Mohon tunggu...
lolyca permata
lolyca permata Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa

Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik Universitas Sriwijaya

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

"The Prince", Sebuah Karya Tulis tentang Bagaimana Sang Penguasa Bertindak sebagai Pemimpin Berdasarkan Kacamata Niccolo Machiavelli

29 November 2021   11:52 Diperbarui: 29 November 2021   12:10 2202
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Kajian filsafat politik tentunya akan selalu diwarnai oleh kekuasaan dan moralitas. Kekuasaan adalah sebuah jembatan atau sarana untuk dapat mewujudkan kehendak rakyat. Kekuasaan dapat disama artikan dengan praktik politik yang dimana seorang penguasa akan melakukan apa saja untuk bisa dapat melanjutkan kekuasaannya. Penguasa, kekuasaan dan juga negara adalah sebuah satu kesatuan yang saling mempengaruhi dan mengikat serta tidak dapat dipisahkan. 

Kekuasaan tidak mungkin dapat terlaksana apabila tidak ada negara begitu pula sebaliknya sebuah negara tidak akan bisa terbentuk dengan baik dan sempurna jika tidak ada kekuasaan. Hal ini disebabkan karena kekuasaan dan negara adalah satu elemen yang saling mempengaruhi satu sama lain. Setiap orang terkhususnya setiap tokoh politik pastinya mempunyai pandangan dan perspektif tersendiri mengenai konsep kekuasaan. 

Perbedaan pandangan tersebut muncul di waktu yang berbeda dan tentu saja berbeda di dalam memahami konsep yang disajikan. Perbedaan pemahaman ini pastinya sangat di pengaruhi oleh keadaan sosial yang terjadi. Salah satu ahli politik yang memberikan tentang pemahaman konsep dari kekuasaan itu ialah Niccolo Machiavelli. 

Machiavelli adalah salah satu tokoh klasik yang sangat berani dan tegas untuk mendukung konsep kekuasaan yang harus dimiliki oleh seorang penguasa, meskipun didalam mendapatkan dan juga mempertahankan sebuah kekuasaan itu ia harus dapat bisa menghalalkan segala macam cara. Tidak hanya itu, ia juga telah dikenal sebagai pemikir politik yang paling berpengaruh didalam sebuah pemikiran politik dunia. 

Hingga sampai saat ini pun pemikiran-pemikirannya masih tetap dikenang. Machiavelli telah dianggap secara luas yaitu sebagai pengatur siasat atau ahli taktik yang jahat dan berliku-liku. Machiavelli juga telah menulis karyanya yang dikenal sebagai "The Prince" dan "Dircorse". (Mukhtar, 2018)

Pandangan yang telah dijabarkan oleh Machiavelli di dalam The Prince mungkin akan terdengar cukup ekstrim di telinga kita. Akan tetapi, apabila kita melihat lagi tentang cerita hidupnya yang di habiskan di dalam konflik politik yang berkelanjutan, mungkin buku tersebut akan dinilai sangat realistis dan dapat dijadikan sebagai sebuah teks sejarah yang memiliki nilai keaslian yang tinggi. Fokus inti dari tulisan Machiavelli tersebut bukan tentang politik yang bersih dan etika yang luhur. Nilai utama yang ditekankan oleh Machiavelli ini adalah tentang perlunya stabilitas di ranah pangeran/penguasa. 

Buku The Prince ini telah dianggap secara luas sebagai salah satu buku politik yang paling berpengaruh, terutama tentang perolehan, pelestarian, dan juga penggunaan sebuah kekuasaan politik di dunia Barat. Pengamatan dari Machiavelli terus bergaung di kalangan politisi, mahasiswa, dan cendekiawan. Saat ketika Machiavelli menulis bukunya II Principe, dia tidak bermaksud untuk menulis sebuah karya tulis ilmiah yang menceritakan tentang teori politik, akan tetapi tulisan tersebut disukai oleh keluarga Medici yang berkuasa, yang dimana mereka percaya bahwa tulisan itu telah memberikannya sebuah nasihat tentang bagaimana penguasa bisa memperoleh dan mempertahankan kekuasaan.

Bagi Machiavelli, kebaikan moral terbsesar yaitu sebuah negara yang berbudi luhur dan stabil. Oleh karena itu, untuk dapat membuat negara berbudi luhur, perlu diperlukan tindakan untuk dapat melindungi negara tidak peduli seberapa kejamnya itu. Meskipun Machiavelli berkata didalam bukunya bahwa kekuasaan haruslah dipertahankan bahkan dengan cara yang paling kejam. Machiavelli sangat agar Sang Penguasa tidak boleh untuk dibenci. Dia memberikan jawaban yang dapat diandalkan tentang apakah penguasa harus dihormati atau dicintai. 

Dia berkata, "Seorang penguasa yang cerdas harus membentuk membangun kekuasannya didasarkan pada apa yang dia miliki daripada apa yang dimiliki oleh orang lain; seperti yang telah ditunjukan, dia harus berusaha untuk tidak dibenci." Dia juga mengatakan " Lebih baik menjadi orang takut dan dicintai; namun, jika seseorang tidak dapat memiliki keduanya, maka lebih baik ditakuti daripada dicintai". (Putra, 2015)

Machiavelli lebih melihat kepada masalah persoalan kekuasaan yang mengacu pada bagaimana raja sebagai penguasa memiliki kekuasaan berupa kewajiban untuk mengendalikan orang-orang yang berada dibawah kendalinya. Hubungan antara penguasa dengan yang berkuasa yang dimana penguasa dianggap mampu memimpin negara dan berhak untuk mengatur sebuah negara. 

Sejauh esensi kekuasaan yang bersangkutan, pemikiran dari Machiavelli ini lebih dekat dengan tingkat konseptual Parsons yang dimana kekuasaan ialah mengandung unsur pengawasan. Menurut Machiavelli, kekuasaan yang dimiliki pada raja akhirannya akan harus melaksanakan kekuasaan untuk bisa memperhatikan tindakan dari para menteri dan bangsawan angkatan perang serta rakyatnya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun