Saat akan minum obat pernahkah kamu berfikir "Sebenarnya apakah semua bahan yang digunakan aman?" Kebanyakan orang mungkin tidak pernah berfikir sampai sejauh itu, karena obat seharusnya memang menyembuhkan. Namun, ternyata dibalik manfaat dari obat yang di dapat dengan proses panjang pembuatannya, ada satu hal yang jarang kita sadari keberadaan yaitu pelarut sisa atau residual solvent. Zat ini tidak memberi manfaat apa pun bagi tubuh, bahkan bisa menimbulkan risiko kesehatan jika jumlahnya berlebihan.
Apa Itu Pelarut Sisa atau residual solvent?
Pelarut di industri farmasi digunakan untuk berbagai keperluan, seperti melarutkan bahan aktif, memurnikan zat, atau mempermudah proses pembuatan. Idealnya, pelarut ini harusnya dihilangkan sepenuhnya sebelum obat dipasarkan. Sayangnya, proses produksi tidak selalu bisa membersihkannya sampai tuntas. Sehingga, masih ada sedikit pelarut yang ikut tertinggal di dalam obat. Masalahnya, beberapa pelarut termasuk dalam kategori zat berbahaya. Artinya, walaupun jumlahnya kecil, keberadaannya tetap menimbulkan risiko.
Beberapa pelarut yang biasanya digunakan, contohnya etanol, aseton, dan etil asetat yang tergolong relatif aman bila kadarnya rendah. Ada juga yang lebih berbahaya, seperti metanol, toluena, atau kloroform. Bahkan, ada pelarut yang benar-benar harus dihindari, contohnya benzena atau karbon tetraklorida karena bersifat karsinogenik. Hal ini menunjukkan tidak semua pelarut punya tingkat risiko yang sama, sehingga batas amannya pun berbeda.
Dampak yang Perlu Diwaspadai
Keberadaan pelarut sisa bisa menimbulkan dampak yang luas. Beberapa pelarut terbukti berbahaya dari sisi kesehatan, karena ada pelarut yang bersifat karsinogenik (pemicu kanker), bisa merusak sistem saraf, bahkan ada yang berisiko pada perkembangan janin.
Pelarut yang berlebihan juga mempengaruhi mutu produk, di mana obat bisa cepat berubah warna, sampai menimbulkan bau yang tidak wajar, sehingga mengalami penurunan stabilitas. Semua ini tentu mengurangi kualitas obat yang kita konsumsi.
Upaya Pengendalian
Masalah ini sebenarnya sudah diantisipasi oleh lembaga internasional seperti ICH yang telah menetapkan aturan ketat mengenai batas aman kandungan pelarut sisa dalam obat, dengan mengelompokkan pelarut berbahaya ke dalam tiga kelas:
Kelas 1: sangat berbahaya dan sebaiknya dihindari.
Kelas 2 : masih bisa dipakai, tetapi penggunaannya dibatasi ketat.
Kelas 3 : dianggap relatif lebih aman, selama kadarnya tidak melebihi batas tertentu.