Mohon tunggu...
Sulistyo
Sulistyo Mohon Tunggu... Buruh - Buruh Dagang

Yogyakarta

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

SMK, Sekolah Menghapus Kemiskinan?

5 April 2018   14:07 Diperbarui: 8 April 2018   11:56 2568
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber foto: edukasi.kompas.com

Harian Kompas, edisi 4 April 2018 kemarin , menurunkan dua judul tulisan berkait dengan  pengembangan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Yang pertama menempati rubrik Pendidikan & Kebudayaan, dengan judul: Siswa SMK Diarahkan Berwirausaha (halaman 12), sedangkan yang kedua ditampilkan dalam rubrik Sosok berjudul: Semangat Memajukan SMK (halaman 16).

Kedua berita tersebut pada intinya sama-sama menekankan betapa perlunya SMK untuk ditumbuh kembangkan sesuai harapan, terutama bagi para lulusannya nanti turut serta mengisi lapangan kerja. Hal ini pastinya sejalan dengan Instruksi Presiden No.9 Tahun 2016 tentang Revitalisasi Sekolah Menengah Kejuruan, sebagai dasar pengelolaannya.

Dalam menyorot kendala berdasarkan kondisi nyata selama ini, ada beberapa aspek telah diurai seperti terbatasnya tenaga guru produktif, kelambanan kurikulum, dan minimnya laboratorium yang memadai -- sehingga kendala atau hambatan rersebut telah mendapat perhatian pemerintah bersama pihak lain yang punya kompetensi.

Terkait hal tersebut, pernah disampaikan oleh Presiden Jokowi bahwa: Sekira 80 persen guru SMK merupakan guru normatif yang mengampu pelajaran Bahasa Indonesia, Agama, Bahasa Inggris, dan PKN. Ia meminta SMK harus memiliki banyak guru yang mumpuni mengajarkan keterampilan sesuai kebutuhan dunia industri (KOMPAS.com, 29/11/2017, 07:09 WIB). Ditambahkan pula, "Pendidikan kita ke depan harus mau berubah total, bukan normatif rutinitas. Karena tantangannya sudah berbeda."

Dari paparan ringkas diatas, selanjutnya dapat dikatakan pendidikan vokasi atau dalam hal ini SMK sedang mendapat perhatian banyak kalangan. Sejak diwacanakan hingga kini di-implementasikan kebijakan-kebijakan dalam rangka membangkitkan kembali keberadaan SMK tentunya perlu kita sambut bersama.

Kepedulian semua pihak secara terkait atau secara lintas sektoral untuk mengapresiasi kebijakan pemerintah ini menjadi penting, karena betapapun keseriusan yang telah menjadi keputusan pimpinan tertinggi -- jika tidak didukung oleh jajaran struktur dibawahnya serta masyarakat luas maka kebijakan mulia itu kurang memberi makna sesuai harapan dan tujuannya.

Penulis sendiri sebagai orang tua dan mempunyai anak yang kini sedang menekuni ilmu pengetahuan di SMK sangatlah menaruh atensi sekaligus ikut serta mengapresiasi. Paling tidak, ikut mendukung implementasi kebijakan berkait revitalisasi SMK dan bilamana perlu ikut ambil bagian secara aktif sebagai wali murid. Terlebih dengan mengingat bahwa menyekolahkan anak bukanlah hanya urusan anak dengan pihak guru atau sekolah semata, orang tua juga perlu ikut ambil bagian sehingga aktivitas pembelajaran menjadikan tanggung jawab semua pihak yang terlibat didalamnya.

Ditengah kesungguhan pemerintah merevitalisasi SMK melalui pembenahan tenaga pendidik/guru yang kini difokuskan pada peningkatan kualitas guru produktif sesuai bidang keahliannya, dan pembenahan kurikulum SMK yang dinamis sesuai kondisi masing-masing wilayah, serta peningkatan fasilitasi lainnya -- penulis sangat terkesan dengan munculnya sosok  di luar organisasi pemerintah yang ternyata sudah bertahun-tahun peduli menekuni, memotivasi dan advokasi terhadap generasi muda utamanya para murid SMK beserta lingkungannya.

Beliau bernama Marlock (67), seperti diliput dalam rubrik Sosok (Harian Kompas, 4/4/2018, halaman 16) yang sudah malang melintang dengan menggandeng sejumlah pengusaha untuk membantu SMK dengan mendirikan Forum Peduli Pendidikan Pelatihan Menengah Kejuruan Indonesia (FP3MKI). Melalui pendekatan yang cukup komprehensif, beliau telah berkontribusi nyata memberdayakan sejumlah siswa demi menatap masa depannya.

Hal yang  patut dihargai atas inisiatifnya tersebut yaitu konsistensi beliau dalam menjembatani antara kebutuhan tenaga kerja perusahaan dan mematangkan kesiapan lulusan SMK sebagai syarat yang harus dipenuhi disamping spesifikasi keilmuan misalnya: kesantunan, kemandirian, dan kreativitas yang perlu dimiliki calon pekerja.

Begitu semangatnya Marlock dalam menggeluti aktivitasnya, sampai muncul plesetan akronim "SMK = Sekolah Menghapus Kemiskinan". Istilah yang nampaknya idealis ini bukan tidak mungkin akan terwujud nyata bilamana proses pendidikan di SMK  benar-benar segera berubah, dalam artian penambahan/peningkatan mutu guru produktif, kurikulum yang fleksibel sesuai kondisi wilayah, dan fasilitas (ruang praktek/laboratorium) memadai.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun