Mohon tunggu...
Ines Sabrina
Ines Sabrina Mohon Tunggu... Penulis

Bagi saya, menulis adalah kegiatan yang menyenangkan dan membawa manfaat yang besar dalam kehidupan saya. Sebagian kehidupan saya adalah menulis, saya senang menulis banyak hal.

Selanjutnya

Tutup

Halo Lokal

Memahami Hypersexual dalam Belenggu Hasrat

26 April 2025   18:10 Diperbarui: 26 April 2025   18:19 108
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hal pertama yang perlu dilihat adalah hubungan antara aktivitas seksual dan kesejahteraan emosional. Kalau aktivitas itu lebih sering jadi pelarian dari stres daripada bentuk keintiman yang sehat, itu tanda awal yang perlu diperhatikan. Begitu juga kalau keinginan untuk melakukan aktivitas seksual terasa menguasai hidup, mengabaikan logika, dan sulit dihentikan meski sudah mencoba.

Mengakui bahwa ada masalah adalah langkah pertama yang sangat penting. Tidak ada rasa malu dalam mencari bantuan. Konseling, terapi kognitif perilaku (CBT), atau terapi trauma bisa sangat membantu untuk membongkar akar masalah yang memicu perilaku tersebut. Dalam beberapa kasus, dukungan komunitas seperti kelompok 12 langkah (mirip seperti program untuk pecandu alkohol) juga bisa jadi jalan keluar.

Sama pentingnya, kita harus mulai membangun pemahaman bahwa seksualitas sehat adalah tentang kendali, pilihan sadar, dan rasa hormat terhadap diri sendiri maupun orang lain. Menormalkan pembicaraan tentang kesehatan seksual, tanpa stigma, bisa membantu banyak orang merasa lebih aman untuk mencari pertolongan.

Bagi siapa pun yang merasa terjebak, ingat: mengakui butuh bantuan bukan tanda lemah. Justru itu bukti bahwa kamu berani bertanggung jawab atas hidupmu. Hypersexual mungkin terasa seperti beban yang berat, tapi dengan bantuan yang tepat, penyembuhan itu sangat mungkin. Dan bagi kita yang ada di sekeliling, berhentilah menghakimi. Kadang orang yang tampak "berlebihan" justru sedang berjuang melawan sesuatu yang tidak kita pahami sepenuhnya. Sedikit empati bisa jadi awal dari perubahan besar. Di dunia di mana segala hal bisa dipuaskan dalam hitungan detik, mengendalikan diri justru jadi bentuk keberanian paling nyata. Seks bukan sekadar kebutuhan biologis; ia seharusnya menjadi pengalaman yang berakar pada kesadaran, rasa aman, dan penghormatan terhadap diri sendiri.

REFERENSI

Saroni, A. (2018). Indahnya pernikahan & rumahku, surgaku. Nas Media Indonesia.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Halo Lokal Selengkapnya
Lihat Halo Lokal Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun