Mohon tunggu...
lilis herawati
lilis herawati Mohon Tunggu... Guru - guru ( Literasi ilmu dan menambah persahabatan)

Pengalaman adalah guru yang paling baik

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Empati Pasangan Mengobati Jiwaku

21 Desember 2022   09:54 Diperbarui: 21 Desember 2022   10:11 107
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kesibukanku sebagai ibu rumah tangga sekaligus guru SMA yang ada di kotaku membuat kehidupan rumah tanggaku sangat sibuk, apalagi dengan kehadiran empat buah hati yang datang berturut-turut.  Ketika anak-anak masih balita, aku tidak pernah mengeluh dengan rasa sakit yang kurasakan, hanya dengan minum madu saja kondisi tubuhku sudah pulih kembali. Namun seiring berjalannya waktu dan usia anak-anak meningkat remaja, sepertinya kondisi kesehatanku sering menurun apalagi ketika anak-anak sudah memiliki kehidupan sendiri  bersama  teman-temanya,  detak jantungku lebih kencang dan hal semacam ini sering terjadi pada beberapa peristiwa yang lain.

Pada kondisi aku hamil tensi darahku normal-normal saja jarang berangka 120/100 apalagi lebih tinggi dari itu, bahkan kadang tensinya 90/60, orang disekitarku sampai panik ketika aku diperiksa dengan tensi yang rendah seperti itu, tapi aku santai-santai saja. Namun ketika tahun 2018 aku mempunyai tensi darah sampai 150/100, ketika mau dicabut gigi.  Sampai 4 kali ngulang pada hari berikutnya tapi masih saja tinggi meskipun sudah diberi jus timun dan lain sebagainya. Tapi akhirnya dokter mencabut gigiku pada tensi 130/100, itu pun darah banyak keluar.

Sejak saat itu tensi darahku tidak pernah 110/100  lagi, dikisaran 130/100 apalagi sewaktu aku vaksin covid jadi 160/100.

Kejadian puncaknya adalah di suatu sore tahun 2018 aku pergi ke pasar hendak mencari bahan makanan yang kebetulan habis, kondisi sewaktu berangkat memang agak puyeng, tidak disangka dipasar aku mau pingsan, untung ada anak murid yang menolong. Aku ditolong oleh anak muridku dan sampai rumah aku minta dibuatkan susu dan makanan supaya kondisiku pulih kembali, namun sejak saat itu empat bulan berikutnya aku dinyatakan oleh dokter terkena vertigo yang penyebabnya adalah lambung (sakit maag). Untung saja waktu itu ujian akhir sekolah jadi aku bisa mewakilkan kepada teman mengawas ujian.

Berobat ke dokter tidak cukup sekali, aku diberi obat lambung, vertigo dll. Aku pun rutin meminumnya tapi herannya tensi darah belum normal, masih 150/100.  Sampai-sampai dokter yang menangani pengobatanku bergurau kepada suamiku bahwa obat untuk menyembuhkan penyakitku gampang tambah uang belanja sama jalan-jalan.  Bisa aja dokter itu.

Alhamdulillaah suamiku tanggap dengan kata-kata dokter itu, kami jadi sering berdiskusi mengenai berbagai macam hal termasuk perkembangan usia anak. Ia juga banyak belajar cara menghadapi anak usia remaja. Aku pun sering mendengarkan video-video tentang cara menghadapi anak usia remaja, termasuk membeli buku-buku parenting. Ternyata dengan adanya pengetahuan sedikit demi sedikit mindset aku berubah, rasa ketakutanku dengan dunia digital sudah berkurang, walau bagaimana pun anak-anak perlu hiburan dan selama masih dalam kondisi yang wajar apalagi untuk menambah ilmu pengetahuan sebaiknya memang diijinkan dengan dibarengi pengawasan.

Yang paling sangat aku syukuri dari kejadian ini adalah bertambahnya empati yang diberikan suamiku, demikian juga aku kepadanya sekecil apa pun bantuan yang diberikan olehnya dalam kehidupan berumah tangga ini, pasti memerlukan waktu dan pengorbanan. Jadi kita tidak boleh menganggap bahwa pengorbanan itu adalah hal yang biasa dan seharusnya dilakukan. Sesuai dengan karakter kita masing-masing, ada baiknya memberikan reward yang dapat menambah semangat hidupnya.

Sedalam-dalamnya laut masih bisa diselami, tapi dalamnya hati tidak bisa ditebak apa yang sedang terjadi.

terima kasih sudah membaca...

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun