Mohon tunggu...
Aji Ersa
Aji Ersa Mohon Tunggu... Wiraswasta - Eling Lan Waspodo

Selalu ada cahaya diujung lorong gelap

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Air Mata di Atas Corona

10 April 2020   07:38 Diperbarui: 10 April 2020   07:59 223
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dewasa ini, hampir seluruh manusia di belahan dunia manapun berteriak pandemi corona (Covid-19). Mulai dari negara barat sampai ke timur, negara maju sampai berkembang. Dari kalangan "elite politik" sampai rakyat biasa. Bahkan dari mulai pejabat negara sampai tukang becak di pinggiran kota. Semua satu nada dan seirama bercengkerama tentang corona.

Topik bahasan nya pun sangat beragam. Mulai dari asal muasal virus corona, sampai pada perkembangannya yang hampir menyentuh keseluruh negara di dunia. Lebih dari itu, jauh lebih serius yaitu tentang jumlah korban ada berapa banyak, sampai pada berapa banyak jumlah kasus positif,total orang dalam pengawasan(ODP) juga seberapa banyak jumlah pasien dalam pengawasan (PDP).

Pandemi corona benar-benar telah menjadi "trending topik" di tengah masyarakat dunia dan khususnya Indonesia. Jagat media massa hingga ke media sosial (Facebook, WA, Twitter dll) berbondong-bondong di penuhi pemberitaan corona. Bak primadona, corona telah menjelma jadi buah bibir bagi dunia.

Padahal, jauh lebih dari itu semua,ada persoalan yang lebih urgent dan krusial bagi semua umat manusia. Masih banyak masalah yang harus diselesaikan dan di carikan jalan keluar. Yaitu "problem solving" dari dampak yang di timbulkan oleh Covid-19.

Efek corona menimbulkan dampak yang sangat luas dalam berbagai sektor kehidupan. Mulai dari kesehatan,pendidikan,ekonomi,pariwisata dan lain sebagainya. Boleh dibilang corona ini menjadikan krisis multidimensional yang tengah naik daun dalam kehidupan bermasyarakat,berbangsa dan bernegara.

Di Indonesia sendiri, masih banyak rakyat yang menjerit dan menangis karena kebijakan untuk stay di rumah atau bekerja dirumah (work from home). Sektor ekonomi salah satunya yang sangat berdampak bagi masyarakat.

Para pencari nafkah yang biasa kerja di luar rumah harus kehilangan sementara sumber mata pencahariannya. Sementara para "tulang punggung" keluarga ini, harus tetap menyalakan dapur supaya anak dan isteri mereka tetap bisa makan dan minum. Belum lagi anak-anak mereka yang merengek minta uang jajan.

Contoh yang sangat tampak dimata yaitu para pekerja harian lepas. Yang harus tetap stay dirumah, sementara tuntutan hidup terus menuntut nya mencari sesuap nasi bagi anak dan isteri. Persoalan perut menjadi "roller coaster" yang berputar-putar mengelilingi fikirannya.

Dan masih banyak lagi rakyat "grassroot" yang merintih terdampak wabah corona. Sample diatas hanya salah satu dari sekian banyak jeritan rakyat yang disebut golongan minoritas atau menengah kebawah. Bagi golongan elite ,mungkin tidak menjadi serius persoalan utama dalam hidup ini, yaitu soal perut karena ekonomi mereka yang mapan. Tapi bagi sebagian orang, hal ini menjadi penting adanya.

Pemerintah pun dituntut gerak cepat dan untuk lebih peka serta responsif terhadap dampak dari pandemi corona ini. Khusus nya dari sisi ekonomi yang sangat berdampak bagi masyarakat klaster bawah. Secepatnya pemerintah harus mencarikan "problem solving" yang tepat dan pas dan bisa memulihkan perekonomian masyarakat.

Rakyat selalu berdoa, semoga saja wabah corona ini cepat berakhir. Dan semua bisa kembali pulih seperti sedia kala adanya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun