mempunyai pandangan dalam menyikapi fenomena ini. Dalam Islam, hutan termasuk kepemilikan umum bukan milik negara ataupun individu. Hal ini berdasarkan hadist nabi, "Kaum muslimin berserikat dalam tiga hal : air, padang rumput [gembalaan], dan api." (HR. Abu Dawud, Ahmad, Ibnu Majah).
Sedangkan kepungurusan hutan hanya boleh dilakukan oleh pemerintah/ negara saja, termasuk melakukan pengawasan dalam tata kelola hutan dan memberikan sanksi yang berat atas pihak yang dapat merusak hutan. Negara pun wajib mencegah hal-hal yang dapat merusak hutan dan membahayakan masyarakat serta lingkungan. Sehingga hutan akan tetap terjaga dan dapat diambil keuntunganya untuk masyarakat bukan untuk pribadi dan perusahaan.
Wallahu a'lam bishwab.
Oleh : Arnita