Mohon tunggu...
Liliek Purwanto
Liliek Purwanto Mohon Tunggu... Penulis - penulis

-

Selanjutnya

Tutup

Hobby Artikel Utama

"Le Petit Prince" Dongeng Anak yang Sejatinya Menyasar Orang Dewasa

22 Maret 2020   08:35 Diperbarui: 24 Maret 2020   10:18 870
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi: novel Le Petit Prince/dokpri

Kehadiran sang pangeran langsung mendatangkan keganjilan dengan permintaannya kepada sang tokoh untuk membuatkannya sebuah gambar seekor domba. Keganjilan yang dimunculkan oleh sudut pandang manusia (yang katanya) dewasa.

4 Inspirasi dalam Separuh Buku

Hampir keseluruhan isi buku yang kabarnya telah diterjemahkan ke dalam 230 bahasa ini berupa dialog antara si tokoh dengan sang Pangeran Cilik yang misterius itu. Dari setengah perjalanan proses membaca, setidaknya 4 kali saya selaku "orang dewasa" merasakan panas menyengat di wajah oleh "ledekan-ledekan" Saint-Exupery.

Pertama, saya telah menyinggung sindiran yang dilontarkan penulis melalui halaman persembahan. Sebelum mengucapkan kalimat yang telah saya sitir di atas, dalam nada sindiran sang penulis mengungkapkan permintaan maaf kepada anak-anak yang telah "tertipu" membaca dongeng ini. Dalam permohonan maaf itu, ia menyampaikan bahwa buku yang dikarangnya ini sebenarnya ditujukan bagi orang dewasa.

Di antara anak-anak yang teperdaya oleh tampilan muka buku dongeng ini, terdapat seorang anak saya. Ya, anak perempuan saya yang kini menginjak remaja telah membeli dan membaca novel yang sejatinya ditujukan kepada kaum dewasa.

Saya pun sebetulnya tak menyadari untuk siapa buku ini dicipta saat meminjamnya dari anak saya. Niat saya hanya ingin menyegarkan pikiran dengan menikmati bacaan ringan khas anak-anak. Sekalian mengintip kandungan gizi yang terdapat dalam buku ini, yang bakal diserap ke dalam diri anak-anak kami.

Kedua, pada bagian pembuka, kembali penulis buku yang lahir di Lyon pada tahun 1900 ini menyindir kita. Ia mengisahkan bahwa pada usianya yang keenam, ia pernah sangat terkesan dengan sebuah gambar yang tercantum dalam sejilid buku mengenai rimba raya.

Karena salah satu kegemarannya adalah menggambar, maka dibuatlah sketsa ulang atas kejadian yang dibayangkannya dalam gambar. Namun ia mulai merasakan kekecewaan yang mendalam oleh perilaku orang-orang dewasa yang tak mampu atau tak hendak memahami anak-anak kecil seperti dirinya.

Orang-orang dewasa menyebut sketsa yang dibuatnya sebagai sebuah topi. Padahal peristiwa yang mendasari gambarnya sungguh jauh berbeda. Ia menggambar seekor ular sanca yang tak berdaya setelah seekor gajah berbadan besar ditelannya bulat-bulat hingga menyesaki rongga perutnya.

ilustrasi: sketsa ular sanca menelan gajah oleh Saint-Exupery. dokpri.
ilustrasi: sketsa ular sanca menelan gajah oleh Saint-Exupery. dokpri.
Ketiga, penulis yang memiliki kegemaran menerbangkan pesawat itu menggambarkan orang dewasa sebagai makhluk yang hanya peduli pada angka-angka. Tengoklah apa yang diperhatikan orang dewasa ketika seorang anak kecil antusias menceritakan teman barunya.

Orang dewasa tak akan menanyakan hal-hal penting, seperti misalnya, "Bagaimana nada suaranya?" atau "Permainan apa yang disukainya?". Umumnya orang-orang dewasa getol memburu angka-angka. Mereka akan mencari tahu perihal umur, jumlah saudara, berat badan atau bahkan gaji ayahnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun