Mohon tunggu...
Linda Puspita
Linda Puspita Mohon Tunggu... Saya adalah Blogger Jambi yang tak hanya membagikan cerita, tapi juga menyalakan cahaya di ruang-ruang kelas

Menyukai dunia tulis menulis dan merasa selalu beruntung saat mulai menulis.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Berdamai Menjadi Orang Tua Tunggal

9 September 2025   16:30 Diperbarui: 9 September 2025   17:47 59
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Foto: Pixabay

Menjadi orang tua tunggal, bukanlah keinginan siapapun. Ketika mendapati kenyataan harus berperan ganda sebagai ayah dan ibu. Baik dengan alasan suami sudah meninggal dunia, atau karena suami pergi untuk kesenangan dunia. Situasinya sama-sama tidak menguntungkan. Menyisakan emosi yang komplek. Ketakutan. Kekhawatiran. Stress. Tidak apa-apa jika seorang ibu menumpahkan rasa itu.

Seorang teman memilih tidak bersedih dalam waktu yang lama, Ia diharuskan punya pundak yang kuat. Jiwa yang luas. Ada anak-anak yang harus dipeluk, diberi makan dan disejahterakan. Dia sosok yang segera berdamai. Dia sedih dengan hidup yang tiba-tiba. Namun, dia berhasil menjalani sebagai bagian perjalanan hidup.

Kali ini teman-teman kompasianer saya berusaha menulis tentang perjuangan single parent yang berhasil berdamai menjadi orang tua tunggal, survive dan terus memancar bagi keluarga kecilnya.

Menjadi Ibu Harus Memiliki Kekuatan Yang Besar

Sebut saja namanya Zahra. Dia seorang ibu yang 4 tahun lalu ditinggal pergi suaminya. Tanpa suara. Tanpa persiapan. Dengan menanggung 3 anak. Dua anak laki laki dan 1 anak perempuan, ketiganya masih duduk di sekolah Dasar. Berasal dari keluarga yang ekonomi belum mapan.

Tetapi jika saya menemui sekarang, saya tidak pernah mengira kalau dulu diawal-awal menjadi single parent, dia pernah rapuh.

"Kekuatan dan energi berasal dari Allah." Katanya saat ditanya tentang hari-hari panjang yang sejauh ini berhasil ia lewati.

Menjadi orang tua tunggal memang harus memiliki kekuatan besar. Kekuatan itu hanya bersumber dari Allah. Selalu bangun malam untuk bermunahajat agar dikuatkan pundak dan jiwanya. Selalu berdoa agar Allah menemani hari-harinya.

Hasilnya, anak pertama sekarang sudah lulus dari pondok pesantren setingkat sekolah menengah pertama, menuju jenjang selanjutnya, anak kedua sedang di pondok pesantren. Anak ketiga kelas 2 SD.

Tidak mudah, dengan ekonomi babak belur. Merangkak, terseok seok hingga mampu berdiri di kaki sendiri. Ia membuktikan bahwa menjadi orang tua tunggal bukan berarti berakhir sebuah kehidupan, tetapi titik mulai sebuah kebahagian bersama anak-anak tercinta.

Jujur, saya menuliskan tentang ini, berair kedua mata. Tidak bisa bayangkan beratnya hari hari yang telah ia lalui. Dia ibu hebat, ibu kuat, ibu yang dipilih oleh Allah dengan pahala yang kita sendiri tidak tahu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun