Mohon tunggu...
Lida Nurholida
Lida Nurholida Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

UIN Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pegadaian dalam Pandangan Islam

11 Juni 2021   22:05 Diperbarui: 11 Juni 2021   22:06 352
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Gadai dalam bahasa arab disebut Ar-Rahn yang artinya penetapan dan penahanan. Sedangkan secara istilah gadai adalah sebuah harta yang dijadikan jaminan pinjaman atau hutang yang bertujuan bisa dijadikan sebagai alat pembayaran dengan nilai sebagian atau seharga harta tersebut,jika hutang tidak dapat dilunasi.

Berdasarkan hukum Islam, pegadaian merupakan suatu tanggungan atas utang yang dilakukan apabila pengutang gagal menunaikan kewajibanya dan semua barang yang pantas sebagai barang dagangan dapat dijadikan sebagai jaminan.

Gadai secara umum adalah kegiatan meminjamkan barang-barang berharga kepada pihak tertentu, guna memperoleh sejumlah uang dan barang yang akan dijaminkan akan ditebus kembali sesuai dengan perjanjian antara nasabah dengan lembaga gadai.

Jadi dapat disimpulkan bahwa rahn (gadai) adalah suatu hak yang diperoleh oleh orang yang berpiutang atas suatu benda berharga yang diberikan oleh orang yang berhutang sebagai jaminan jika orang yang berhutang tidak mampu melunasi utangnya.

Dasar Hukum Gadai

         Perjanjian gadai dalam Syari'at Islam dihukumkan sebagai perbuatan jaiz atau yang dibolehkan, baik menurut ketentuan al-Qur'an dan sunah. Didalam  (Q.S al-Baqarah: 2/283) Ayat ini mengisyaratkan bahwa dalam suatu transaksi yang tidak dilakukan secara tunai atau adanya utang piutang, maka dapat menggunakan suatu barang sebagai barang jaminan dari orang yang berutang kepada kepada pihak yang mengutangkan. Berdasarkan keterangan ayat tersebut, maka dalam ajaran Islam diperbolehkan adanya aplikasi pegadaian dalam suatu transaksi jual beli yang dilakukan tidak secara tunai atau pada masalah pinjam meminjam dan utang piutang.

Para ulama juga menyepakati bahwasanya gadai dibolehkan dan hal ini sudah dilakukan sejak zaman Nabi SAW sampai saat ini, dan tidak ada yang mengingkarinya. Dan Para ulama juga telah sepakat bahwasanya Ar-Rahn diperbolehkan apabila dalam keadaan safar (perjalanan) dan tidak safar (tidak melakukan perjalanan). dan mayoritas ulama memandang rukun Ar-Rahn (gadai) ada empat, yaitu: Ar-Rahn atau Al Marhun (barang yang digadaikan), Al-Marhun bihi (hutang), Shighah, Dua pihak yang bertransaksi yaitu Rahin dan Murtahin dan Allah SWT mensyariatkan Ar-Rahn untuk kemaslahatan orang yang menggadaikan (Rahin), pemberi hutang (Murtahin) dan masyarakat.

Hak dan Kewajiban Pemegang Gadai

Hak Pemegang Gadai

  • Pemegang gadai berhak menjual marhun, apabila rahin pada saat jatuh tempotidak dapat memenuhi kewajibannya sebagai orang yang berhutang. Sedangkanhasil penjualan marhun tersebut diambil sebagian untuk melunasi marhun bihdan sisanya dikembalikan kepada rahin.
  • Pemegang gadai berhak mendapatkan penggantian biaya yang telah dikeluarkanuntuk menjaga keselamatan marhun. Selama marhun bih belum dilunasi, maka murtahin berhak untuk menahan marhun yang diserahkan oleh pemberi gadai.

Kewajiban Pemegang Gadai

  • Pemegang gadai berkewajiban bertanggung jawab atas hilangnya atau merosotnya harga marhun, apabila hal itu diatas kelalaianya.
  • Pemegang gadai tidak boleh menggunakan marhun untuk kepentingan sendiri.
  • Pemegang gadai berkewajiban untuk memberi tahu kepada rahin sebelum diadakan pelelangan marhun

Hak dan Kewajiban Pemberi Gadai

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun