Mohon tunggu...
Find Leilla
Find Leilla Mohon Tunggu... Administrasi - librarian

seperti koinobori yang dihembuskan angin

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Disarankan Dokter untuk Insisi Mata? Jangan Takut!

19 Januari 2017   17:01 Diperbarui: 19 Januari 2017   18:18 41277
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi/Kompasiana (Shutterstock)

Sebenarnya sudah beberapa bulan terakhir saya bolak-balik ke dokter untuk merawat kornea mata  yang mulai kering, katanya. Gejala awalnya mata sering bengkak seperti orang habis menangis. Dirawat dua bulan yang sebelah kanan, awal tahun baru kemarin tiba-tiba pelupuk mata kiri saya ada benjolan.  Helah, yang dirawat yang kanan, yang benjol malah yang kiri. Aneh ini.

Bersamaan dengan obat tetes mata yang mulai habis, saya berkunjung lagi ke dokter, dan mendengar jawaban ‘Operasi ya.’ Dhuar krompyang! Kaget. Orang saya kalo denger ibu di rumah marah-marah sambil jatuhin panci aja ngilunya sampai ke tulang, apalagi harus dengar kata ‘operasi.’ Di bagian mata lagi. Ngeri!

Manggut-manggut saya mendengar penjelasan dokter. Menurutnya, saya terkena timbilan alias bintitan. Nah, ini penyakit nggak mbois kan. Beliau bilang bintit saya berisi lemak dan harus dibuang.  Insisi nanti cuma tindakan operasi kecil jadi nggak perlu khawatir. Teknisnya akan dibuat sayatan kecil untuk kemudian dikeluarkan lemaknya. Kebetulan jenis bintitan saya nggak bisa diobati pakai obat biasa. Insisi satu-satunya cara supaya hilang masalahnya. Pasrah, saya menurut saja.

Menyiapkan diri lebih dari seminggu, akhirnya saya memberanikan diri untuk insisi. Banyak nasihat dan pengalaman teman yang menguatkan. Satu-satunya nasihat yang manjur saat seorang teman bilang, ‘Itu nanti yang operasi dokter spesialis mata loh, bukan orang biasa. Kalo yang operasi bukan dokter mata, itu yang harus ditakuti.’ Masuk akal. Yuk operasi.

Kira-kira jam 10 pagi saya dipanggil masuk ke ruang periksa. ‘Naah, yang kemaren ya,’ sambut dokternya ramah. Detik itu mata kiri saya diperiksa lagi karena meski kelopak matanya sudah tidak bengkak lagi, tapi grenjelan benda aneh masih nangkring di sana. ‘Insisi ya. Ini akan tetap seperti ini kalau tidak dikeluarkan.’ Saya mengangguk saja. Setelah itu dokter menjelaskan lagi detil teknis operasi. Beruntungnya saya, sayatan nanti dilakukan di kelopak mata bagian luar. Alhamdulilah. Karena luka insisi berada di bagian luar, saya harap akan lebih cepat proses operasi dan penyembuhannya.

Setelah diperiksa, saya diminta untuk keluar. Insisi diagendakan 2 jam kemudian. Masih ada waktu bagi saya untuk makan siang. Ini penting! Sebab nanti setelah operasi, kita harus minum obat pereda nyeri yang sebaiknya dikonsumsi sehabis makan. Sebelumnya, seorang perawat menghampiri saya untuk menandatangani surat pernyataan persetujuan tindakan operasi sambil berkata, ‘Dokter Dji ini baik lo, mbak. Telaten orangnya. Nggak usah takut ada bekasnya. Beliau terkenal rajin pekerjaan operasinya.’ Wah, beruntungnya saya. Beruntung dalam arti saya nggak ribut perkara ada atau tidak adanya bekas luka sayatan setelah operasi, tapi justru saya jadi semakin yakin sudah berada di tangan yang tepat. Dokter yang benar-benar tepat ^^

Menunggu dengan perasaan tak menentu, saya segera menghubungi kakak ipar untuk datang. Lagi-lagi ini penting. Alangkah baiknya jika saat operasi kita tidak sendirian. Sebab setelah insisi, mata akan ditutup sebagian. Bagi kita yang tidak terbiasa ditutup satu matanya, akan sangat merepotkan. Jalan aja bisa sempoyongan. Jika harus pulang rumah sakit sendirian, waduh, lebih baik jangan.

Beberapa saat berlalu. Begitu nama saya dipanggil ke ruang tindakan, perawat mulai mempersiapkan peralatan. Saya diminta tiduran dan ditutup bagian wajah dengan kain yang lubang salah satu bagian. Sejak ditutup kain itu mata saya sengaja tidak dibuka lagi. Takut.

Sebentar kemudian dokter datang. Perawat meneteskan cairan ke mata kiri saya. Setelah itu dokter memberi aba-aba, ‘Suntik dulu ya.’ Sebelumnya dokter memberitahu bahwa suntik bius lokal akan dilakukan di bagian kelopak mata atas (di bawah alis). ‘Sakit sedikit. Tahan ya.’ Bagi yang sudah biasa disuntik, rasa sakitnya biasa saja. Setelah itu bekas suntik ditekan-tekan. Mungkin agar obatnya lebih cepat menyebar. Sebentar kemudian kelopak mata rasanya seperti dijepit. Setelah itu saya nggak tau diapakan saja matanya. Rasanya? Kayak ada sakit-sakitnya, meski hanya sedikit. Sebentar kemudian dokter berkata, ‘Nah, ini lemaknya ngerong. Di bagian dalam lebih banyak lemak. Nanahnya malah sedikit sekali. Tahan sebentar, saya ulang ya.’ Nggak tau itu yang diulang apaan. Saya pasrah saja sembari menekan-nekan jari di bawah selimut biar nggak senewen.

Tidak sampai 5 menit, selesailah sudah. Suster membereskan area mata dan wajah saya. Tidak ada jahitan, katanya. Luka insisi diperkirakan sembuh dalam 3 hari.  Perban mata boleh dibuka besoknya. Untuk perawatan luka harus diolesi salep yang diresepkan untuk dipakai 3 kali sehari. Obat pereda nyeri diminum saat nyeri saja. Dan wah, keluar ruang tindakan masih gemeteran kaki saya.

Sambil menunggu proses administrasi, suster mulai membaca raut wajah saya yang mulai aneh. Mencring-mencring menahan sakit. Bekas insisi terasa cekot-cekot saat itu juga. Mungkin karena efek biusnya hilang. ‘Mbak, saya kasih obat pereda nyeri dulu ya. Udah makan, kan?’ Haduh, dia seperti malaikat buat saya. Sedetik menenggak obat, byar! Hilang sudah sakitnya ^^

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun