Mohon tunggu...
Humaniora

Benarkah Bumi Sedang Menuju Zaman Es?

8 Februari 2018   21:34 Diperbarui: 8 Februari 2018   21:35 555
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Perbandingan suhu permukaan bumi 1981 - 2016. Sumber: Climat NOAA.

Pemanasan global sudah menjadi masalah yang serius bagi banyak negara di bumi. Banyak ahli berpendapat bahwa perubahan iklim biasanya disebabkan oleh efek rumah kaca, yaitu pantulan balik dari energi panas yang seharusnya terlepas ke luar angkasa, namun justru dipantulkan kembali ke permukaan bumi sehingga mengakibatkan suhu bumi meningkat.  Namun selama seratus tahun terakhir, para ilmuwan memperkirakan bahwa suhu bumi sudah meningkat sebesar 1 -- 2oC.

Pemanasa global dapat menjadi  sebuah bencana dan malapetaka bagi umat manusia, karenakan dampak dan kerugian yang ditumbulkan  besar bagi kehidupan manusia. Dampak nyata yang akan dirasakan oleh masyarakat antara lain meningkatnya suhu udara, kenaikan permukaan air laut, serta kondisi cuaca dan musim yang  tidak menentu sehingga semakin sulit diprediksi daripada sebelumnya, dan meningkatnya fenomena bencana hidrometeorologi.

Namun pernahkah kita terpikirkan bahwa bumi sedang mengalami pendinginan global? Artinya bumi secara perlahan sedang menuju kembali ke zaman es, lebih tepatnya zaman es kecil (little ice age).

Zaman Es Kecil adalah periode pendinginan yang berlangsung setelah Periode Hangat Abad Pertengahan. Istilah ini diperkenalkan ke dalam ranah ilmiah oleh Franois E. Matthes pada tahun 1939. Walaupun belum ada konsensus mengenai kapan Zaman Es Kecil dimulai, para ahli memperkirakan periode ini berlangsung dari abad ke-16 hingga abad ke-19, atau berdasarkan alternatif lain dari tahun 1650 hingga 1850, meskipun klimatolog dan sejarawan yang mempelajari catatan-catatan lokal tidak lagi diharapkan untuk menyepakati tanggal permulaan atau akhir periode ini karena bergantung pada kondisi lokal. NASA mendefinisikan Zaman Es Kecil sebagai periode antara tahun 1550 hingga 1850 dan mencatat paling tidak tiga interval dingin: satu sekitar tahun 1650, yang lain sekitar tahun 1770, dan yang terakhir pada tahun 1850, masing-masing terpisah oleh interval pemanasan kecil.

Pendinginan global bisa terjadi karena letusan gunung yang dahsyat seperti letusan gunung Krakatau atau Tambora. Pendinginan global akibat letusan besar/dahsyat gunung berapi memang dapat menyebabkan malapetaka berskala luas, seperti terlihat dalam Letusan Tambora 1815. Debu vulkanik yang dilepaskan akan menutup atmosfer sehingga cahaya matahari yang menembus sampai ke permukaan bumi sangat berkurang dan mengakibatkan pendinginan global.

Konsultan bencana, Richard W. Gnagey mengungkapkan, letusan gunung Merapi bisa mengurangi pemanasan global. Hal itu seperti terjadi saat gunung Tambora di Nusa Tenggara Barat meletus pada tahun 1815. Letusan gunung Tambora menyebabkan pendinginan global yang cukup lama, sehingga temperatur cuaca di beberapa kawasan di dunia sangat dingin.

Menurut Richard, letusan gunung Tambora bahkan mampu menurunkan temperatur cuaca hingga satu derajat Celcius. Richard menambahkan, hasil pemanasan global yang terjadi selama seratus tahun terakhir dapat diimbangi oleh satu kali letusan gunung berapi, asalkan letusannya itu besar dan semburan abu vulkaniknya sampai ke stratosfer.

Richard W. Gnagey mengatakan, "Hasilnya global warmingselama seratus tahun terakhir bisa diimbangi dengan satu kali gunung meletus, asal letusannya besar dan sampai ke stratosfer".

Bagi bumi yang sudah mulai memanas semenjak revolusi industri seiring eksploitasi bahan bakar fosil secara massif beserta dengan emisi gas-gas rumah kaca dalam jumlah besar, pendinginan global itu adalah sebuah berkah yang ditunggu-tunggu. Karena pendinginan global mampu mengurangi kuantitas pemanasan global meski hanya untuk sejenak. Dengan kata lain, letusan besar/dahsyat gunung berapi merupakan faktor yang turut mengerem laju kenaikan suhu rata-rata permukaan Bumi akibat aktivitas manusia, tanpa harus disertai intervensi apapun.

Namun tentu saja bukan fenomena limengerikan seperti itu yang kita inginkan. Salah satu pendapat kuat lain yang mendukung adanya fenomena pendinginan global adalah siklus penyinaran matahari. Alam mempunyai siklus sebagaimana matahari. Diperkirakan matahari akan mencapai penyinaran minimumnya 2030 -- 2040. Peristiwa ini terjadi setiap 200-250 tahun sekali yang memang sudah pernah terjadi pada tahun 1650-1850. Fenomena ini disebut sebagai little ice age. Matahari mempunyai siklus pemanasan dan pendinginan dan bumi pun akan mengikuti pengaruh dari matahari mulai dari mengalami pengeringan dan pelembaban.

Dilansir melalui Telegraph, selama beberapa dekade, Eropa mengalami musim dingin yang luar biasa dan sangat sering, dan waktu tersebut kemudian disebut 'Little Ice Age'. Meskipun tidak ada bukti konklusif yang saling mempengaruhi satu sama lain, banyak ilmuwan mempercayai hal itu. Bintik matahari adalah lubang kecil gelap di permukaan matahari, yang disebabkan oleh area kecil dari aktivitas magnetik kuat yang mengganggu aliran normal gas yang dipanaskan secara intens.
Ketika ada bintik matahari yang lebih besar, secara keseluruhan hasil dari matahari yang disebut radiasi matahari total atau total solar irradiance (TSI) yang juga tinggi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun