Mohon tunggu...
Listhia H. Rahman
Listhia H. Rahman Mohon Tunggu... Ahli Gizi - Ahli Gizi

Lecturer at Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Holistik ❤ Master of Public Health (Nutrition), Faculty of Medicine Public Health and Nursing (FKKMK), Universitas Gadjah Mada ❤ Bachelor of Nutrition Science, Faculty of Medicine, Universitas Diponegoro ❤Kalau tidak membaca, bisa menulis apa ❤ listhiahr@gmail.com❤

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Ketika Penulis Terbawa Perasaan Tulisannya Sendiri, Wajar Nggak?

15 Maret 2018   15:58 Diperbarui: 15 Maret 2018   20:43 846
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi (http://austinfreelancewriter.com)

Pernah gak sih kalian sedang asyik menulis eh malah jadi baper (bawa perasaan), terus tiba-tiba gak kuat mau nerusin tulisannya lagi?

Baru kemarin saya alami hal yang demikian. Sebelum-sebelumnya juga sudah sering sih. HAHA. Maklum saya memang orang yang sensitif perihal perasaan. Sampai-sampai suka nggak sadar sering  dibawa juga kalau sedang menulis dan dampaknya tulisan saya baru beres sampai setengahnya, atau masih mending setengah karena terkadang malah baru sepertiga tulisan yang baru saya kerjakan.

Tidak semua tulisan bisa mengundang ke-baperan. Tetapi menurut  survei kecil-kecilan yang saya buat, hampir sebagian besar yang sering berhasil membuat baper adalah tulisan yang yang bau-baunya menyangkut pengalaman pribadi. Kalau kata teman saya, apalagi kalau bahas mantan. Kalau saya jangankan bahas mantan, bahas apa aja bisa di baper-in.

Ya.memang tidak menutup kemungkinan , hal-hal yang berupa  pengandaian (maksudnya bukan merupakan pengalaman pribadi) juga bisa saja dampaknya bikin baper. Apalagi debagai penulis kadang kita juga membayangkan hal tersebut terjadi pada kita bukan? Biar ngena,harapannya.

Saya Kira Itu Masalah Saya Sendiri

Saya kira cuma saya yang suka baper karena tulisan sendiri. Tapi ternyata, tidak. Beberapa teman yang punya hobi menulis pun pernah merasakan hal yang serupa saya alami. Bahkan mereka yang mengaku pernah baper bukan perempuan seperti saya tetapi laki-laki. Ealah, bro.

Menariknya baper yang terjadi memang punya dampak yang berbeda-beda. Misal, kalau saya sudah baper, saya memilih berhenti sebab terkadang baper yang saya alami itu rada lebay, bisa sampai nangiS-nangis geje (gak jelas). Sedangkan teman saya justru malah jadi bersyukur ketika baper datang di sela-sela proses menulisnya, sebab faktor baper membuat cerita yang ia buat jadi mengalir, banyak ide.

Tentu kejadian baper semacam ini nampaknya jadi sah-sah saja, wajarlah! Mau laki-laki atau perempuan, tidak memandang jenis kelaminnya apa. Apalagi datangnya baper itu sebenarnya baik yaitu karena kita terlalu terbawa cerita kita sendiri. Hebat ya?

Masa sih gitu?Iyain aja.

Asal Jangan Jadikan Alasan untuk Tidak Melanjutkan Sama Sekali

Banyak cara menghadapi baper di tengah tulisan yang kita buat sendiri. Jika kamu seperti saya yang memilih berhenti ya boleh-boleh saja,kok. Bukan saya cari temen,lho. Tetapi tetap ada tapinya. Jangan jadikan alasan baper kemudian tidak melanjutkan sama sekali. Selesaikanlah sampai digaris finish.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun