Marhaban ya Ramadhan, Marhaban ya syahru shiyam.
Marhaban ya Ramadhan, bulan mulia penuh kemenangan.
Marhaban ya Ramadhan, bulan suci turunnya Al-Quran.
Marhaban ya Ramadhan, bulan penuh perjuangan.
Marhaban ya Ramadhan, bulan penuh kemenangan.
Marhaban ya Ramadhan, bulan berkah ketika semua doa di ijabah.
Ramadhan karim, Ramadhan nan mulia. Seluruh umat Islam di dunia menyambutnya dengan suka cita, termasuk muslim di Indonesia.
Betapa tidak. Begitu banyak pahala yang dijanjikan oleh Rabb semesta bagi orang yang bertakwa. Amalan sunnah dijanjikan bernilai pahala wajib. Sementara amalan wajib, pahalanya berlipat ganda. Pintu-pintu kebaikan terbentang lebar. Sementara pintu kemaksiatan ditutupkan.
Di bulan Ramadhan, Allah pun menjanjikan satu malam yang nilainya setara dengan seribu bulan. Yakni malam lailatul qadr. Malam mulia turunnya Al-Quran. Barangsiapa mendapatkan berkah beribadah di malam lailatul qadr, seumpama beribadah di sepanjang seribu bulan tanpa halangan.
Hanya saja, di Ramadhan tahun 1442 H ini pun kita masih berduka. Ini adalah Ramadhan kedua yang kita lewatkan di tengah-tengah pandemi covid-19. Hingga saat ini, belum ada tanda-tanda bahwa wabah ini segera reda. Pasalnya, fenomena penderita covid-19 masih terus bermunculan di dunia, termasuk di Indonesia.
Sebagai agama yang sempurna, sejatinya Islam telah memiliki cara untuk menghentikan penyakit yang tergolong wabah seperti covid-19 ini. Karantina secara total akan diberlakukan sejak awal ditemukannya penyebaran wabah. Penduduk yang berada di wilayah wabah, tidak diperkenankan masuk ke wilayah lain. Pun sebaliknya, penduduk dari wilayah lain, tidak akan diperbolehkan untuk memasuki wilayah yang terjangkit wabah. Mekanisme ini dilakukan hingga wabah dinyatakan berakhir.
Bagi wilayah yang dikarantina karena terjangkit wabah, negara akan menyediakan pelayanan kesehatan dengan fasilitas terbaik. Tenaga medis terbaik pun akan diberikan. Pengobatan hingga pasokan berbagai macam kebutuhan akan ditanggung oleh negara, sehingga tidak ada yang merasa kekurangan apalagi sampai kelaparan.
Sementara itu, bagi wilayah yang tidak terjangkit wabah, roda kehidupan tetap bisa berjalan normal. Kegiatan pembelajaran tetap bisa dilaksanakan sebagaimana biasanya. Aktivitas ekonomi pun tetap bisa berputar tanpa adanya hambatan.
Dengan demikian, penanganan wabah akan efektif dan rantai penyebaran dapat segera dihentikan. Selain itu, kehidupan masyarakat yang tidak terdampak wabah tetap bisa berjalan normal.
Hanya saja, di awal pandemi, Indonesia telah kehilangan momen krusial penguncian wabah agar tidak masuk Indonesia. Dampaknya, wabah menyebar dengan cepat seiring pergerakan interaksi masyarakat yang berpindah-pindah dari satu wilayah ke wilayah yang lain.
Akibat selanjutnya, terganggunya berbagai aktivitas masyarakat di ruang publik. Pendidikan tatap muka di sekolah sementara dialihkan menggunakan jaringan. Karena kurangnya persiapan dan minimnya fasilitas sebagian peserta didik, pembelajaran daring ini pun membawa kesulitan tersendiri bagi sebagian masyarakat.