Mohon tunggu...
Herlina Butar
Herlina Butar Mohon Tunggu... Administrasi - LKPPI Lintas Kajian Pemerhati Pembangunan Indonesia

Cuma orang yang suka menulis saja. Mau bagus kek, jelek kek tulisannya. Yang penting menulis. Di kritik juga boleh kok. Biar tahu kekurangan....

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Keluarga Indonesia dan India dalam Pancasila

6 Juni 2018   02:52 Diperbarui: 6 Juni 2018   03:05 836
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bapak dan Mama saya adalah dua orang yang berasal dari suku berbeda. Bapak yang Batak dari Marom Porsea, keras, disiplin dan kaku. Mama yang Sunda Kuningan, menjadi mama yang selalu menjadikan kami, anak-anak abadi.

Bapak dan Mama melahirkan 6 anak, 3 laki-laki dan 3 perempuan. Saya adalah anak pertama, menjadi kakak bagi 5 orang adik-adik dengan berbagai macam karakter.

Cucu-cucu bapak dan mama memanggil dengan sebutan kakek dengan panggilan ompung doli (dibaca: opung doli), dan nenek dengan sebutan ompung boru (baca: opung boru).

Adik saya yang nomor 4, Evi Kristina menikah dengan seorang berkewarganegaraan India, dari suku Tamil berkulit putih.

Cheenu, demikian nama panggilan dari ibunya. Dalam lafal Indonesia, panggilan itu menjadi Cino. Cino adalah seorang penganut Hindu India yang berasal dari kasta Brahma.

Sebagai seorang hindu berkasta Brahma, Cino vegetarian murni. Tidak memakan daging, ikan dan ayam. Bahkan pada hari tertentu, Cino memiliki kebiasaan berpuasa telur dan juga susu.

Awal masa mereka pacaran, kami kerap cekikikan karena keyakinan vegetariannya. Saat Cino mengajak Evi makan di luar. Mereka berdua pergi ke sebuah restoran (salah satu restoran Italia), berbagai makanan Italia seperti pizza, lasagna dan pasta yang bermenu daging, Evi mencoba mengikuti kebiasaan Cino. Alhasil, berbagai makanan kelihatan enak tapi bertoping jamur dan tahu saja.

Pernah, suatu saat Cino marah-marah komplain ke chef restoran, karena menemukan seekor semut di dalam makanannya. Komplain Cino bukan karena kecerobohan Chef tentang keberadaan semut itu. Cino marah-marah karena takut semut itu bila termakan, membuatnya tidak suci lagi.

Evi dan Cino kemudian menikah di gereja, dengan cara Kristen, baru kemudian di kuil dengan cara India.

Saat anak pertama lahir, Cino berusaha keras menanamkan kebiasaan vegetarian kepada Arian, putra sulung mereka. Tapi, setiap Evi datang ke rumah, mama kerap sengaja memasakkan suo daging giling buat Arian. Seringkali mama menyuapi sup kepada Arian.

"Anak kecil, masa pertumbuhan perlu banyak protein", demikian alasan mama.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun