Mohon tunggu...
Nurfadhilah
Nurfadhilah Mohon Tunggu... Konsultan - Beramal demi ridha Allah
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Seorang ibu rumah tangga dan pemerhati dunia Islam

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Lagi-lagi Beban Berat Masyarakat (BBM) Bertambah (Naik)

16 April 2018   07:46 Diperbarui: 16 April 2018   09:25 271
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Beban berat masyarakat nampaknya kian hari kian bertambah. Naiknya harga bahan pokok, rendahnya daya beli masyarakat dan semakin sulitnya mendapatkan pekerjaan, serta semakin meningkatnya angka pengangguran menunjukkan bahwa kehidupan ekonomi masyarakat semakin sulit. Apalagi baru-baru ini pemerintah kembali menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) pertalite sebesar Rp 200, setelah sebelumnya mereka menaikkan harga BBM umum pertamax, pertamax turbo, dexlite, dan pertamina dex (bangka.tribunnews.com, 25/3/18).

Menurut Vice President Corporate Communication Pertamina, Adiatma Sardjito, menyatakan penyesuaian harga BBM jenis pertalite merupakan dampak dari harga minyak mentah dunia yang terus naik. Pada saat yang sama, nilai tukar rupiah melemah terhadap dolar Amerika Serikat (m.liputan6.com, 25/3/18).

Padahal sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Ignasius Johan menegaskan bahwa tarif listrik dan harga BBM yang diatur pemerintah tidak akan naik hingga tahun 2019 (viva.co.id, 5/3/18).

Lalu apa sebetulnya yang mendorong pemerintah menaikkan harga BBM di tengah semakin beratnya beban hidup masyarakat? Hal itu tidak lain karena adanya liberalisasi migas yang berlandaskan kapitalisme. Dalam sistem kapitalisme akan meniscayakan kebijakan yang berbau liberalisasi. Akibatnya, semua tergantung harga pasar bebas milik para pemodal. Dengan adanya liberalisasi migas ini juga membuka peluang pihak asing untuk turut andil dalam pemanfaatan BBM. Dengan naiknya BBM, asing akan bisa masuk menjajakan BBM kepada rakyat untuk meraih keuntungan dan bersaing dengan SPBU milik negeri. Jadi jelas, siapa yang diuntungkan dalam kenaikan BBM ini. Sementara rakyat, makin hari kian sulit, karena meski naik 200 rupiah kenaikan BBM ini membawa efek domino yang akan mengakibatkan naiknya berbagai kebutuhan pokok. Bisa kita lihat, baru beberapa hari BBM naik, harga kebutuhan pokok hampir seluruhnya mengalami kenaikan. Misalnya saja cabai rawit sebelumnya Rp 30.000 menjadi Rp 60.000 per kilo. Belum lagi bawang merah, tapi yang paling mencolok adalah kenaikan harga bawang putih (tribunnews.com, 28/3/18).

Sungguh miris sebetulnya, melihat rakyat Indonesia yang makin hari semakin sulit. Padahal Indonesia adalah negara yang kaya akan Sumber Daya Alam (SDA). Namun, karena aturan yang diterapkan adalah Sistem Kapitalis, SDA yang melimpah ruah ini justru dikuasai oleh asing.

Berbeda jika yang diterapkan adalah sistem Islam. Migas dan SDA yang melimpah lainnya dalam pandangan Islam merupakan milik umum. Pengelolaannya harus diserahkan kepada negara untuk kesejahteraan rakyat. Tambang migas itu tidak boleh dikuasai swasta apalagi asing. Abyadh bin Hammal menceritakan bahwa ia pernah menghadap kepada Nabi SAW dan minta diberi tambang garam yang menurut Ibnu Mutawakkil, berada di daerah Ma'rib lalu beliau memberikannya. Namun saat ia akan pergi, ada seseorang yang berada di majelis berkata kepada Rasul : "Tahukah Anda apa yang Anda berikan padanya, sungguh Anda memberinya sesuatu laksana air yang terus mengalir." Maka beliau pun menariknya kembali darinya (HR. Baihaqy dan Tirmidzy).

Rasul SAW juga bersabda:

Kaum muslim berserikat dalam tiga hal: padang rumput, air dan api (HR Abu Dawud dan Ahmad).

Karena itu, kebijakan kapitalistik, yakni liberalisasi migas baik di sektor hilir termasuk kebijakan harganya, maupun di sektor hulu yang sangat menentukan jumlah produksi migas, dan kebijakan zalim dan khianat serupa harus segera dihentikan. Sebagai gantinya, migas dan SDA lainnya harus dikelola sesuai dengan syariah. Jalannya hanya satu, melalui penerapan syariah Islam secara kaffah. Saat itulah SDA dan migas akan menjadi berkah yang menyejahterakan seluruh rakyat.

*

By. Shintia Rizki Nursayyidah

ibu rumah tangga dan pengurus Kogenci (Komunitas Generasi Cinta Negeri)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun