Mohon tunggu...
Immanuel Lingga
Immanuel Lingga Mohon Tunggu... Ilmuwan - write what you think

Rejoice in the Lord always. I will say it again: Rejoice!

Selanjutnya

Tutup

Money

Ketika Panasnya Batubara Sudah Menjadi Suam-suam Kuku

25 Agustus 2015   21:12 Diperbarui: 25 Agustus 2015   21:15 94
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Gemerlap panas batu bara sudah semakin redup, sepertinya booming batu bara untuk saat ini sudah berakhir. Harga batu bara lebih dulu anjlok dibandingkan komoditi lain di dunia setelah harga minyak dunia drop menjauh dari ratusan dollar menuju hanya puluhan dollar saja.

Meskipun kualitas batu bara negara kita sangat terkenal sebagai thermal coal yang relative ramah lingkungan dan banyak di ekspor ke pembangkit-pembangkit listrik di negara-negara seperti China, India, Korea dan Jepang. Tetapi pelemahan ekonomi dunia telah menekan permintaan akan batu bara dari Indonesia. Akibatnya, tambang-tambang dengan skala operasional kecil cenderung tidak memiliki economic scale dan less-effective  tidak dapat bertahan lantas tutup. Perusahaan-perusahaan besar yang sudah memiliki kontrak jangka panjang dengan buyer juga harus melakukan adjustment nilai kontrak jual beli yang juga akan berdampak kepada peningkatan effisiensi untuk menekan biaya operasional. Diibaratkan hidup tidak semewah sebelumnya ketika harga batu bara diatas seratus dollar.

Usaha rental mobil di kota-kota yang sebelumnya ramai aktivitas batu bara menjadi sepi, rumah makan dan hotel-hotel menjadi sepi pengunjung. Tanah yang sudah dikupas dan dikeruk dibiarkan berlubang dan berlumut. Masyarakat tinggal berharap hujan tidak datang terlalu deras  dan air sungai tidak meluap sehingga banjir tidak datang. Pengganti pohon-pohon yang sudah ditebang belum sempat tumbuh menjulang. Sudah siapkah masyarakat kita untuk mengakhiri pesta batu bara ini? Lihatlah buku tabungan kita..cukupkah itu untuk modal usaha yang baru? Atau sebaliknya budaya konsumtif yang kita tampilkan di masyarakat selama ini menghasilkan tabungan yang minim. Sebelumnya uang berjuta-juta, bahkan bermilyar-milyar sepertinya gampang diperoleh, tapi kita mungkin lupa dan tidak ingat untuk berinvestasi di hal-hal yang produktiv. Masyarakat kita cenderung hidup dengan berfoya-foya dan konsumtif.

Bersyukur, ada sebagian uang yang dipakai untuk menyekolahkan anak-anak setinggi tingginya. Bersyukur, ketika anak yang disekolahkan belajar dengan tekun di kampusnya, meskipun kelimpahan materi cenderung berbanding terbalik dengan prestasi seseorang. Karena kelimpahan materi sangat dekat dengan pemuasan nafsu seperti hingar bingar kehidupan malam dan kecenderungan untuk melakukan poligami, narkoba dll. Politik uang juga sangat mungkin terjadi ketika materi begitu berlimpah ditangan sekelompok orang ditengah-tengah masyarakat yang relative masih belum teredukasi dengan baik.

Sudah siapkah kita merapikan sisa-sisa “pesta” semalam. Sepertinya sekarang hari sudah pagi, saatnya kita bangun dan bekerja lagi. Bersyukur ada yang mengingatkan kita, Bersyukur ada yang membangunkan kita. Selagi belum terlambat, masih banyak yang harus diperbaiki dan dikembangkan.   

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun