Mohon tunggu...
Lili Angriyani
Lili Angriyani Mohon Tunggu... Mahasiswi Universitas Malikussaleh

saya mahasiswi universitas malikussaleh prodi psikologi saya bernama lili angriyani hobi saya membaca novel, kepribadian saya introvert

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Melawan Arus Ekspektasi : Penerimaan Diri Dalam Kacamata Perspektif Humanistik

19 Mei 2025   21:10 Diperbarui: 19 Mei 2025   21:07 34
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Penerimaan diri menjadi suatu yang sulit dilakukan, ada banya faktor yang mempengaruhi ini, mulai dari media sosial, lingkungan, budaya bahkan keluraga juga turut terlibat mempengaruhi seseorang menjadi sulit untuk menerima diri sendiri. Banyak individu merasa bahwa harus memenuhi harapan ataupun standar orang lain agar diterima. Standar-standar ini membuat seseorang menjadi kehilangan jati dirinya sendiri karena harus berperilaku tidak sesuai dengan dirinya yang sebenarnya. Dalam kondisi ini, Perspektif humanistik menjadi solusi untuk mengatasi permasalahan ini untuk dapat kembali mengenal dan menerima diri sendiri sepenuhnya.

Psikologi humanistik yang dikembangkan oleh tokoh  Calr Rogers dan Abraham Maslow berpandangan bahwa setiap manusia memiliki potensi untuk berkembang secara positif dan menemukan makna hidupnya sendiri. Namun, yang sering terjadi sekarang berbanding terbalik, banya individu yang merasa tidak menemukan makna hidupnya sendiri dan tidak dapat mengembangkan potensinya sendiri bahkan terkadang mereka juga tidak tau potensi seperti apa yang ada di dirinya sendiri. Tentu, hal ini ini terjadi karena terus menerus berusaha untuk memenuhi standar dan harapan orang lain.

Secara tidak sadar, kita sering kali berpikir harus menjadi pribadi yang sesuai dengan ekspektasi sosial, bahkan jika itu bertentangan dengan diri kita sendiri. Contohnya, seseorang yang sebenernya introvert harus memaksakan diri menjadi pribadi yang cerita dan terbuka terhadap orang lain demi dianggap menjadi pribadi yang menarik. Begitu pun sebaliknya seseorang yang ekstrovert harus memaksakan diri menjadi seseorang yang pendiam karena dianggap terlalu banya bicara. Jika hal ini sering dilakukan secara terus menurus dapat membuat diri sendiri kelelahan secara emosional karena menyembunyikan siapa jadi dirinya sendiri.

Dalam pandangan Rogers, manusia membutuhkan penerimaan tanpa syarat, yaitu perasaan diterima oleh orang lain tanpa harus menjadi seseorang yang bukan dirinya sendiri. Sayangnya lagi-lagi yang terjadi saat ini, orang lain lebih sering memberikan penerimaan yang ada syaratnya, seperti jika kita cantik, sukses, atau populer maka kita akan lebih dihargai. Pandangan dan standar seperti inilah yang membuat seseorang sulit untuk menerima dan mengharapkan dirinya sendiri dan malah terus merasa untuk berubah seperti ekspetasi orang lain demi mendapatkan pengakuan.

Perlu diketahui penerimaan diri bukan berarti menyerah atau berhenti memperbaiki diri. Sebaliknya, ini menjadi pondasi atau ruang untuk dapat tumbuh secara sehat dan jujur. Ketika seseorang dapat berkembang menjadi pribadi secara apa adanya termasuk menerima kekurangan yang ada di dalam dirinya sendiri, maka dia akan mudah untuk berkembang, Maslow menyebutkan ini sebagai aktualisasi diri. Aktualisasi diri menurut Abraham Maslow adalah kebutuhan tertinggi dalam hierarki kebutuhan manusia yang mencerminkan keinginan individu untuk mengembangkan potensi diri secara maksimal dan menjadi versi terbaik dari dirinya sendiri. Maslow memandang aktualisasi diri sebagai proses berkelanjutan untuk mewujudkan semua kemampuan, bakat, dan kapasitas yang dimiliki seseorang, sehingga individu dapat menjadi apa yang sebenarnya mampu dia capai bukan berdasarkan tekanan dari luar (Maslow, 1976; Teguh Kurnia & Shinta, 2015)

Namun dalam realitas sosial, menjadi diri sendiri bukanlah hal mudah. Harapan dan standar dari orang lain tanpa sadar mengarahkan kita untuk memenuhi standar tersebut. Oleh karena itu perlu juga dukungan sosial untuk mengatasi hal ini. Contohnya dalam pola asuh orang tua, anak perlu diberikan ruang untuk mengenal dan mengembangkan potensi pribadinya, sejak kecil anak diberikan kesempatan untuk mencoba dan membutuhkan suasana yang mendukung dirinya, bukan hanya dituntut untuk memenuhi permintaan orang tua tanpa mendengarkan pendapat anak. Dalam pendidikan juga seperti itu, sang anak perlu diberikan kesempatan untuk banya mengenal potensi yang ada di dirinya sendiri bukan hanya tuntutan untuk mendapatkan prestasi saja. Begitu pula di media sosial, individu tidak perlu untuk tampil sempurna di depan publik. Adanya keunikan di dalam diri sendiri bukan berdasarkan penilaian orang lain atau jumlah pengikut sosial media. Melainkan adanya pemahaman keunikan untuk menerima dirinya sendiri.

Pada akhirnya teori humanistik ini menjadi pondasi kita untuk dapat mengenal diri sendiri terlebih dahulu lalu menerima, kemudian merawat diri sebagai individu yang unik. Penerimaan diri sendiri juga bukanlah titik akhir, melainkan sebuah proses. Penerima diri ini tumbuh dari pengalaman yang kita alami, introspeksi, keberanian menghadapi kelemahan pada diri sendiri. Ingat, jika dunia terus menuntut kita untuk berubah menjadi sempurna, maka langkah penting yang harus kita lakukan yaitu memutuskan untuk menjadi diri sendiri dan menghargai dengan sepenuh hati

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun