Mohon tunggu...
Trisno Utomo
Trisno Utomo Mohon Tunggu... Pensiun PNS -

Insan merdeka

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Rawapening yang Bikin Pening

7 November 2015   05:05 Diperbarui: 7 November 2015   07:36 796
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Rawapening dipenuhi eceng gondok dan mengalami sedimentasi (pendangkalan). Foto : Dok. Pribadi"][/caption]

KOMPAS.com (27 Oktober 2015) memberitakan bahwa Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo memastikan normalisasi Rawapening di Kabupaten Semarang akan dimulai pada tahun 2017 mendatang, jika DED-nya sudah selesai. Kepastian itu didapat setelah ia bertemu dengan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Basuki Hadimuljono. “Kerusakan di rawa pening itu susah mengurainya, jadi harus menyeluruh. Nanti kalau sudah jadi, bisa dijadikan banyak hal, PLTU, penyediaan air, termasuk juga wisata,” ujar Ganjar.

Rawapening merupakan danau alam dengan luasan antara 1770 s/d 2770 Ha (antara kondisi pasang dan surut), berada di Kabupaten Semarang pada ketinggian 463,90 DPL, meliputi 4 wilayah Kecamatan yaitu Banyubiru, Ambarawa, Bawen dan Tuntang, dan mempunyai Daerah Pengaliran Sungai seluas 250,79 km2.

Air Rawapening berasal dari mata air yang keluar di sisi rawa dan beberapa sungai yang bermuara di Rawapening, antara lain : sungai Galeh, Torong, Panjang, Muncul, Parat, Legi, Pitung, Praginan dan Rengas.

Sebenarnya Rawapening merupakan waduk multi fungsi, dan pernah menjadi sumber tenaga listrik andalan di Jawa Tengah bagian utara. Fungsi yang masih berjalan sampai kini adalah sebagai sumber air irigasi dan sumber air baku, disamping juga sebagai pengembangan perikanan darat dan wisata air. Lahan pasang surutnya dimanfaatkan sebagai pertanian khususnya komoditas tanaman padi.

Yang bikin pening di Rawapening adalah tumbuh pesatnya gulma air terutama eceng gondok, yang menyebabkan penurunan kapasitas tampungan akibat proses sedimentasi atau pendangkalan di dasar perairan, sehingga dampak ikutannya adalah penurunan fungsi dan daya guna berbagai potensi dan aktifitas di kawasan sekitarnya. Penurunan fungsi tersebut telah berlangsung selama kurang lebih tiga dekade terakhir.

[caption caption="Pertumbuhan eceng gondok yang tidak terkendali. Foto : Dok. Pribadi"]

[/caption]

Areal waduk yang tertutup eceng gondok pada elevasi +460,53 m mencapai ± 613 ha atau sekitar 75% dari jumlah luas permukaan air, dan jumlah sedimen yang mengendap di dasar waduk mencapai ±9,75 juta m³, dan ditemukannya kandungan logam berat pada endapan sedimen.

Berbagai upaya untuk membersihkan Rawapening dari eceng gondok telah dilakukan oleh pihak-pihak terkait, baik secara fisik dengan pengangkatan eceng gondok maupun dengan penebaran jenis ikan pemakan gulma seperti ikan Mola (Hypopthalmichtys molitrix), tetapi belum menunjukkan hasil yang signifikan. Hal ini mungkin disebabkan lemahnya perencanaan dan koordinasi serta pelaksanaanya tidak tuntas (menyeluruh). Juga kurangnya kesadaran masyarakat sekitar dalam menjaga dan mengelola Rawapening dengan membuang sampah organik yang mengakibatkan pengayaan nutrien atau eutrofikasi.

[caption caption="Naik merahu harus membelah kumpulan eceng gondok. Foto : Dok. Pribadi"]

[/caption]

Berbagai permasalahan diatas rupanya telah memacu Gubernur Jawa Tengah untuk mencarikan solusi pemecahan secara menyeluruh yang diharapkan dapat dilaksanakan pada tahun 2017. Namun demikian, normalisasi Rawapening tersebut hendaknya tetap memperhatikan keberlanjutan usaha ekonomi masyarakat disekitarnya yang bergantung pada keberadaan Rawapening untuk menopang kehidupannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun