"Kak, kalau puasa minum susu boleh nggak?"
"Nggak, nanti batal. Minumnya kalau udah buka, ya"
Eits. Kok malah ngelucu, sih.
Jangan kira itu cuma rekayasa, benar pertanyaan tersebut sempat singgah pada percakapan saya di whatsapp beberapa waktu lalu. Sempat ingin langsung saya bahas lebih panjang melalui artikel, tetapi malah bahas yang lain.
Pun ketika baru selesai dua kalimat pembuka ini, tiba-tiba pertanyaan yang sama dari orang yang berbeda muncul kembali. Sepertinya memang harus segera dibahas, nih.
Minum susu agar sempurna?
Mari mengenang masa lalu. Ingat kampanye "4 Sehat 5 Sempurna" yang mengatakan 4 sumber gizi berupa makanan pokok, lauk-pauk, sayur-mayur, buah-buahan lalu disempurnakan dengan susu?
Rata-rata orang masih mengingatnya sampai sekarang dan justru tidak tahu bahwa kampanye tersebut sudah direvisi menjadi "Pedoman Gizi Seimbang". Kampanye ''4 Sehat 5 Sempurna"yang dicanangkan pemerintah sejak tahun 1955 itu tujuannya sebenarnya baik yaitu untuk mempermudah masyarakat memahami pola makan yang benar.
Lalu kenapa kalau baik direvisi? Tujuannya memang sudah baik, hanya saja ada yang jadi menimbulkan salah kaprah. Salah satu poin penting yang menimbulkan hal tersebut adalah soal susu yang dianggap menyempurnakan. Kampanye tersebut seolah menjadikan susu sebagai minuman yang sempurna dan tak bisa diganti.
Bagaimana jika ada seseorang yang tidak mengkonsumsi susu? Kasihan jadi tidak pernah mencapai sempurna, padahal bisa jadi bukan karena tidak mampu membeli, tetapi kondisi tubuh yang memang tidak bisa dipaksakan seperti adanya intoleransi laktosa.