Mohon tunggu...
Leya Cattleya
Leya Cattleya Mohon Tunggu... Asisten Pribadi - PEJALAN

PEJALAN

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Nyepi di Bali, "Lockdown" di Banyak Negara di Dunia, dan Anomali Perubahan Iklim

25 Maret 2020   19:59 Diperbarui: 26 Maret 2020   06:44 377
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto : Upacara Melasti Tanpa Ogoh Ogoh ( Kompas Regional, Getty Image)

Alat Perlindungan Diri (APD) bagi tim medispun diborong masyarakat sehingga tim medis dalam keadaan kekurangan dan tidak mendapatkan akses untuk melindungi diri selama menjalankan tugas. Tentu saja, yang menjadi korban adalah masyarakat luas dan juga tim medis yang berada di garda depan. Deretan korban terinfeksi virus Corona yang meninggalpun meningkat di banyak wilayah.

Kebijakan negara dan perilaku masyarakat dalam menghadapi wabah dan di masa depan menjadi sangat kritikal.

Bila pemerintah negara negara tetap memperlakukan bumi dengan buruk, mengeksploitasi sumber daya bumi dengan lebih brutal dengan alasan mengejar ketertinggalan atau 'balas dendam', dengan argumentasi pertumbuhan ekonomi yang menurun sebagai akibat dari pandemi. Apalagi negara  bisa saja berdalih bahwa mereka telah merelokasi dana pembangunannya untuk perlindungan sosial, sehingga eksploitasi sumber daya alam seakan bisa dibenarkan. 

Memang, semestinya tindakan yang menyertai implikasi kebijakan pemerintah terkait 'social distancing', 'physical distancing' ataupun 'lock down' berupa pengeluaran anggaran untuk penyediaan layanan kesehatan lebih baik perlindungan sosial adalah suatu keharusan yang dilakukan atas nama kemanusiaan dan hak asasi manusia. Kehidupan manusia adalah nomor satu untuk dilindungi. 

Perlindungan sosial yang dikeluarkan negara kepada warga yang paling terdampak sudah semestinya dilakukan, sebagai bagian dari akuntabilitas negara.

Untuk itulah, alasan negara untuk melakukan eksploitasi sumber daya di masa depan atas nama mengejar ketertinggalan- ketertinggalan selama wabah terjadi tidak dapat diterima. Pembangunan berkelanjutan justru harus makin diimplementasikan, agar tidak terulang lagi wabah wabah lain karena bumi dan lingkungan semakin buruk kondisinya. 

Dalam konteks Indonesia, penyusunan RUU Omnibus dan rencana pembangunan ibukota baru perlu dengan cermat memasukkan pertimbangan pertimbangan perlindungan lingkungan agar persoalan yang yang lebih menekan perubahan iklim tidak terjadi. Ini soal masa depan Indonesia yang berkelanjutan. 

Jadi, Nyepi yang hanya terjadi bagian kecil bumi seperti di Bali tampaknya tidaklah cukup. Seluruh penduduk bumi ditegur untuk melakukan Nyepi dan Catur Brata Penyepian berikut nilai nilai dan filosofinya agar bumi dan masyarakatnya menjadi lebih baik. 

Wabah COVID-19 inilah momentumnya.

Selamat Hari Raya Nyepi. Semoga kita semua menjadi warga bumi yang menyayangi diri kita, sesama manusia, dan  "rumahnya", bumi kita bersama. 

Pustaka : Satu, Dua, Tiga, Empat, Lima, Enam, Tujuh

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun