Mohon tunggu...
elde
elde Mohon Tunggu... Administrasi - penggembira

penggembira....

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Hiburan Segar Survei Kompas pada Kubu Prabowo

23 Maret 2019   12:48 Diperbarui: 23 Maret 2019   13:53 1744
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Salah satu survei yang ditunggu publik terkait pilpres 2019 adalah keluaran dari Litbang Kompas. Independensi dan kredibilitasnya memang masih dipercaya oleh banyak masyarakat. Dijadikan referensi pembanding tingkat elektabiltas paslon yang bersaing di pemilu dan pilpres.

Sebulan menjelang hari H, 17 April 2019 saat penentuan siapa yang bakal menjadi orang nomer 1 di Indonesia untuk periode 2019-2024, Litbang Kompas mengeluarkan hasil survei yang direspon oleh sebagian orang cukup mengejutkan. Mengejutkan karena selisih elektabilitas dari Jokowi-Ma`aruf dan Prabowo-Sandi hanya terpaut 11,8%. Berbeda dengan kebanyakan survei yang mengunggulkan paslon 01 dengan angka lebih dari 18%.

Tanggapan riang gembira datang dari kubu Prabowo. Yang semula tidak percaya dengan lembaga survei lain dan selalu mengagungkan survei internal bila elektabilitasnya terpaut jauh lalu menuding survei-survei itu bayaran, kali ini beda sikap. Karena Survei Litbang Kompas dianggap menguntungkan. Merujuk tren Jokowi-Ma`ruf yang mengalami penurunan dan dibawah 50%. Angka yang diyakini berbahaya bagi petahana. 

Melihat tren kenaikan elektabilitas paslon 02. Euforia kemenangan didepan mata dan klaim Jokowi sudah game over pun dipropagandakan dengan nyaring. Trick memainkan psikologis masyarakat hingga mereka sendiri lupa "akal sehatnya" bahwa waktu pencoblosan tinggal sekitar 4 minggu lagi. Dengan selisih angka 11,8% hampir bisa dikatakan mustahil untuk mengejar ketinggalan apalagi menyalip. Tren kenaikan elektabiltas paslon 02 pun bisa dibilang hanya landai-landai saja.

Sejak 6 bulan dihitung dari Oktober-Maret, berdasarkan survei Kompas hanya menghasilkan kenaikan 4,7%. Artinya rata-rata sebulan cuma 0,8%. Itupun Sandi katanya sudah mengunjungi ribuan titik dan Prabowo juga sudah keluar kandang. Ditambah sebagian pendukungnya yang menyemburkan hoax, fitnah dan kampanye hitam.

Suatu kewajaran bagi penantang di pilpres negara manapun elektabilitasnya condong naik. Kenaikan itu bisa diperoleh lewat program janji-janji surga untuk membius masyarakat ditambah isu negatif dan semburan hoax untuk menjatuhkan petahana. Tinggal tren kenaikan elektabilitasnya signifikan atau tidak. Kalau hanya 0,8% dalam sebulan dan selisihnya dengan petahana 11,8%, anak SD juga bisa menghitung bahwa mimpi untuk menang sebaiknya dikubur saja.

Beda dengan petahana yang sudah bekerja beberapa tahun dan bisa dinilai oleh masyarakat, maka rakyat yang merasa terpuaskan dengan prestasi kerja petahana sudah bisa dipetakan pilihannya. Untuk menaikkan angka elektabilitas bagi petahana memang lebih sulit dibanding penantangnya. Berkaca dari pilpres 2009 saat SBY-Budiono yang diunggulkan dengan elektabilitas 71% tapi hasil akhir mengalami penurunan dan menang sekitar 60%.   

Adanya penurunan elektabiltas petahana 3,4% masih dapat dikatakan wajar. Kemungkinan selama perjalanan pemerintahan 6 bulan terakhir, ada yang merasa dikecewakan dengan kebijaksanaan pemerintah. Selain itu bisa juga termakan isu negatif hingga membuat pindah ke lain hati. Namun angkanya tidak signifikan untuk menjadikan Jokowi-Ma`ruf secara matematik akan kalah dalam hitungan 4 minggu kedepan.

Bagi pendukung Jokowi hasil survei Kompas ini seharusnya menjadikan lebih percaya diri. Kalau ada yang cemen sampai khawatir atau takut akan kalah, cara membacanya pasti terbalik. Survei Kompas ini sebenarnya malah menunjukkan bahwa kemenangan paslon 01 tinggal menunggu hari saja. Tidak mungkin perolehan suara Prabowo-Sandi akan bisa menyamai apalagi menyalip Jokowi-Ma`ruf. 

Lebih mustahil lagi bila pemilih yang merahasiakan pilihannya sebesar 13,4% akan melabuhkan semuanya pada paslon 01. Sebagian dari angka tersebut belum tentu juga akan memilih alias golput atau karena alasan lain hingga tidak bisa menyalurkan pilihannya. Andai dibagi rata ke kedua kubu, Jokowi-Ma`ruf juga masih tetap unggul.

Dengan elektabilitas 49,2% yang dimiliki paslon 01, ini adalah modal besar bagi Jokowi untuk menuju periode keduanya. Setidaknya bisa dijaga agar tidak mengalami penurunan lagi, bahkan dengan usaha keras masih bisa dinaikkan agar target kemenangan minimal 60% bisa tercapai. Waktu yang tersisa 4 minggu diusahakan semaksimal mungkin untuk menggaet swing voter, karena tinggal suara itu yang sekarang diperebutkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun