Mohon tunggu...
Lisa Dwi Mukti
Lisa Dwi Mukti Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa S1 Pariwisata Universitas Gadjah Mada

Suka healing di wisdom park

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pseudo-Ekowisata: Ketika Realita Tak Sesuai Prinsip Ekowisata

6 Desember 2022   14:18 Diperbarui: 6 Desember 2022   14:52 447
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Taman Nasional Bali Barat (Sumber: CNN Indonesia)

Isu mengenai lingkungan menjadi salah satu pembahasan yang penting terutama setelah merebaknya pandemi Covid-19 di seluruh dunia. Pariwisata sebagai sektor yang diharapkan dapat mengembalikan kerugian ekonomi akibat pandemi, juga berupaya untuk menerapkan prinsip berkelanjutan dalam penyelenggaraannya. Dari beberapa bentuk alternatif yang ditawarkan diantaranya adalah prinsip ekowisata. 

Munculnya prinsip ini sebagai salah satu bentuk jawaban akan dampak negatif yang dirasakan akibat penyelenggaraan pariwisata konvensional, terutama yang sebelumnya banyak diterapkan pada masa sebelum pandemi Covid-19. Sehingga diharapkan ekowisata dapat menjadi salah satu alternatif pariwisata guna menciptakan pemulihan ekonomi yang ramah lingkungan.


Definisi dan Prinsip Ekowisata

Ekowisata sendiri dapat dijelaskan sebagai sebuah pengembangan wisata jenis khusus yang berupaya untuk menciptakan keseimbangan lingkungan alam, sosial, budaya serta ekonomi masyarakat lokal demi mencapai tujuan pariwisata berkelanjutan.

Menurut definisi terbaru oleh The International Ecotourism Society (TIES, 2015) ekowisata adalah sebuah perjalanan bertanggung jawab ke daerah alami yang melestarikan lingkungan, menopang kesejahteraan masyarakat lokalnya, serta didalamnya melibatkan pendidikan dan interpretasi. Pendidikan yang dimaksud tidak hanya berlaku untuk wisatawan tetapi juga untuk tuan rumah (host), serta dalam hal ini pendidikan merupakan salah satu indikator keberhasilan dari ekowisata. 

Indonesia sebagai negara yang memiliki keanekaragaman hayati tentu sangat mendukung adanya ekowisata. Sayangnya, dalam penyelenggaraannya masih banyak yang belum sesuai dengan prinsip ekowisata menurut TIES seperti:

  • Meminimalkan dampak negatif terhadap lingkungan, sosial dan budaya

  • Membangun kesadaran dan kepedulian terhadap budaya dan lingkungan

  • Memberikan pengalaman positif, baik bagi wisatawan maupun warga lokal sebagai tuan rumah

  • Memberikan keuntungan finansial langsung bagi konservasi

  • Memberikan keuntungan finansial dan pemberdayaan bagi warga lokal

  • Meningkatkan sensitivitas bagi iklim politik, lingkungan, maupun sosial pada negara tuan rumah.

Apabila sudah demikian, maka penyelenggaraan ekowisata ternyata masih memiliki banyak tantangan serta menimbulkan dampak negatif. Biasanya hal tersebut juga tidak terlepas dari destinasi yang menjual diri mereka dengan teknik greenwashing, sehingga seringkali sulit membedakan antara ekowisata sebenarnya dengan ekowisata yang hanya iklan semata. Kadang yang dipromosikan hanya pariwisata berhubungan dengan alam, tidak termasuk bagaimana konservasi lingkungannya maupun peningkatan kesejahteraan masyarakat lokalnya. Praktik ekowisata yang tidak sebenarnya tersebut kemudian merujuk pada istilah "pseudo-ekowisata".

Pseudo-ekowisata

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun