Kemiskinan dan pendidikan memang dua unsur kehidupan yang tak bisa dipisahkan. Apa pun ceritanya, pendidikan butuh biaya. Pada umumnya, tingkat pendidikan yang diperoleh anak dari keluarga miskin cenderung lebih rendah dibandingkan anak yang berasal dari keluarga yang berkecukupan.
Hal lain terkait proses pendidikan dalam keluarga adalah pendapat yang menyatakan bahwa tanggung jawab pendidikan anak berada pada pundak seorang ibu. Sementara itu, peran ayah sebatas pencari nafkah.Â
Kedua permasalahan di atas tampaknya tak berlaku bagi Han Hee-Seok. Ia seorang ayah yang miskin, tetapi secara total mengabdikan dirinya untuk pendidikan anak-anaknya. Pria warga Korea itu mengaku dirinya seorang penulis. Namun sangat jarang penerbit yang bersedia mempublikasikan karyanya. Maka, ia bekerja serabutan untuk memenuhi kebutuhan dasar keluarganya.
Faktor kemiskinan di satu sisi dan keinginan untuk memajukan pendidikan anak-anak pada sisi yang lain telah menggugah kesadaran lelaki yang amat bangga anak-anaknya menyebut profesinya sebagai seorang penulis itu. Dengan berbagai cara yang kadang-kadang tampak tidak masuk akal, ia bangkit memperjuangkan peningkatan mutu pendidikan bagi anak-anaknya.
Han Hee-Seok menceritakan kisah perjuangannya memberikan pendidikan terbaik bagi anak-anaknya di tengah kemiskinan yang menderanya, dalam bukunya yang berjudul "Parent With No Property". Sebuah buku yang sarat inspirasi tidak hanya bagi masyarakat miskin, tetapi bagi dunia pendidikan pada umumnya.
Tidak jelas dipaparkan kisah hidup Han Hee-Seok hingga ia harus menjalani kehidupan bersama keluarganya dalam kemiskinan. Dalam profilnya hanya disebutkan bahwa ia berasal dari keluarga miskin.
Sebagai gambaran akan tingkat kemiskinannya, belum pernah ia mampu sekali pun mengajak anak-anaknya pergi ke bioskop. Ia pun tak berani menegur istrinya yang kadang-kadang bersikap kurang menghargainya--misalnya saat ia memanggilnya, sang istri tidak segera menyahut---hanya karena ia merasa tidak pernah memberikan sesuatu yang berharga kepada istrinya.
Dan yang paling menekan perasaan Han Hee-Seok, tidak seperti kebanyakan orangtua lain di lingkungannya, ia tak sanggup memberikan tambahan pendidikan di luar sekolah bagi anak-anaknya. Dan ini disinyalir banyak orang di sekitarnya sebagai penyebab terpuruknya anak-anak Han Hee-Seok dalam menyerap pelajaran di sekolahnya.
Mungkin begitulah standar kemiskinan di Korea. Kalau dibandingkan dengan kondisi di sekeliling kita, rasanya tingkatannya berbeda.
Status keluarga miskin yang mereka sandang berdampak signifikan pada kualitas pendidikan anak-anaknya. Mulanya, ia melihat keluarganya baik-baik saja. Hingga pada suatu ketika, pada hari pembagian rapor, sebuah catatan guru di rapor anak sulungnya Geoul sontak melecut kesadarannya.