Mohon tunggu...
Abd Hafid
Abd Hafid Mohon Tunggu... Dosen - Dosen Universitas Ibnu Sina Batam & STAI Ibnu Sina Batam

Doktor Pendidikan Agama Islam UIN Jakarta, Mahasiswa Manajemen SDM S3-UNJ tahun 2015 dengan status candidat Doktor 2018. Dosen Tetap STAI Ibnu Sina Batam

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Menjaga Marwah Dalam Pandangan Islam

16 April 2018   08:34 Diperbarui: 16 April 2018   09:09 14955
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Oleh: A Hafid Daeng Tarang

(Mahasiswa S3-Pengkajian Islam, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta) 

Tulisan ini lahir sebagai sebuah kritikan membangun yang ditujukan pada kelompok masyarakat yang mengatasnamakan diri Pembela Marwah Rudi (PMR). Di samping itu, tulisan ini juga dimaksudkan sebagai masukan bagi Walikota Batam, bapak Muhammad Rudi terkait dengan keberadaan ormas/LSM PMR. Kaitannya dengan kejadian pagelaran tari exotis di alun-alun pemko Batam yang diprakarsai oleh LSM tersebut, maka penulis pun memberikan masukan pada kita semua sebagai masyarakat Batam. Begitu juga tulisan ini  sekaligus kami tujukan kepada pejabat "Rudi" yang dalam hal ini sebagai Walikota Batam.

Dalam Kamus Besar Bahasa Idonesia (KBBI) kata Marwah memiliki pengertian antara lain adalah martabat, kehormatan, gengsi, kemuliaan, pangkat tinggi. Sedangkan secara istilah, marwah mengandung beberapa makna yaitu (1) Tumbuhan medis yang bearoma (2) Nama bukit di mekah. Kata marwah juga sering dijadikan sebagai nama dari anak perempuan dengan harapan bayi perempuan kita menjelma menjadi anak bayi perempuan yang cantik, indah dan berharga.

Kemudian apakah marwah dalam arti kehormatan, kemuliaan dan pangkat tinggi itu bisa di jaga oleh orang lain ataukah lembaga/organisasi masyarakat? Pada dasarnya menjaga Marwah dalam arti ini tidaklah tepat, bahkan cenderung mengada-ada (oleh orang Melayu menyebutnya mandai-mandai), pada dasarnya Allah menciptakan manusia itu adalah sebagai mahluk yang paling berharga dan mulia di permukaan bumi ini. 

Namun tidak sedikit, manusia sendirilah yang merusak kehormatan dan harga dirinya, dengan melakukan perbuatan-perbuatan yang amoral, yang tidak sesuai dengan norma-norma agama. Karena itu, kemuliaan yang terdapat dalam diri manusia ini haruslah selalu dijaga dari pada hal-hal yang dapat merusaknya, baik yang berupa sikap dan perbuatan yang dilakukan oleh diri sendiri, maupun yang dilakukan oleh orang lain terhadap pribadinya.

Apabila menjaga marwah dialamatkan pada seorang pejabat daerah, maka itu tak lebih daripada membantu dan bekerjasama dengan pihak pemerintah agar program-program pembangunan dapat sejalan dengan kehendak rakyat dan berjalan dengan baik. Akan tetapi jika menjaga marwah dialamatkan pada seorang pejabat tinggi daerah secara pribadi, maka ini dapat dikategorikan sebagai perbuatan sia-sia. 

Harga diri seorang pejabat sangat tergantung pada apakah dalam menjalankan pemerintahannya berlaku amanah atau tidak. Jika ia amanah, tidak korupsi, mendahulukan kepentingan rakyat banyak dibanding kelompoknya dan sebagainya maka dengan sendirinya pejabat tersebut telah menjaga marwahnya sendiri. Sedangkan jika pejabat tersebut tidak amanah, maka dengan sendirinya dia sendirilah yang menjatuhkan harga dirinya, marwah dan kehormatannya. Sehingga tak seorang pun mampu menjaganya kecuali dirinya sendiri.   

Islam memberikan tuntunan, kalaupun harus dengan mengeluarkan harta demi menjaga kehormatan atau harga diri, hal itu boleh untuk dilakukan. Sebagaimana yang disabdakan oleh Nabi Muhammad saw: "Peliharalah untuk menjaga diri kamu dengan harta kamu" (HR. Ad-Dailami). Karena itu, dalam perspektif Islam, harga diri itu lebih berharga dan mulia daripada harta benda. Namun yang terlihat sekarang, terkadang manusia rela menjatuhkan harga dirinya demi memperoleh keuntungan harta benda.

Bagaimana jika ada kelompok masyarakat seperti Ormas/LSM dan sebagimana mengklaim diri sebagai "Penjaga Marwah" seseorang?. Sekali lagi marwah seseorang tidak tergantung pada apakah di jaga atau tidak dari pihak luar. Marwah seseorang melekat pada dirinya sendiri, bukan pada orang atau kelompok organisasi. 

Marwah itu abstrak sifatnya, tidak kelihatan dipermukaan kecuali melalui perilaku dan perbuatannya. Oleh karena seringkali manusia melakukan perbuatan-perbuatan kekerasan dengan berdalih membela harga diri, membela pejabat yang didukungnya, padahal untuk menjaga kehormatan atau harga diri seorang pejabat menurut ajaran Islam, bukanlah dengan pertengkaran atau kekerasan, juga bukan dengan perilaku-perilaku berlebihan yang justru malah meruntuhkan harga diri bukan hanya pejabat yang dilindunginya tapi bahkan harga diri yang bersangkutan.    

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun