Mohon tunggu...
Lukman Hakim
Lukman Hakim Mohon Tunggu... Lainnya - ASN di KLHK

Jabatan Fungsional Penyuluh Kehutanan

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Ngobrol di Warung Sate Penuh Hikmah

30 April 2022   21:22 Diperbarui: 1 Mei 2022   00:28 725
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Lebaran tinggal menghitung hari. Bagi mudiker yang berasal dari Jawa yang merantau di Luar Jawa pastinya kangen dengan makanan khas Jawa, sate kambing. Hal ini pernah aku rasakan ketika merantau ke Kendari, Sulawesi Tenggara di awal tahun 2000. Ketika mudik ke Jawa, begitu mendarat di Pulau Jawa, makanan favorit yang susah didapatkan di Pulau Sebrang ini yang pertama kali aku cari.

                           

Hal ini mungkin juga yang dirasakan oleh Dono, teman SMA yang merantau di pedalaman Pulau Kalimantan dan sekarang mudik ke Yogyakarta. Ketika janjian untuk ngabuburit atau buka puasa bersama, aku tawarkan di Warung Sate Kambing Balibul (dibawah 5 bulan) yang ada di Sleman,Ia langsung jawab, "Yes!!!"

Hal sebaliknya juga pernah aku dengar waktu kuliah dulu, ada teman yang bernama Landona, asal Sulawesi, pada awal hidup di Jogja. Seminggu tidak makan ikan segar, dia merasakan hal aneh di mulutnya. Dia  merasakan ada yang kurang dengan menu makanan yang dikonsumsi sehari-hari tanpa ikan yang masih segar. 

Di kampungnya ikan segar sangat melimpah dan murah, sedangkan di Yogyakarta sulit sekali mencari ikan segar dengan harga yang terjangkau bagi mahasiswa dari keluarga yang ekonominya sedang-sedang saja.

Demikian juga yang mungkin dialami oleh Dono. Walaupun di Base camp perusahaan pertambangan yang serba berkecukupan, namun tidak tersedia kambing di sana. Jadi sangat beralasan bahwa kekangenan terhadap sate kambing, apalagi balibul yang lezat dan nikmat itu dirasakan oleh Dono teman sebangku waktu SMA dulu.

Selain Dono, bergabung juga Hendra yang sekarang mengeluti usaha di dunia trasnportasi di Yogyakarta.  Aku datang pukul 5 sore, kemudian disusul Dono dan tidak lama kemudian Hendra. Kami lulus SMA pada tahun 1992 dan ketemu kembali tahun 2022. Ini artinya sudah 30 tahun berpisah dan bisa kumpul lagi.

Dono melihat rambutku sudah mulai beruban, tapi ketika melihatku kelihatnya tidak pangling atau masih mengenalku dengan baik. Demikian juga aku, Dono yang dulunya kekar dan sangar waktu SMA dulu. Mungkin karena Dia seorang anak Tentara Angkatan Udara yang bermarkas di Lanud Halim, namun sekarang sudah kelihatan mulai menua. Kalau Hendra karena tinggal di Yogyakarta, aku sering bertemu dengannya, jadi tidak terlalu kaget atau pangling.

Obrolan ngalor-ngidul, mulai dari mengenang masa lalu saat SMA, kemudian perjalanan karier selepas lulus kuliah dan sekarang sudah hampir masuk usia berkepala 5. Perjalanan hidup yang berliku dan penuh dengan tantangan dan rintangan sudah kami lalui di dunia kerja masing-masing. Hendra yang pernah bekerja di sektor swasta dan merasakan jatuh bangunya merintis usaha sendiri dan sekarang sudah mapan dengan penghasilan yang cukup lumayan.

Dono yang melalang buana bergabung dengan perusahaan tambang di Kalimantan, Sumatera dan sekarang balik Kalimantan harus jauh dengan keluarga. Dono selalu ditempatkan di site/lapangan yang ada di dalam hutan tropis, tentu banyak sekali pengalaman hidup yang diceritakan secara menarik. 

Aku sejak awal menjadi PNS yang penempatan pertama di Kendari, Sulawesi Tenggara, kemudian ke Yogyakarta dekat dengan keluarga besar. Tahun 2011 promosi ke kantor litbang di Bogor selama 6 tahun dan sudah hampir 5 tahun balik lagi ke Yogyakarta sampai sekarang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun