Mohon tunggu...
Nurfadhilah
Nurfadhilah Mohon Tunggu... Konsultan - Beramal demi ridha Allah
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Seorang ibu rumah tangga dan pemerhati dunia Islam

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Faktor dan Solusi untuk Mengatasi Kejahatan Seksual Pedofilia

23 Januari 2018   08:06 Diperbarui: 23 Januari 2018   08:49 2444
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Beberapa waktu yang lalu kita dikejutkan dengan kasus pedofilia seorang guru honorer yang sering disapa Babeh di Tangerang. Ia telah menyodomi 41 orang anak. Kita juga dikejutkan dengan kasus video porno yang melibatkan seorang anak dengan wanita dewasa di daerah Bandung, dan juga beberapa kasus lainnya yang membuat kita orangtua merasa ketar ketir khawatir dengan keselamatan anak-anak kita.

Pedofilia sendiri bukanlah sebagai suatu kejahatan yang dianggap biasa karena mereka melibatkan anak-anak yang merupakan generasi penerus peradaban. Lalu apa yang menjadikan kejahatan ini semakin marak? Apa yang menyebabkan mereka tidak takut dan jera melakukan kejahatan seksual pada anak, bahkan ada yang korbannya bukan satu dua tapi puluhan? Apakah hukum untuk para predator sudah cukup? Kalau memang sudah cukup kenapa kasus seperti ini terus berulang?

Menurut Direktur Rehabilitasi Sosial Anak Kementerian Sosial Nahar, kasus kekerasan maupun pelecehan seksual pada anak selama 2017 meningkat dibandingkan 2016. Sebanyak 1.956 kasus pada tahun 2016 dan meningkat menjadi 2.117 kasus selama 2017, kata Nahar seperti dikutip Antara di Jakarta, Senin (8/1). Beberapa faktor yang menyebabkan kasus kejahatan seksual pada anak subur di indonesia, diantaranya pertama, kurang tegasnya hukum terhadap para pelaku kejahatan seksual. Para pelaku kejahatan seksual dihukum minimal 5 tahun penjara dan maksimal 15 tahun penjara. Hukuman tersebut belum dikurangi remisi dan tentu saja hukuman tersebut tidak sebanding dengan dampak dari kejahatan mereka.

Faktor kedua adalah angka kemiskinan yang masih tinggi di Indonesia. Banyak anak-anak yang berkeliaran di jalanan untuk membantu kedua orangtua mereka. Mereka bekerja, berjualan, tanpa pengawasan dari orangtua. Anak-anak ini rentan menjadi korban kekerasan dan kejahatan seksual. Atau bisa jadi, anak-anak yang kurang mampu finansialnya, justru mereka yang mengajukan diri demi mendapatkan imbalan berupa uang. Yang ketiga adalah pornografi dan pornoaksi yang masih mudah diakses. Hal ini menjadi pemicu bangkitnya hawa nafsu untuk melakukan kejahatan seksual. 

Tentu kita tidak ingin fenomena pedofilia terus berulang. Harus ada penyelesaian yang benar-benar menyelesaikan hingga ke akar permasalahan. Solusi yang benar-benar dapat menghilangkan pedofilia.

Ternyata, Islam, sebagai agama yang dianut oleh mayoritas penduduk Indonesia memiliki jawabannya. Islam sudah menetapkan hukuman bagi pelaku pedofilia. Apabila kejahatan yang dilakukannya merupakan perbuatan zina maka hukumannya adalah dirajam jika sudah menikah atau dicambuk seratus kali jika belum menikah. Apabila kejahatan yang dilakukan adalah liwath (homoseksual), maka hukumannya adalah hukuman mati. Sebagaimana sabda Rasulullah saw, "Siapa saja yang kalian temukan melakukan perbuatannya kaum Nabi Luth, maka bunuhlah pelaku dan objeknya." (HR.at-Tirmidzi no.1456, Abu Dawud no.4462 dan dishahihkan oleh al-Albani dalam Shahih at-Tirmidzi).

Dan apabila kejahatan yang dilakukan adalah hanya pelecehan seksual (at taharusy al jinsi) dengan tidak melakukan liwath atau zina maka hukumannya ta'zir, yang diputuskan oleh qadhi. Pelaksanaan hukuman pun dilakukan di depan umum, dilihat oleh masyarakat yang lain.

Dengan memberikan hukuman yang tegas kepada para pelaku, akan timbul efek jera. Dan sekaligus ini menjadi tindakan preventif, siapa saja yang menyaksikan akan berpikir ratusan bahkan ribuan kali untuk melakukan kejahatan yang sama. Disamping itu, ketika pelaku ikhlas menerima hukumannya, maka ia akan terbebas dari hukuman atas kejahatannya di akhirat kelak. Bukankah lebih baik dihukum di dunia daripada di akhirat.

Selain memberikan hukuman yang tegas, Islam menjamin pemenuhan kebutuhan pokok (sandang, pangan, papan) dan kebutuhan dasar (kesehatan, pendidikan, keamanan). Sehingga rakyat tidak perlu melakukan segala cara bahkan berbuat dosa, untuk mendapatkan uang demi memenuhi kebutuhannya. Juga, Islam menjaga keimanan rakyatnya, salah satu caranya dengan mengamankan media dari konten pornoaksi dan pornografi yang merusak.

Semua solusi ini hanya akan menjadi teori yang menghiasi ilmu pengetahuan saja jika tidak diterapkan. Sekarang terserah pada kita, apa kita hanya ingin solusi ini menjadi teori saja atau benar-benar menjadi solusi yang riil dengan menyerukannya?

Wallahu a'lam bish shawab.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun