Mohon tunggu...
Lilis Lisnawati
Lilis Lisnawati Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Mahasiswa S1 Pendidikan Sosiologi Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Kekerasan Murid Terhadap Guru dalam Pendidikan Ditinjau dari Perspektif Sosiologi

5 April 2020   11:46 Diperbarui: 5 April 2020   12:07 1734
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Pendidikan yaitu sebagai usaha sadar dan terencana dalam memberikan bimbingan yang diberikan oleh orang dewasa kepada anak didik sebagai proses pendewasaan manusia melalui pengajaran dan pelatihan. Adapun tujuan dari pendidikan yaitu untuk menghasilkan individu yang berkualitas dan berkarakter serta memiliki keterampilan yang dapat digunakan oleh individu tersebut maupun untuk orang lain dalam kehidupannya. Sedangkan menurut bapak pendidikan Ki Hajar Dewantara, tujuan pendidikan adalah penguasaan diri, sebab disinilah pendidikan memanusiakan manusia. Ketika peserta didik mampu menguasai dirinya maka akan membentuk sikap yang dimilikinya, artinya dengan adanya pendidikan diharapkan seorang individu dapat membentuk sikap dan karakter yang baik sesuai dengan yang diharapkan oleh masyarakat.

Kita sering mendengar bahwa orang yang berpendidikan pasti memiliki karakter ataupun akhlak yang baik, namun apa jadinya bila kita mendengar kasus kekerasan murid terhadap guru apakah anggapan tersebut salah atau fungsi pendidikan yang kurang berjalan dengan baik, tentu itu perlu ditelusuri lebih lanjut. Kasus kekerasan sering kita dengar bahkan sering kita jumpai disekitar kita entah itu dalam dunia pendidikan maupun diluar dunia pendidikan. Kekerasan memang suatu hal yang tidak diinginkan baik kekerasan fisik, verbal maupun psikologis. Namun bukan berarti kekerasan tidak dapat dihindari, justru dengan adanya pendidikan diharapkan seorang manusia dapat memanusiakan manusia, berkarakter, beradab, dan berperilaku sesuai dengan aturan dan norma yang ada. Namun, tidak dapat dipungkiri bahwa kekerasan sering kali kita jumpai dalam pendidikan seperti kekerasan yang dilakukan murid terhadap guru. Padahal guru merupakan sosok yang mulia dan berjasa karena merekalah yang bertanggung jawab mendidik peserta didik untuk menghasilkan generasi yang cerdas, berkarakter dan berkualitas. Sebagai contoh kekerasan yang dilakukan murid terhadap guru yaitu murid yang menghajar gurunya karena tidak terima dihukum oleh gurunya, padahal maksud dari guru tersebut menghukum muridnya agar tidak mengulangi kesalahannya lagi tetapi murid tersebut tidak terima hingga berakhir dengan menghajar gurunya. Bahkan lebih ironisnya lagi murid tersebut tidak merasa bersalah setelah melakukan tindakan keji tersebut, tentu disini patut untuk dipertanyakan bagaimana proses dari pendidikannya ataupun hasil pendidikannya.

Jika ditinjau dari perspektif sosiologi, dan menghubungkannya dengan teori struktural fungsional yang dikemukakan oleh Emile Durkheim, teori struktural fungsional melihat masyarakat sebagai sebuah keseluruhan sistem yang bekerja untuk menciptakan tatanan dan stabilitas sosial dan masyarakat sebagai sebuah struktur dengan bagian-bagian yang saling berkaitan. Tindakan kekerasan yang dilakukan murid terhadap guru dapat disebabkan karena adanya subsistem yang masih kurang antara orang tua dengan sekolah, untuk itu pentingnya sinergi yang harmonis antara orang tua dengan sekolah. Asumsi bahwa ketika orang tua mengantarkan anaknya ke sekolah maka sekolah sepenuhnya bertanggung jawab atas anak tersebut, padahal orang tua juga harus ikut mengawasi dengan cara menjalin komunikasi dengan guru disekolahnya. Jika sering kali kita lihat orang tua hanya mengantarkan anaknya saja ke sekolah dan datang ke sekolah jika ada permasalahan tertentu saja tanpa ingin tahu perkembangan anaknya di sekolah,  apalagi untuk anak yang telah duduk di jenjang SMA atau sederajatnya karena orang tua menganggap bahwa anak tersebut sudah dewasa yang dapat melakukan apa-apa dengan sendiri. Maka disini dapat dilihat bahwa adanya subsistem orang tua yang hanya tau anaknya belajar di sekolah tanpa ikut mengawasi perkembangan anaknya sehingga dapat memicu tindakan kekerasan yang dilakukan si anak karena kurangnya perhatian dari orang tua. Selain itu, kondisi lingkungan sosial yang kurang baik juga dapat mengakibatkan anak melakukan tindakan penyimpangan kekerasan. Oleh karena itu, sebagai orang tua harus dapat mengontrol perkembangan anak di lingkungan sosialnya.

Hubungan antara guru dengan murid yang kurang baik juga dapat mengakibatkan munculnya tindakan kekerasan. Untuk itu perlunya hubungan yang harmonis untuk menciptakan kedekatan antar guru dengan siswa. Seorang guru harus dapat menciptakan suasana belajar yang nyaman dan menyenangkan bagi siswanya sehingga tujuan pembelajaran dapat dicapai dengan maksimal. Pentingnya menanamkan sikap simpati dan empati terhadap anak juga perlu diajarkan, peran guru mengajarkan sikap empati seperti berprilaku sopan, mengajarkan anak untuk berteman tanpa membeda-bedakan, atau melakukan aktivitas kelompok. Dalam aktivitas kelompok anak dapat mengetahui pentingnya bekerja sama, berani mengungkapkan pendapat, perbedaan dalam berpendapat dan dari perbedaan itulah anak akan belajar tentang pentingnya kerukunan. Sehingga anak menjadi tahu bahwa kekerasan dapat memunculkan suatu disintegrasi atau perpecahan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun