Mohon tunggu...
Andreas Lucky Lukwira
Andreas Lucky Lukwira Mohon Tunggu...

mantan ketua angkatan, mantan kasir, mantan calo tiket sepakbola, mantan reporter tabloid kecantikan, mantan kernet Mayasari, mantan kordinator operasi bis malam....sekarang calo bis pariwisata plus EO tour kecil2an pengasuh akun @NaikUmum

Selanjutnya

Tutup

Otomotif

Mengenal Angkutan Umum Konvensional di Jakarta

14 Agustus 2014   17:49 Diperbarui: 18 Juni 2015   03:34 494
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Transportasi. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Wirestock

Di usia Jakarta yang ke 487, ibukota tercinta ini masih tidak luput dari berbagai masalah besar. Salah satunya kemacetan.

Tingginya populasi kendaraan pribadi di Jakarta menjadi salah satu penyebab kemacetan Jakarta yang jarang diakui (dan disadari) oleh kita sendiri. Data registrasi nopol kendaraan di Ditlantas Polda Metro Jaya (akhir 2013) perbandingan kendaraan pribadi dengan kendaraan umum di Jakarta adalah 91%-9%. Angkutan umum disini adalah kendaraan plat kuning dimana di dalamnya termasuk bus pariwisata dan truk barang yang bukan angkutan bertrayek. Jumlah kendaraan di Jakarta raya (wilayah hukum Polda Metro Jaya) sendiri adalah 14juta kendaraan dimana 10,5 juta diantaranya adalah sepeda motor, 2 juta unit mobil, 120 ribu unit kendaraan khusus (ambulance, Damkar dsb) dan sisanya angkutan umum (termasuk truk barang) . Kebayang kan bagaimana macetnya Jakarta. Dari data Study on Integrated Transportarion Master Plan II 2004 kerugian Jakarta sendiri akibat kemacetan adalah sekitar Rp 35 Miliar/hari (baca: per hari!!).

Dari data diatas bisa kita lihat ada keengganan warga Jakarta untuk naik angkutan umum. Alasannya banyak, paling klasik adalah soal keamanan dan kenyamanan. Ada benarnya juga, meski sebenarnya ada tips-tips untuk mengatasi ketidakamanan dan ketidaknyamanan di angkutan umum. Alasan lain adalah; tidak mengerti trayek. Ini terjadi setelah 10 tahun Transjakarta (dan 14 tahun berjayanya kredit sepeda motor), dimana terjadi ketergantungan yang tinggi warga Jakarta akan 2 moda transportasi; Sepeda motor dan Transjakarta. 2 tahun mengelola akun yang dikhususkan untuk membantu orang naik angkutan umum saya mendapat beberapa pertanyaan yang menggelitik; "Lho, PPD masih ada min?", atau "Tarif Kopaja itu apa min?". Sebenarnya tidak salah para penanya tersebut, tapi ada kecenderungan angkutan-angkutan konvensional (non TJ dan KRL) teralienasi dari warga Jakarta. Bagaimana di TV ataupun radio perhatian atau sosialisasi (baik dari Dishub DKI ataupun para pakar) lebih ke Transjakarta. Sekalinya ada sorotan untuk angkutan konvensional adalah ketika mereka kecelakaan.

Nah dari latar belakang tersebut tulisan ini mau mengajak para penumpang lebih mengenal angkutan-angkutan di Jakarta.

1. KWK
KWK merupakan singkatan dari Koperasi Wahana Kalpika (Kendaraan Angkutan Lingkungan dan Pinggiran Kota). KWK memiliki ciri khas berwarna merah dengan menggunakan angkutan minibus/van (Carry, Kijang, Panther, Granmax dan APV). KWK ada di hampir seluruh kotamadya di Jakarta kecuali Kodya Jakarta Pusat dan Kabupaten Kepulauan Seribu. Tarif KWK berdasarkan jarak (dekat dikasih Rp 2 ribu juga mau). Pengkodean trayek KWK berdasarkan Kodya, misalkan KWK T01 Cililitan-Setu, huruf "T" menjelaskan KWK tersebut terdaftar di Jakarta Timur. Hurh "B" Jakbar, huruf "S" Jaksel, huruf "U" Jakut. Selain melayani rute dalam Kodya, beberapa KWK melayani lintas Kodya misalkan KWK S15A Ragunan (Jaksel)-Taman Mini(Jaktim), hal ini menjadikan KWK S15A sebagai KWK dengan rute terpanjang. Beberapa KWK malah lintas provinsi misalkan T04 Cililitan (Jaktim) - Pondokgede (Bekasi, Jabar) atau T19 Taman Mini (Jaktim) - Depok (Jabar).

2. Mikrolet
Mikrolet, konon berasal dari kata Micro dan light yang berarti kendaraan angkut kecil dan ringan. Mikrolet memiliki ciri khas berwarna biru telur asin, jenis kendaraan minibus. Jika dulu Mikrolet identik dengan minibus bermesin depan (Kijang/Panther), maka 6 tahun ini mulai keluar mikrolet dengan jenis mesin gantung (dibawah) yakni APV ataupun Granmax. Berbeda dengan KWK yang berbentuk koperasi, mikrolet dioperasikan banyak koperasi semisal Kopamilet Jaya (Koperasi Pemilik Angkutan Mikrolet), Kolamas Jaya, Kojang Jaya dsb. Pengkodean Mikrolet menggunakan kode "M". Berbeda dengan KWK, mikrolet persebarannya sampai ke tengah kota misalnya M44 Kampung Melayu-Karet dan M01/M01A Kampung Melayu-Senen. Mikrolet dengan lintas provinsi diantaranya M28 Kampung Melayu (Jaktim) - Pondokgede (Bekasi), M26 Kampung Melayu - Kranji (Bekasi) dan M56 Kampung Rambutan - Bojong Menteng (Bekasi). Untuk tarif, Mikrolet menganut tarif progresif alias berdasarkan jarak.

3. APB
APB adalah kepanjangan Angkutan Pengganti Bemo. Dulu di beberapa sudut ibukota banyak beroperasi bemo dengan berbagai rute. Untuk saat ini bemo tersisa di Karet, Manggarai-RSCM dan Krekot-Olimo. Sedangkan rute-rute Bemo lain sudah diganti dengan minibus. Warna APB identik dengan mikrolet, biru telur asin. Hanya untuk jenis kendaraan biasanya berjenis Suzuki Carry. APB biasanya hanya lintas kecamatan alias tidak keluar Kodya. Pengkodean APB adalah dengan singkatan Kodya, misal JT04 Salemba-Rawasari yang berarti APB di Jakarta Timur. JP04 Pasarbaru-Kartini yang berarti APB di Jakarta Pusat. APB  juga menerapkan tarif progresif (berdasarkan Jarak).

4. Metromini
Mantan raja jalanan ini identik dengan kesan ugal-ugalan. Metromini naik daun dengan citra tersebut ketika kejadian Metromini U24 Senen-Priok masuk sungai Sunter yang menyebabkan banyak korban jiwa. Metromini berupa mikrobus seat 30 (berdiri juga 30 :-D ) dan menggunakan warna khas Jakarta; Oranye. Sama seperti KWK, pengkodean Metromini berdasarkan Kodya. Tarif Metromini adalah flat Rp 3 ribu jauh-dekat (untuk beberapa metromini yang lewat tol menjadi Rp 4 ribu).

5. Kopaja
Meski sama-sama mantan raja jalanan, namun Kopaja lebih siap berbenah dari metromini. Informasinya sih dikarenakan ada perebutan posisi pengurus di PT Metromini. Kopaja singkatan dari Koperasi Angkutan Jakarta, berwarna hijau kombinasi putih. Sejak 4 tahun lalu Kopaja mengeluarkan varian Kopaja AC yang terintegrasi dengan transjakarta (S13 Ragunan-Grogol). Kopaja juga menganut pengkodean trayek berdasarkan Kodya. Tarif Kopaja juga flat, untuk non AC Rp 3 ribu dan yang AC Rp 5 ribu (termasuk gratis naik transjakarta).

6. Koantas Bima
Kepanjangan dari Koperasi Angkutan Lintas Bis Madya. Berjenis Mikrobus dengan warna dasar kuning kombinasi Hijau. Koantas hanya memiliki 3 trayek yang masih beroperasi. Yakni S102 Ciputat-Radio Dalam-Tanah Abang, S509 Kp Rambutan-Cilandak-Lebakbulus, dan S510 Kp Rambutan-Lebakbulus-Ciputat. Menganut tarif flat Rp 3 ribu untuk S102 dan Rp 4 ribu untuk S509 dan S510 (yang lewat tol).

7 Kopami
Jika Koantas terkenal di wilayah Jaksel maka Kopami "hanya" terkenal di bagian Utara dan Barat. Kopami saat ini hanya mengoperasikan 2 trayek yaitu P12 Senen-Roxy-Grogol-Kalideres dan P02 Senen-Manggadua-Kota-Muara Angke. Huruf "P" di depan trayek berarti Kodya Jakpus. Tarif Kopami juga flat Rp 3 ribu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Otomotif Selengkapnya
Lihat Otomotif Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun